Monday, September 16, 2019

Hospitality

Hospitality 

Hospitality termasuk bentuk usaha jasa yang hampir sama karakteristiknya dengan bentuk usaha lain. Untuk itu dalam merumuskan karakteristik usaha hospitality, harus digali konsepnya dari usaha jasa secara umum baru kemudian dipahami karakteristiknya secara lebih spesifik. 

Baca juga artikel tantang pengembangan desa wisata disini

Dalam dunia pemasaran beberapa ahli mendefinisikan jasa dalam berbagai pengertian. Akan tetapi, pengertian-pengertian tersebut tidak jauh berbeda satu sama lain secara makna. Yoeti (2004 : 1) mendefinisikan jasa (service) sebagai suatu produk yang tidak nyata (intangible) dari hasil kegiatan timbal balik antara pemberi jasa (producer) dan penerima jasa (consumer) melalui suatu atau beberapa aktifitas untuk memenuhi kebutuhan pelanggan.


Sedangkan konsep lain dirumuskan oleh Valerie A. Zeithaml dan Mary Jo Bitner dalam bukunya service marketing, memberi batasan tentang pelayanan/ service sebagai : “service is include all economic activities whose output is not a physical product or contraction is generally consumed at that time it is produced and provides added value in forms (such as convenience, amusement, confort or health”.  Jika diartikan secara bebas, pelayanan memiliki makna sebagai bentuk aktifitas ekonomi yang hasilnya bukan merupakan produk dalam bentuk fisik atau kontruksi, yang biasa dikonsumsi pada saat yang bersamaan dengan waktu produksi sambil memberikan nilai tambah misalnya kenyamanan, hiburan, kesenangan atau kesehatan.

Selain kedua pengertian diatas, Philip Kotler memberi batasan tentang pelayanan/ service sebagai suatu aktivitas yang memberikan manfaat yang ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak lain dalam bentuk tidak nyata (intangible) dan tidak menimbulkan perpindahan kepemilikan.

Buku Pengantar Hospitality
Hotel dan Restoran sebagai salah satu Bisnis Hospitality, sumber: wikkipedia.com
Usaha hospitality sebagai usaha jasa atau pelayanan yang memiliki karakter lebih spesifik dalam operasionalnya jika dibandingkan bentuk usaha jasa lain. Sehingga setidaknya memiliki 7 karakteristik khusus yang wajib untuk diketahui, antara lain :

Tangible

Produk hospitality memiliki unsur tangible yang harus diperhatikan dalam operasionalnya.
Tangible atau “komponen produk nyata” adalah segala sesuatu yang dapat dilihat , disentuh/ diraba, diukur dan dihitung (Agus Sulastiyono, 2008 : 27). Secara umum komponen produk nyata ini termasuk tempat, desain furniture, seragam karyawan, fasilitas-fasilitas serta berbagai aspek nyata lain yang memperngaruhi kepuasan pelanggan.
Aspek tangible yang sangat sering diperhitungkan adalah mengenai fasilitas yang tersedia. Dalam industry perhotelan, pengadaan fasilitas seperti banquets mewah, kolam renang, discotheque, sauna, lapangan golf akan sangat menentukan pilihan orang mengapa mereka memilih hotel tersebut. Di kafe, selain makanan dan minuman, tamu juga akan memperhitungkan fasilitas tambahan seperti wiffi dan sebagainya sebagai penunjang kepuasan.
Lokasi yang strategis dalam usaha hospitality juga dipandang memiliki nilai ekonomi yang tinggi dan menentukan kepuasan wisatawan. Suatu hotel resort akan laku jika dekat dengan panorama pantai ataupun pegunungan yang indah. Lokasi juga berhubungan dengan daya jangkau konsumen, sebagus apapun produk wisata tidak akan berarti jika tidak dapat dijangkau calon wisatawan.

Intangibility

Karakteristik yang sangat dominan dalam menentukan kepuasan pelanggan terhadap produk hospitality adalah adanya unsure-unsur intangible dalam operasionalnya. Usur inilah yang sering disebut sebagai inti atau jiwa dari produk hospitality itu sendiri.
Itangibility memiliki arti sebagai “produk tidak nyata”, atau sesuatu hal yang tidak dapat ditangkap atau dirasakan sepintas dengan menggunakan indera pengecap, indera melihat, dan indera peraba, akan tetapi produk hospitality masih dapat dirasakan dan dialami oleh jiwa manusia melalui akal dan perasaan manusia.
suatu produk intangible yang dihasilkan hendaknya memenuhi keinginan-keinginan tamu tersebut, dan ide-ide apa serta bagaimana merealisasikan ide-ide tersebut sehingga produk dapat memberikan rangsangan kepada pelanggan/ tamu, kesemuanya itu merupakan rangkaian produk tidak nyata (intangible)
Faktor-faktor tidak nyata adalah segala hal yang dapat memberikan rasa kehangatan kepada tamu sebagai manusia, serta kesediaan untuk menyenangkan hati orang lain (Agus Sulastiyono, 2008 : 29).
Produk tidak nyata juga dapat berkaitan dengan tatakrama pelayanan atau courtesy staf kepada tamu atau pelanggan. Intangible dapat juga berupa kesan lingkungan keseluruhan usaha (atmosfer) yang ditangkap oleh tamu sehingga wajib bagi pengusaha untuk menciptakan suasana yang nyaman dan menyenangkan dalam lingkungan usaha hospitality secara keseluruhan.
Pada saat kita berkunjung ke restoran, selain untuk membeli makanan yang lezat kita juga lebih tertarik pada tata krama dan keramahan stafnya dalam melayani atau kadang kita juga berkunjung ke kafe karena tertarik terhadap kenyamanan atmosfer/ lingkunganya melalui tata lampunya yang redup/ romantis dengan didukung suara-suara alam sekitar yang natural sehingga mampu menentramkan jiwa. Dengan hal itu kita bisa betah duduk berjam-jam walaupun hanya untuk mengengguk secangkir kopi.
Sebaliknya, seenak apapun makanan dan minuman yang dihidangkan di sebuah restoran seandainya suasananya kurang nyaman bagi kita, mungkin kita tidak puas bahkan segera bergegas untuk pergi setelah makan.
Akibat karakteristik produk hospitality yang “tidak nyata” diatas, berdampak pada kesulitanya produk ini untuk di hitung (inventoried), kesulitan untuk di patenkan dan dituliskan, ataupun untuk dikomunikasikan melalui iklan. Bahkan sangat susah juga dalam penetapan harga jual (Valerie A. Zeithaml dan Mary Jo Bitner, 2004).
Karakter produk hospitality yang itangible tersebut sering menimbulkan ketidak pastian dalam benak pelanggan. Biasanya untuk mengurangi ketidak pastian tersebut konsumen sering mencari informasi mengenai variable tempat/ atmosfer (place), staf yang melayani (people), peralatan/ fasilitas yang digunakan (machine), bahan-bahan komunikasi (communication materials), symbol/ brand dan harga sebelum ia membeli. Sedangkan di pihak pengelola, setidaknya memperhatikan 6 variable tersebut dalam pengelolaanya agar selalu dalam kondisi terbaik dan siap guna untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggan.


Immovability

Karakteristik produk hospitality selanjutnya adalah immovable atau tidak dapat dipindahkan. Dalam hal ini penulis menegaskan bahwa produk hospitality hanya dapat dinikmati atau dikonsumsi di tempat dimana produk hospitality itu dibuat.
Seorang wisatawan yang ingin menikmati Candi Borobudur maka mustahil bagi pengelola memindahkan candi Borobudur ke rumah wisatwan. Wisatawan yang harus pergi ke Candi Borobudur di Magelang Jawa tengah. Yang lebih ekstrim tidak bisa juga wisatawan menyuruh semua ahli pahat terbaik untuk membuatkan candi yang serupa dengan Candi Borobudur. Sekalipun itu mungkin bisa, nilai otentik dan originalitas sejarah candi replika dari Candi Borobudur itu tidaklah sama dengan Candi Borobudur yang asli.

Simultaneity

Simultan berarti proses produksi dan konsumsi terjadi pada saat yang bersamaan (Yoeti, 2004 : 2).
Pengertian lainya adalah dari Robert G. Murdick, Barry Render, Roberta Russell (1990 : 4) yang menyatakan bahwa pelayanan dapat berbentuk barang dan jasa yang pada umumnya dikonsumsi dan diproduksi secara bersamaan.
Dalam hal ini produk hospitality sebagai sebuah produk jasa/ pelayanan hanya dapat diproduksi oleh produsen jika konsumen telah hadir untuk berpartisipasi dalam proses atau secara sederhana produk hospitality tersebut hanya dapat diproduksi pada saat bersamaan dengan waktu konsumsi pelanggan.
Jika kita ingin menginap di suatu hotel maka produk dan pelayanan hotel baru dapat kita nikmati jika kita sudah datang ke hotel, menikmati pelayanan check-in yang cepat serta sambutan ramah staf front office, pelayanan staf house keeping dan pelayanan staff food and beverage saat kita tinggal dan makan serta menikmati segala fasilitas hotel yang mewah serta suasananya yang nyaman, sampai pada saat terakhir kita ceck out meninggalkan hotel. Waktu dari kita ceck-in sampai ceck-out itulah waktu kita mengonsumsi produk hospitality, sedangkan staf hotel baru bisa memberikan pelayanan terhadap segala kebutuhan kita saat kita sudah berada di hotel tersebut. Setiap kontak staf hotel terhadap tamu bahkan hanya sekedar sapaan dan senyuman ramah sudah termasuk rangkaian proses produksi yang menentukan kepuasan secara keseluruhan terhadap produk hotel.
Dalam konteks hotel, produk hospitality berarti segala fasilitas dan pelayanan yang diberikan hotel untuk mendukung pengalaman kita yang menyenangkan, memuaskan dan berkesan dari kita ceck-in, selama kita tinggal sampai terakhir kita check out, tujuan akhirnya adalah sebuah pengalaman tinggal yang menyenangkan, memuaskan dan berkesan. Pengalaman tersebut dapat dirasakan pada saat kita berpartisipasi dalam proses produksi usaha hospitality tersebut (Simultaneity).
Yang unik dari produk hospitality adalah “walaupun pengalaman tinggal tamu telah selesai (proses produksi dan konsumsi berakhir), dengan manajemen pelayanan yang baik pengalaman tinggal tamu di hotel tersebut akan sangat berkesan bagi tamu dalam waktu yang lama”.

Heterogeneity

Secara bahasa heterogen berarti berbeda-beda ataupun bervariasi, sejalan dengan pendapat Yoeti (2004 : 2), jasa tidak memiliki standar ukuran yang objektif.
Heterogeneity berlaku juga dalam konsep hospitality. Oleh karena itu, akan sangat banyak sekali faktor yang menentukan konsumen puas ataupun tidak puas dalam suatu produk hospitality.
Variable yang menentukan puas dan tidak puas dari masing-masing konsumen juga sangat beragam dan subyektif walaupun terhadap satu produk hospitality yang sama.
Sebagai contoh mungkin dalam suatu keluarga yang berkunjung ke restoran, sang bapak akan merasa puas karena pelayanan stafnya cepat dan suasananya yang nyaman untuk keluarga, sedangkan sang ibu berbeda pendapat bahwa yang menentukan dia puas datang ke restoran tersebut adalah faktor makananya yang enak dan sehat, sedangkan sang anak menyenangi restoran tersebut karena dalam area outdoor ada fasilitas taman bermain anak-anak yang menyenangkan. Karena ketidak pastian faktor apa yang menentukan kepuasan konsumen maka pengelola harus mampu berfikir secara detai terhadap produk mereka.
Lain pendapat dengan Valerie A. Zeithaml dan Mary Jo Bitner (2004), yang mengatakan bahwa dampak dari karakter produk hospitality yang heterogen menjadikan produk hospitality ini sangat tergantung pada kinerja masing masing staf.
Contohnya adalah jika satu orang staf saja di hotel X yang membuat kecewa tamu hotel, maka tamu yang kecewa tersebut akan berpendapat bahwa pelayanan hotel X secara keseluruhan adalah buruk (generalisasi). Atau sebaliknya pelayanan dari satu saja staf hotel Y yang sangat berkesan bagi tamu (moment of truth) akan menimbulkan citra positive terhadap pelayanan hotel Y secara keseluruhan dan selamanya akan diingat tamu.
Selain kinerja staf, masih banyak unsur lain yang menentukan kepuasan konsumen terhadap kualitas produk hospitality secara keseluruhan namun sangat tergantung pada penilaian subyektif masing-masing tamu.
Dari banyak unsur tersebut, sebagian mungkin berasal dari faktor eksternal yang di luar kontrol manajemen, misalnya kondisi lingkungan yang bising, suasana yang tidak mengenakan seperti listrik mati, kesan angker dan lain-lain.
Merangkum faktor-faktor penentu kepuasan yang sangat heterogen, Agus Sulastiyono (2008 : 41) merumuskanya menjadi 3 golongan yaitu P,B,E. Dijelaskan sebagi berikut
P = Produk yang dihasilkan, seperti, kebersihan, kerapihan, Kenyamanan, keamanan dan lain-lain.
B = Behavior atau perilaku staf dalam memberi pelayanan, yang mempunyai tanggung jawab pendistribusian produk hospitality kepada tamu.
E = Environment atau lingkungan tempat usaha yang mendukung.

Perishability

Perisable mengandung arti bahwa produk hospitality tidak dapat disimpan atau juga berarti bahwa produk hospitality tidak bertahan lama. Sehingga dengan karakter produk hospitality yang demikian itu akan sangat susah bagi perusahaan untuk menyesuaikan permintaan dan penawaran.
jika suatu hotel memiliki kapasitas 600 kamar dan pada hari ini hanya terjual 500 kamar, maka sebanyak 100 kamar yang tidak laku hari ini dianggap hangus hotel merugi sejumlah biaya maintenance, dan tidak dapat dijual kembali pada esok hari karena kapastitas kamar tetap yaitu hanya 600 kamar.
Dapat pula dimaknai lain, misalnya saat kita melihat hiburan berupa konser music ataupun atraksi kesenian tari budaya secara live maka setiap detik dari moment tersebut akan terlewatkan jika kita tidak konsentrasi. Dan tidak dapat di replay selayaknya kita menonton sebuah video.
Dalam kunjungan wisata misalnya, maka setiap kontak dan kesan yang terjadi antara wisatawan dan tuan rumah yang terjadi adalah hospitality. Tidak mungkin kontak yang terjadi secara spontan tersebut akan mampu diulang secara persis.

Inseparability

Philip Kotler (dalam Yoeti, 2004 :1) memberi batasan tentang service sebagai suatu aktivitas yang memberikan manfaat yang ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak lain dalam bentuk tidak nyata (intangible) dan tidak menimbulkan perpindahan kepemilikan (Inseparability)
Wisatawan yang membeli paket berkunjung ke suatu destinasi wisata candi bukan berarti dapat memiliki atau mengambil artefak yang ditemui dalam perjalanan wisatawanya. Bahkan kegiatan mengambil benda cagar budaya adalah sangat terlarang atau illegal.
Contoh kedua saat kita membeli kamar hotel, bukan berarti setelah kita membeyar lunas, segala fasilitas di kamar tersebut dapat kita ambil meskipun barang itu sepele seperti towel.
Membahas karakter inseparability biasanya kita akan berhadapan dengan beberapa pertanyaan seperti berikut :
Jika tidak menimbulkan kepemilikan apakah membeli produk hospitality berarti menyewa?
Walupun kita membeli dan tidak menimbulkan kepemilikan bukan berarti menyewa, mungkin benar untuk benda-benda nyata (tangible) seperti bus pariwisatanya tetapi tidak benar secara makna keseluruhan.
Tentu kemudian timbul di benak kita bahwa apa yang sebenarnya di beli dari kedua produk hospitality dalam contoh diatas jika produk tersebut tidak dapat dimiliki dan juga bukan menyewa ?
Jawabanya, yang dibeli adalah pengalaman, kebanggaan dan naiknya nilai diri akibat manfaat produk hospitality yang dibeli.
Di hotel misalnya, segala fasilitas terbaik dan pelayanan staf yang diberikan pihak hotel hanya untuk menciptakan pengalaman berkunjung tamu yang menyenangkan, memuaskan dan berkesan. Dari tamu ceck-in, selama kita tinggal sampai terakhir tamu check out.
Penyedia jasa pemandu ekowisata membawa wisatawan menyusuri pegunungan yang memiliki pemandangan yang indah dengan medan sedikit menantang. Yang dijual oleh pemandu wisata kepada wisatawan adalah jasa panduan dan pengalaman wisatawan untuk sebuah kebanggan dan kepuasan. jiwa.

Buku Pengantar Manajemen Hospitality

Buku Pengantar Manajemen Hospitality ini berisi materi yang menjelaskan secara lengkap konsep-konsep hospitality, hospitality sebagai usaha jasa, jenis-jenis usaha bidang hospitality, disertai panduan dalam perencanaan bisnis hospitality khususnya seperti hotel dan restoran.

Pengantar Manajemen Hospitality
Buku Pengantar Manajemen Hospitality

Buku ini diperjualbelikan dengan sistem Print on Demand (POD), sehingga untuk mendapatkan buku ini dapat memesan langsung kepada Penerbit NEM dengan kontak person Bapak Mohen Andreas Hp/Wa: 0853 2521 7257


Latihan
Untuk menguji pemahaman Anda terkait dengan materi diatas, Anda dapat mengikuti latihan soal dengan cara klik tautan berikut https://forms.gle/BvwsKFwgU22yPdo4A
atau pindai QR Code berikut:










Friday, September 6, 2019

Teori dalam Riset Ilmiah Pariwisata

Pengertian Teori

Dalam melakukan riset peneliti membutuhkan teori untuk dapat menjelaskan secara cermat mengenai gejala-gejala atau fenomena. Teori yang dimaksud yaitu : 
  1. Merupakan sekumpulan dari ilmu yang telah diuji kebenarannya dan diterima oleh umum.
  2. Teori merupakan kumpulan dari konsep, definisi dan proposisi yang saling berhubungan
  3. Teori menjelaskan hubungan antar variabel atau antar konsep sehingga dapat menjelaskan fenomen-fenomen yang terjadi dilapangan dapat diketahui secara jelas.
  4.  Tujuan dari teori untuk menjelaskan fenomena
Jumlah teori yang harus dimiliki dalam penelitian kualitatif relatif lebih banyak dibanding penelitian kuantitatif. Dalam penelitian kualitatif teori bersifat holistic dan akan semakin berkembang disesuaikan dengan fenomena yang terjadi di lapangan, sedangkan dalam penelitian kuantitatif teori sudah dipersiapkan sesuai dengan variabel penelitian kemudian diterapkan di lapangan. 

Pemahaman akan pengetahuan yang luas, baik pengetahuan teoritis maupun pengetahuan yang terkait dengan konteks sosial di lapangan sangat penting dimiliki oleh peneliti kualitatif untuk pengembangan wawasan dan memperdalam teorisasi yang ada. Namun demikian sekalipun peneliti kualitatif sudah banyak memiliki teori dan pengetahuan fenomena di lapangan sifatnya masih sementara karena dalam penelitian kualitatif tetap harus berpegang pada grounded research, yaitu menemukan teori berdasarkan data yang diperoleh di lapangan atau sistuasi sosial yang ada. 

Teori merupakan suatu kumpulan konstruk (construct) atau konsep (concepts), definisi (definitions), dan proposisi (proposition) yang menggambarkan fenomena secara sistematis melalui hubungan antar variable dengan tujuan untuk menjelaskan (memprediksi) fenomena alam (Kerlinger, 1986, Foundations of Behavioral Research New York USA: 9). 

Teori dalam Riset Ilmiah
Albert Einstein, Penemu Teori Relatifitas, Sumber: pixabay

Kerlinger (1981) mendefinisikan teori sebagai seperangkat konstruk (konsep), definisi, dan proposisi yang berfungsi untuk melihat fenomena secara sistematik melalui spesifikasi hubungan antar variabel, sehingga dapat digunakan untuk menjelaskan dan meramal fenomena. “Theory is a set of interrelated construct (conscepts), definitions, and proposition that present a systematic view phenomena by specifying relations amog variables, with purpose of explaining and predicting the phenomena.” 

Teori adalah generalisasi, atau kumpulan generalisasi yang dapat digunakan untuk menjelaskan berbagai fenomena secara sistematik (Wiliam, 1986). Sugiyono (2011) dalam bukunya yang berjudul metode penelitian kuantitatif, kualitatif, dan R&D menjelaskan teori dalam tiga sudut pandang, yaitu : 
  1. Teori menunjuk pada sekelompok hukum yang tersusun secara logis. Hukum tersebut biasanya bersifat hubungan deduktif. Menunjukan variabel-variabel empiris yang bersifat ajeg dan dapat diramalkan.
  2.  Suatu teori dapat juga berupa suatu rangkuman tertulis mengenai suatu kelompok hukum yang diperoleh secara empiris dalam suatu bidang tertentu.
  3. Suatu teori juga dapat menunjuk pada suatu cara menerangkan yang menggeneralisasi, terdapat hubungan yang fungsional antara data dan pendapat teoritis.
Setiap penelitian yang dikerjakan selalu menggunakan teori (Neuman, 2003), kemudian setiap teori harus dapat diuji kebenaranya. Oleh karena itu, riset dan teori adalah hal yang tidak dapat dipisahkan. Rumusan teori dalam penelitian kuantitatif lebih banyak mengandalkan berbagai sumber yang sudah memaparkan berbagai teori keilmuan. Menurut Santosa (2017), ada tiga hal pokok yang diungkap dalam definisi teori, yaitu : 
  1. Elemen teori terdiri atas konstruk, konsep, definisi dan proposisi
  2. Elemen teori memberikan gambaran sistematis mengenai fenomena melalui penentuan atas variabel
  3. Tujuan teori untuk menjelaskan dan memprediksi fenomena yang terjadi.


Fungsi Teori

Hoy & Miskel (2001) mengemukakan beberapa fungsi teori sebagai berikut : 
  1. Sebagai konsep, asumsi dan generalisasi yang logis
  2. Sebagai pengungkap, penjelas, dan untuk meprediksi perilaku yang memiliki keteraturan
  3. Sebagai stimulan dan panduan untuk mengembangkan pengetahuan
Menurut Sugiyono (2011) sebuah teori mengandung makna sebagai fungsi yang mencakup 3 (tiga) hal dalam mempermudah perumusan variabel dan hipotesis penelitian kuantitatif yaitu : 
  1. Fungsi eksplanatif yaitu teori harus mampu menjelaskan hubungan peristiwa yang satu dengan peristiwa yang lain. Misalnya peristiwa Upacara adat di Bali dengan peristiwa lonjakan penumpang pesawat dari Jakarta menjuju Bali.
  2. Fungsi prediktif yaitu teori dapat meramal atau memprediksi, Misalnya jumlah wisatawan akan semakin banyak apabila pelayanan obyek ditingkatkan. Dari teori ini dapat dijelaskan bahwa peningkatan pelayanan yang dilakukan dalam sebuah obyek wisata akan dapat memprediksi jumlah wisatawan
  3. Fungsi kontrol yaitu teori dapat mengendalikan peristiwa supaya tidak mengarah pada hal-hal yang tidak diinginkan. Misalnya peristiwa Tingkat hunian kamar hotel dengan peristiwa besarnya. Diskon yang dapat memicu tingkat hunian kamar disebabkan karena krisis ekonomi. Jadi dalam hal ini krisis ekonomi dapat dikontrol/dikendalikan dengan besarnya diskon
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa fungsi dari sebuah teorisasi yaitu untuk menjelaskan dan meramal perilaku, menemukan teori lainnya, digunakan untuk aplikasi praktis, memberikan perspektif bagi usaha penjaringan data, membimbing dan menyajikan gaya penelitian. 

Mencari dan menyusun teori merupakan hal yang harus segera dilaksanakan setelah peneltiti selesai menemukan rumusan masalah dalam proyek penelitianya. Teori-teori yang digunkan adalah teori-teori yang relevan dengan tema dan rumusan masalah penelitian, jika temanya adalah “Pengaruh pelayanan terhadap kepuasan pelanggan di restoran Murah Meriah” setidaknya teori yang digunakan adalah teori tentang pelayanan prima, kepuasan dan tentang restoran, didukung dengan hasil-hasil penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian “Pengaruh pelayanan terhadap kepuasan pelanggan di restoran Murah Meriah,” baik hasil riset yang positif, maupun negatif riset untuk mendukung perumusan kerangka pemkiran dan juga digunakan sebagai dalih dalam pembahasan yang akan mendukung hasil penelitian. Landasan teori ini perlu ditegakan agar penelitian kita mempunyai dasar yang kokoh, bukan sekedar perbuatan coba-coba (trial and eror). Landasan teoritis juga berfungsi sebagai ciri bahwa suatu penelitian itu merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data (Sugiyono, 2011). 

Teori dalam Riset Ilmiah
Teori Evolusi  yang Sangat Fenomenal dari Charles Darwin
Sumber: https://pixabay.com


Konsep, Konstruk, dan Definisi Operasional

Konsep pada dasarnya merupakan objek penelitian, kejadian atau atribut yang sifatnya masih sangat umum (abkstrak). Sebuah konsep atau kepustakaan yang dipilih hendaknya mengacu pada problematika dan tujuan penelitian. Hal ini dimaksudkan agar dalam perumusan hipotesis nantinya tidak keliru. Konsep yang dipilih juga harus memiliki relevansi dengan definisi-definisi operasional yang terdapat dalam judul penelitian. Konsep dalam penelitian memiliki peran penting diantaranya : 1) Konsep membantu mempermudah dan memperjelas perumusan hipotesis; dan 2) konsep mempermudah pembentukan variabel penelitian. Jika penelitian ditujukan untuk menguji “Pengaruh pelayanan terhadap kepuasan pelanggan di restoran Murah Meriah,”maka agar rumusan masalah mudah dimengerti dan tidak ambigu, maka sebelum mengajukan sebuah hipotesis perlu dikaji kejelasan terhadap istilah-istilah yang ingin diuji, apakah yang dimaksud dengan pelayanan, apa yang dimaksud kepuasan? Pertanyaan pertanyaan tersebut berkaitan dengan konsep dan konstruk dalam penelitian. 

Konstruk merupakan abstraksi yang lebih jelas daripada sebuah konsep. Kontruk adalah konsep yang telah memiliki makna tambahan. Sebagai contoh“kepuasan konsumen,” kepuasan konsumen dijelaskan (diabstraksikan) sebagai perasaan psikologis seseorang atau sekelompok orang sebagai pembeli atau sekelompok pembeli yang menikmati produk atau jasa tertentu. dimensi seseorang atau sekelompok orang terhadap pelayanan, rasa, harga dan lain sebagainya. Kesimpulanya, konstruk yang baik adalah konstruk yang mampu menemukan atau mencerminkan variabel penelitian. Variabel penelitian sendiri juga dapat dimaknai sebagai sebuah konstruk yang diukur dengan berbagai macam nilai, sehingga mampu memberikan gambaran yang lebih nyata terhadap sebuah atau beberapa fenomena dalam penelitian. 

Definisi operasional merupakan sebuah konstruk yang diubah menjadi sebuah variabel yang lebih jelas, memiliki kejelasan ukuran, dan indikatornya. Contoh, kepuasan konsumen terhadap produk jasa. Puas terhadap pelayanan tercermin (indikator) dari ketepatan waktu, ketepatan ukuran, ketepatan penampilan. Contoh lain pada definisi operasional loyalitas, loyalitas tercermin dari (indikatornya) keseringan atau frekuensi beli, tingkat frekuensi merekomendasikan kepada orang lain. Dengan kata lain, definisi operassional merupakan variabel yang sudah dapat teramati (observed variable). 

Kegunaan Teori dalam Penelitian

Semua penelitian bersifat ilmiah, oleh karena itu semua peneliti harus berbekal teori. Dalam penelitian kuantitiatif, teori yang digunakan harus sudah jelas, karena teori berfungsi untuk memperjelas masalah yang akan diteliti, sebagai dasar untuk merumuskan hipotesis, dan sebagai referensi dalam menyusun instrumen penelitian (Sugiyono, 2011). 

Seperti sudah dijelaskan di atas bahwa teori mencakuptiga fungsipaling tidak dalamsebuah penelitian ketiga fungsi teori tersebut dapat difungsikan untuk memperjelas permasalahan yang dikemukakan, dapat menuntun perumusan hipotesis dan bisa mempermudah dalam perumusan variabel penelitian 

Teori yang digunakan dalam sebuah riset kuantitatif memiliki beberapa fungsi. Uraian berikut memberikan ilustrasi masing-masing fungsi keberadaanya dalam sebuah penelitian. 

Salah satu fungsi seperti dijelaskan di atas (fungsi eksplanatif) yaitu bahwa teori untuk memperjelas dan mempertajam ruang lingkup atau konstruk variabel yang akan diteliti. Berikut merupakan contoh penyusunan konstruk dari variabel penelitian yaitu “daya tarik wisata” sebagai berikut. 

“Pengelolaan keselamatan wisata akan selalu terkait dengan upaya-upaya meminimalkan risiko dan kecelakaan. Risiko didefinisikan sebagai sumber-sumber yang mengandung unsur perusak yang potensial bagi wisatawan, operator atau destinasi, dan komunitas. Elemen-elemen risiko dilihat dari siapa atau apa yang terkena dampak, atau apa yang mengalami kerugian dari setiap keadaan yang mengandung bahaya. Elemen-elemen tersebut termasuk : manusia, lingkungan, fasilitas, infrastruktur, sarana umum, dan ekonomi (AICST, 2006). Risiko secara umum adalah segala sesuatu yang dapat terjadi pada diri manusia yang tidak diharapkan muncul.Semua kegiatan manusia pada dasarnya akan memiliki risiko meskipun kegiatan tersebut bertujuan untuk mencapai kesenangan saja (Yudistira & Susanto, 2012).Sedangkan kecelakaan didefinisikan sebagai kejadian yang tidak diinginkan, yang dapat menimbulkan cidera, kematian, kerugian, dan kerusakan pada property. Kecelakaan dapat terjadi karena kondisi simultan dari faktor manusia, faktor lingkungan, dan faktor alam sendiri (AICST, 2006). Dalam Guidelines for safe recreational water (2003)disebutkan bahwa pencegahan resiko kecelakaan dapat dilakukan dengan peningkatan keselamatan. Peningkatan keselamatan tersebut dapat diintervensi dengan 5 pendekatan yaitu : 1. Pekerjaan/ perekayasaan (engineering); 2. Memperkuat (enforment); 3. Pendidikan (education); 4. Tindakan untuk memberanikan (encouragement); dan 5. Kesiapan bahaya (emergency preparadness). Pengelola destinasi wisata yang mengandung risiko tinggi wajib memperhatikan keselamatan pengunjung dengan perencanaan dan pengendalian risiko, seperti diamanahkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia No 10 Tahun, 2009 Pasal 26. Desa Wisata Nglanggeran merupakan desa wisata yang mengadalkan wisata alam Kawasan Gunung Api Purba Nglanggeran serta aktifitas petualangan pendakian sebagai daya tarik wisata utamanya. Petualangan merupakan kegiatan yang sengaja mencari risiko dan ketidakpastian hasil. Dalam wisata petualangan komersial, risiko dan ketidakpastian harus dikelola erat jika tidak dapat dihilangkan (Ewert dkk dalam Entwistle, 1923).” 

Fungsi kedua dari teori berguna untuk prediksi dan membantu peneliti menemukan fakta, merumuskan hipotesis, dan menyusun instrumen penelitian. Perhatikan contoh berupa kaitan teori dan hipotesis riset berikut 

“Hasil dari penelitian terdahulu menunjukan bahwa daya tarik wisata terbukti secara empiris sebagai faktor yang menentukan kepuasan wisatawan terhadap sebuah destinasi (Naidoo dkk., 2011; Adom, Jussem, Pudun, & Azizan, 2012; Basiya & Rozak, 2012;Soebiyantoro, 2009; dan Darsono, 2015). Berdasarkan hasil-hasil dari penelitian terdahulu, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah : (1) Ha:Daya tarik wisata berpengaruh terhadap kepuasan wisatawan.” 

Penggalan riset di atas menunjukan pola keterkaitan antara teori-teori ahli dan perumusan hipotesis penelitian. Penggalan hasil riset di atas sekaligus menunjukan fungsi teori untuk prediksi dan membantu peneliti menemukan fakta, serta merumuskan hipotesis penelitian (Ha). Sedangkan fungsi teori untuk menyusun instrumen penelitian akan dijelaskan di bab selanjutnya. 

Fungsi teori yang ketiga adalah untuk membahas hasil penelitian, mendukung hasil analisis penelitian, dan memecahkan masalah. Lihatlah contoh penggalan dari pembahasan hasil penelitian dengan rumusan masalah “Pengaruh daya tarik wisata terhadap kepuasan wisatawan”berikut : 

“Daya tarik wisata terbukti berpengaruh signifikan terhadap kepuasan wisatawan di Gunung Api Purba Nglanggeran. Hal ini dapat dibuktikanpada tabel 5 nilai P value0.000, jauh lebih kecil dari nilai alpha 0.05 pada taraf kepercayaan 95%. Hasil penelitian ini mendukung penelitan terdahulu yang telah dilakukan oleh Naidoo dkk (2011) yang menemukan bahwa daya tarik wisata berbasis alam berkontribusi dalam mempengaruhi kepuasan. Demikian juga dengan penelitian lain yang menyatakan bahwa daya tarik wisata berkontribusi positif dalam mempengaruhi kepuasan berwisata (Lesmana & Brahmanto, 2016; Rajesh, 2013;Naidoo dkk., 2011; Adom et al., 2012; Basiya & Rozak, 2012; dan Darsono, 2015).” 

“Nilai original sample variabel daya tarik wisata dalam mempengaruhi kepuasan adalah positif yaitu sebesar 0,408 yang menunjukkan bahwa arah hubungan antara X1dengan Y1 adalah positif, Pengaruh positif tersebut juga dapat dibuktikan dengan hasil analisis diskriptif yang menunjukan persepsi responden terhadap daya tarik wisata yang positif, selaras dengan tingkat kepuasan responden yang berada pada tingkat puas. Jika diinteprestasikan berarti semakin meningkat daya tarik wisata semakin meningkat pula kepuasan wisatawan di Gunung Api Purba Nglanggeran. Pengaruh positif juga dapat berarti sebaliknya, yaitu semakin menurun kualitas daya tarik wisata akan semakin menurun pula kepuasan wisatawan sehingga dikawatirkan akan berdampak pada menurunya minat kunjungan wisatawan seperti pada hasil penelitian terdahulu (Wiradiputra & Brahmanto, 2016).Hasil ini membuktikan betapa pentingnya pengelolaan daya tarik wisata dalam meningkatkan kepuasan wisatawan. Oleh karena itu dirasa tepat langkah pengembangan daya tarik wisata alam di Gunung Api Purba yang telah dilakukan pengelola dengan mengacu pada prinsip-prinsip Community Based Tourism (CBT). Prinsipmenjunjung tinggi kearifan dalam CBT diharapkan mampu menghasilkan destinasi wisata yang unik serta bernilai lokal (lokal sense) sebagai sebuah keunggulan bersaing (Ainurrahman, 2010); menjamin keberlanjutan lingkungan; meningkatkan kebanggaan masyarakat lokal (Suansri dkk., 2013), serta yang utama pengembangan daya tarik dengan CBT terbukti mampu menjamin kepuasan wisatawan.” 

Berdasarakan penggalan riset di atas, maka dapat diamati sistematika pembahasan hasil riset (ditandai dengan garus bawah) pada riset kuantitatif, dengan didukung teori-teori (hasil penelitian) para peneliti terdahulu guna memperkuat temuan peneliti. Dari contoh diatas setidaknya dapat dilihat salah satu fungsi teori yaitu untuk membahas hasil penelitian, mendukung hasil analisis penelitian, dan memecahkan masalah secara ilmiah. 

Untuk memperkuat pembahasan hasil riset kuantitatif, maka setidaknya cari teori pendukung (hasil penelitian terdahulu) lebih dari 1, minimal 3 atau bisa lebih banyak lagi. Kecuali untuk penelitian yang benar-benar masih baru atau penelitian prediktif, peneliti bisa mengesampingkan saran di atas.

Membuat Latar Belakang Riset Pariwisata Kuantitatif Dengan Mudah

Latar belakang bukan mengupas tentang motivasi atau tujuan sebuah penelitian dilakukan, tetapi lebih pada apa yang melatar belakang sebuah masalah penelitian perlu dipecahkan. Oleh sebab itu dalam sebuah ranncangan latar belakang biasanya mencakup beberapa langkah yang disebut dengan 5 W + 1 H (What,Why,Who, Where, When, dan How).

Sumber: https://www.wisata.haryhermawan.com

What (apa) berarti menunjuk kepada apa yang akan dipersoalkan dalam sebuah riset itu, atau masalah apa yang diangkat dalam sebuah penelitian.

Why (mengapa) artinya bahwa mengapa problematik atau permasalahan itu perlu diangkat dalam sebuah penelitian. Tingkat urgensi dan kompetensi sebuah rumusan masalah perlu diangkat dalam sebuah penelitian biasanya memiliki sebab-sebab tertentu yang mendorong seorang peneliti untuk memecahkannya.

Who (siapa) berarti bahwa siapa yang akan menjadi subyek penelitian dan siapa yang akan dijadikan obyek penelitian, alasan-alasan orang melakukan penelitian dibidang tertentu biasanya tidak saja alasan subyektif (kepentingan pribadi) melainkan sebuah anjuran atau permintaan dari pihak lain. 

Where (dimana) berarti menunjuk sebuah lokasi dimana penelitian itu akan dilakukan. alasan subyektif maupun obyektif perlu dikemukakan dalam penentuan lokasi penelitian, hal ini dimaksudkan untuk menunjukkan intensitas sebuah penelitian dilakukan dalam obyek tersebut.

When (kapan) menunjuk tentang waktu penelitian akan dilakukan, biasanya dikaitkan dengan waktu/saat-saat tertentu ada kejadian yan menarik untuk diteliti.

Tahap terakhir yaitu How (bagaimana), ini berarti persoalan-persoalan teknis apa yang direncanakan akan dilakukan.Terkait dengan persoalan-persoalan administrasi atau syarat untuk pelaksanaan penelitian, metode yang akan dilakukan, penentuan populasi dan sampel, alat analisis atau alat pengujian hipotesis.

Bekal yang perlu disiapkan oleh peneliti agar dapat memperkaya wawasan dalam penelitian sehingga menuntun penyusunan latar belakang menjadi sistematis dan mengarah pada rumusan masalah penelitian antara lain :
  1. Melakukan strudi eksplorasi, studi ini dilakukan pada sebuah obyek tertentu untuk memperoleh informasi-informasi secara empiris terhadap masalah yang akan dikaji. Persoalan-persoalan empiris yang akan diperoleh melalui tindakan ini adalah data-data primer, dan berbagai masalah yang mendeskripsi tentang kondisi nyata yang ada di lapangan
  2. Melakukan studi literasi, studi ini dilakukan melalui berbagai teori, informasi media, penelitian terdahulu, maupun berbagai bentuk data dokumentasi yang dapat mendorong peneliti untuk merumuskan judul dan masalah penelitian. Dapat menginspirasi peneliti dan membantu peneliti untuk menentukan jenis penelitian yang akan dilakukan 
Pada umunya meng-akhiri uraian latar belakang masalah penelitian, peneliti merumuskan sebuah judul penelitian, karena uraian dalam latar belakang telah memberikan bekal argumentasi kepada peneliti untuk merumuskan masalah yang akan dipecahkan.

Mengenal Riset Kuantitatif untuk Penelitian Pariwisata

Peneliti pemula agaknya sering menghadapi beberapa kesulitan menggolongkan jenis penelitian bentuk kuantitatif atau kualitatif, tetapi bisa dirumuskan beberapa acuan yang mengarahkan bahwa sebuah penelitian bentuk kuantitatif. Sebuah penelitian digolongkan kedalam metode penelitian kuantitatif jika memiliki beberapa karakteristik tertentu. Karakter tersebut dapat diidentifikasikan sebagai berkut : 

  1. Penelitian berangkat dari pola pikir deduktif.
  2. Penelitian yang memandang sebuah fenomena secara fisik melalui kemampuan panca indera.
  3. Penelitian umumnya bertujuan untuk menguji teori dan masalah yang telah ditentukan.
  4. Penelitian dimaksudkan untuk menguji sebuah hipotesis.
Melalui berbagai karakteristik di atas dapat dirumuskan bahwa sebuah metode penelitian kuantitatif yaitu cara penelitian yang memandang sebuah fenomena fisik dengan pola pikir deduktif, bermasud untuk melakukan pengujian hipotesis dari fenomena fisik tersebut melalui sebuah pengujian teori.

Fenomena fisik dalam penelitian kuantitatif diperoleh dari hasil pengamatan, eksplorasi berbentuk data-data yang dapat diukur. Data penelitian kuantitatif diperoleh utamanya melalui instrumen kuesioner maupun data-data yang dihasilkan dengan cara mencacah atau menghitung. 

Riset Kuantitatif untuk Penelitian Pariwisata
Riset Kuantitatif (ilustrasi), Sumber: kanalinfo.web.id

Rumusan masalah dan hipotesis yang diajukan dalam penelitian kuantitatif sudah disiapkan oleh peneliti berdasarkan fenomena yang ditemukan di lapangan kemudian dilakukan pengujian berdasarkan teori yang ada. Umumnya ketika melakukan pengujian teori data-data yang telah diperoleh penelitian diperlukan bantuan statistik mengingat data-data yang diperoleh sudah terukur sesuai dengan skala pengukuran data, ketepatan dan keabsahanya 

Setiap kegiatan penelitian selalu berangkat dari masalah. Namun ada sedikit perbedaan karakteristik masalah yang diangkat baik itu dalam penelitian kuantitatif maupun kualitatif. Masalah dalam penelitian kuantitatif sudah harus benar-benar jelas sebelum penelitian dilaksanakan, karena penelitian kuantitatif menganut paradigma deduktif (pembuktian). Sedangkan dalam penelitian kualitatif, penelitian sudah dapat dilaksanakan walaupun masalah yang diangkat masih belum begitu jelas atau masih nampak samar-samar. 

Proses perumusan masalah penelitian diawali dengan identifikasi masalah. Identifikasi masalah dapat dilakukan dengan mengkaji fenomena dilapangan atau perkembangan kasus tertentu, kajian literatur, atau dari penelitian-penelitian terdahulu. Setelah diidentifikasi, dan dibatasi, masalah tersebut dapat dirumuskan umumnya di tegaskan dengan kalimat tanya atau dapat juga sebuah pernyataan. 

Contoh rumusan masalah : Dengan Kalimat tanya “Apakah ada perbedaan kinerja yang cukup signifikan antara karyawan Front Office berjenis kelamin laki-laki dan perempuan?” Rumusan masalah juga dapat dibuat pernyataan seperti berikut “Ada perbedaan kinerja yang cukup signifikan antara pegawai Front Office laki-laki dan perempuan.” Atau Pegawai berjenis kelamin laki-laki memiliki kinerja lebih baik daripada perempuan. 

Berdasarkan rumusan masalah seperti contoh di atas, kemudian peneliti dapat menggunakan berbagai teori untuk menjawabnya. Jika rumusan masalahnya “Apakah ada perbedaan kinerja yang cukup signifikan antara pegawai front office laki-laki dan perempuan?” Maka setidaknya kajian teori yang dilakukan meliputi : teori gender, teori kinerja, deskripsi kerja dan kualifikasi kerja di Front Office, hasil penelitian-penelitian terdahulu yang relevan, dan hal-hal lain yang berhubungan dengan insdustri jasa khususnya perhotelan. 

Teori dalam penelitian kuantitatif dapat digunakan untuk menjawab rumusan masalah yang baru saja ditetapkan seperti di atas. Jawaban terhadap rumusan masalah yang digali dari sebuah teori adalah sebuah kesimpulan sementara (hipotesis). Maka hipotesis dapat dinyatakan sebagai jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian (Sugiyono, 2011). 

Tugas peneliti selanjutnya, setelah menetapkan hipotesis adalah mengujinya, atau membuktikan kebenaranya secara empiris. Untuk kepentingan pengujian hipotesis tersebut, maka peneliti harus melakukan pengumpulan data lapangan (empiris) di suatu wilayah atau populasi. Jika populasi terlalu luas, maka mempertimbangkan waktu, dana, dan upaya, peneliti dapat melakukan sampling (mengambil sebagian data dari populasi). Tentu pengambilan sampel harus representatif jika peneliti ingin mengambil suatu generalisasi dari hasil penelitian. 

Sesuai namanya, meneliti adalah kegiatan mencari data yang harus dilakukan dengan teliti atau akurat. Ketelitian dan kesahihan data dapat diusahkan dengan meningkatkan kualitas instrumen (alat pencarian datanya). Oleh karena itu, sebelum melakukan pencarian data, peneliti wajib menguji kehandalan instrumenya, dalam penelitian kuantitatif instrumen utamanya adalah kuesionair atau angket. Uji kehandalan instrumen dapat dilakukan dengan melakuan uji validitas dan reabilitasnya. Hanya intrumen yang telah teruji kehandalanya yang dapat digunakan untuk mengukur variabel. 

Data yang telah terkumpul kemudian dapat diolah dan dianalisis. Dalam penelitian kuantitatif, analisis dapat menggunakan metode-metode statistika yang dapat disesuaikan dengan jenis rumusan masalah dan hipotesisnya. Metode statistik yang dapat digunakan diantaranya statistik deskriptif dan statistik inferensial. Statistik inferensial masih dapat dibagi kedalam dua golongan, yaitu statistik inferensial parametrik dan non parametrik. Apapun metode statistiknya, langkah analisis ditujukan untuk menjawab hipotesis. (Aplikasi pengujian data melalui atau uji signifikasi hasil penelitian akan dibahas pada bab tersendiri) 

Data hasil analisis dapat disajikan dalam bentuk, bagan, grafik, atau bisa juga bentuk tabel. Dipilih yang paling mudah untuk kepentingan interprestasi data dengan penjelasan-penjelasan yang lebih mendalam. 

Setelah pembahasan dilakukan, maka langkah selanjutnya dapat dilakukan penarikan kesimpulan. Banyaknya kesimpulan menyesuaikan jumlah rumusan masalah yang diajukan. Jika rumusan masalahnya “Apakah pengaruh gaji terhadap kinerja pegawai hotel?” Maka akan melahirkan setidaknya 3 kesimpulan, yaitu 2 kesimpulan diskriptif (diskripsi tentang gaji dan pegawai) dan 1 kesimpulan asisiatif (apakah menerima atau menolak hipotesis penelitian). 

Setelah penarikan kesimpulan dilakukan, pada penelitian aplikatif dapat diteruskan dengan memberi rekomendasi-rekomendasi manajerial yang kongrit mengacu pada kesimpulan atau hasil penelitian. Rekomendasi yang dimaksud adalah langkah-langkah mengatasi masalah secara manajerial. Secara lengkap, proses penelitian kuantitatif digambarkan dalam bagan berikut : 

Riset Kuantitatif untuk Penelitian Pariwisata
Alur Umum Penelitian Kuantitatif, Sumber: Hary Hermawan
Materi selanjutnya tentang trik mudah membuat latar belakang riset 


Tuesday, September 3, 2019

Memperoleh Sertifikat Menulis (Id Menulis) Resmi dari Ristekdikti

Pada kesempatan kali ini saya akan bercerita mengenai pengalaman saya memperoleh sertifikat Indonesia Menulis (Id Menulis). Sebagai informasi, bahwa program Id Menulis ini merupakan hasil kerjasama dari Ristekdikti dan Ruang Guru melalui aplikasi ruang kerja. Program ini diluncurkan bertepatan dengan Peringatan Hari Kebangkitan Teknologi Nasional ke 24 tahun 2019.

Mengutip Direktur Jenderal (Dirjen) Penguatan Riset dan Pengembangan Kementrian Riset Muhammad Dimyati, dalam antaranews.com bahwa program id menulis ini ditujukan untuk mendorong peningkatan kualitas karya ilmiah Dosen dan Peneliti di Indonesia.  Mengingat publikasi merupakan salah satu kewajiban dosen dan peneliti.  Dengan adanya Id Menulis ini diharapkan penulisan karya ilmiah Indonesia akan semakin termonitor perkembangannya.

Pengalaman saya mengikuti program ini terasa cukup menyenangkan karena disini kita dapat belajar dari para ahli dalam bidang kepenulisan ilmiah yang dilakukan secara online melalui aplikasi ruang kerja yang dapat di download langsung di google playstore. Agar dapat lulus passing grade (nilai hasil ujian lebih dari atau sama dengan 70) peserta harus mengikuti materi kuliah online sebanyak 15 materi dengan dua kali test, pre test (sebelum mengikuti materi) dan post test (setelah menyelesaikan materi). Topik yang disampaikan berkaitan dengan:
  1. Pengantar tentang menulis ilmiah, 
  2. Etika publikasi, 
  3. Publikasi di era digital, 
  4. Gaya selingkung jurnal, 
  5. Struktur artikel jurnal, 
  6. Judul dan kepengarangan, 
  7. Tata cara menulis pendahuluan, 
  8. Tata cara menulis metode, 
  9. Tata cara menyajikan hasil, 
  10. Tata cara menulis pembahasan, 
  11. Tata cara menulis simpulan,
  12. Tata cara mengelola sumber pustaka.
Setelah menyelesaikan semua materi diatas, peserta akan diwajibkan mengikuti post test. Post test ada sebanyak 20 soal, berisi pertanyaan-pertanyaan dari materi yang pernah disampaikan. Jika lolos dan memenuhi passing grade maka akan mendapatkan sertifikat resmi seperti yang saya dapatkan berikut:

Sertifikat Menulis dari Ristek Dikti (Id Menulis)
Sertifikat Menulis dari Ristek Dikti (Id Menulis) dan Ruang Guru
Selain mendapatkan sertifikat, peserta juga dapat mengetahui peringkat berdasarkan hasil nilai passing grade. Untuk peringkat 3 besar akan mendapatkan tanda bintang emas, perak, dan perunggu. Prestasi saya sewaktu artikel ini ditulis adalah peringkat 2 dari 51 peserta, serta mendapatkan Bintang Perak.

Peringkat saya di Id Menulis
Demikian artikel saya kali ini mengenai "Memperoleh Sertifikat Menulis (Id Menulis) Resmi dari Ristekdikti" semuga menjadi inspirasi. Jika ada kesempatan lain, saya akan membagikan artikel-artikel tentang kursus online lainya yang sangat penting bagi peningkatan kemampuan Anda. Terimakasih...

Untuk mengenal Riset Kuantitatif lebih dalam disini.

Wednesday, August 28, 2019

Penggunaan Metode Penelitian Kuantitatif dalam Penelitian Pariwisata

Pariwisata merupakan ilmu terapan, sehingga pada praktiknya ilmu merupakan kombinasi dari ilmu sosial budaya, ilmu alam, atapun ilmu-ilmu teknik, sehingga kasus-kasus dalam pengelolaan pariwisata seringkali tidak bisa diselesaikan hanya dengan satu disiplin ilmu saja, melainkan butuh kombinasi berbagai disiplin ilmu (multidisiplin) untuk menyelesaikanya. Begitu juga pendekatan penelitian yang digunakan untuk memecahkan masalah-masalah tersebut. 

Pada kasus tertentu dalam bidang pariwisata perlu dikaji dengan pendekatan ilmu alam dan ilmu teknik. Misalnya dalam menguji kelayakan lahan untuk bangunan atau wahana pariwisata, maka dalam kasus ini, teknik sipil akan sangat perlu digunakan. Kasus berbeda saat akan merumuskan daya tarik wisata budaya, seringkali kita harus mengetahui terlebih dahulu nilai-nilai sosial budaya lokal yang ada agar diperoleh rumusan daya tarik wisata budaya yang layak dan pro (sesuai) terhadap nilai-nilai lokal yang ada. Pada kasus kedua, pendekatan ilmu sosial-budaya dengan metode penelitian kualitatif akan lebih berguna. Tetapi dalam pemecahan kegiatan pariwisata lainya, seringkali lebih diperlukan pendekatan secara manajerial, keputusan-keputusan berdasarkan data yang akurat dan terukur, sehingga perlu sekali penelitian-penelitian yang dilakukan dengan pendekatan atau metode penelitian kuantitatif. 

Penggunaan Metode Penelitian Kuantitatif dalam Penelitian Pariwisata
Ilustrasi, sumber: translatejurnal.com

Kaitanya dengan riset pariwisata, pemilihan metode kualitatif dan kuantitatif tidak perlu dipertentangkan. Akan tetapi, ilmu pariwisata sebagai multidisiplin ilmu disertai berbagai macam kasusnya yang cukup kompleks tetap saja memunculkan sebuah pertanyaan, “Kapan dan dalam kondisi bagaimana penelitian kuantitatif dapat dipilih dan digunakan?” 

Untuk mengenal Riset Kuantitatif lebih dalam disini.

Sugiyono (2009) memberikan saran yang cukup lengkap dalam memilih metodologi kuantitatif untuk penelitian, diantaranya : 
  1. Metode penelitian kuantitatif dapat dipilih jika masalah yang menjadi titik tolak riset sudah cukup jelas. Masalah adalah suatu gap, gap adalah penyimpangan yang terjadi dash sein dan dash sollen. Bentuk-bentuk penyimpangan antara dapat berupa : kesejangan atau penyimpangan antara teori dan kenyataan (praktik) yang terjadi di lapangan, kesenjangan antara aturan yang seharusnya dengan pelaksanaan, adanya penyimpangan antara rencana dengan pelaksanaan.
  2. Penelitian kuantitatif dapat digunakan untuk mendapatkan informasi yang luas (tetapi bisa jadi tidak membutuhkan kedalaman). Namun jika populasi terlalu luas dapat menggunakan metode sampling, yaitu mengambil sebagian dari populasi sebagai sampel penelitian.
  3. Penelitian kuantitatif dapat dipilih jika peneliti akan mengadakan suatu perlakuan (treatment). Biasanya dilakukan pada bentuk penelitian eksperimen, Sebagai contoh, peneliti ingin membandingkan kinerja dua kelompok guide di Candi Prambanan. Satu kelompok diberikan pelatihan tertentu (kelompok treatment atau kelompok eksperimen) dan kelompok lain tidak diberikan pelatihan sebelumnya (kelompok kontrol). Kemudian kedua kelompok sama-sama diuji untuk memandu tamu yang sama, kemudian data yang telah diperoleh dibandingkan, apakah ada perbedaan yang signifikan antara kelompok yang telah dilatih dan belum dilatih.
  4. Metode penelitian kuantitatif dapat digunakan jika peneliti memiliki sebuah hipotesis, baik hipotesis deskriptif, komparatif, maupun asosiatif yang akan diujikan melalui sebuah penelitian.
  5. Metode penelitian kuantitatif dapat digunakan bila peneliti ingin memperoleh data yang akurat berdasarkan fenomena empiris yang dapat dihitung dan diukur.
  6. Metode penelitian kuantitatif dapat digunakan jika menemui keragu-raguan terhedap kebenaran suatu teori, pengetahuan, atau produk tertentu. Misalnya dalam sebuah teori kepariwisata disebutkan bahwa variabel daya tarik wisata merupakan faktor yang menentukan kepuasan wisatawan di suatu destinasi. Maka penelitian dengan menguji pengaruh daya tarik wisata terhadap kepuasan dapat dilakukan dengan metode penelitian kuantitatif.
Metode Penelitian Kuantitatif dalam Penelitian Pariwisata
Ilustrasi, sumber: referensimakalah.com
Artikel lengkap dapat di download di https://doi.org/10.31227/osf.io/fcnzh 

Perbedaan Metode Penelitian Pariwisata Kuantitatif dan Kualitatif

Secara garis besar penelitian terbagi menjadi dua jenis metode, yaitu kualitatif dan kuantitatif. Penelitian kualitatif, merupakan sebuah penelitian yang memiliki dasar deskriptif untuk mengungkapkan atau memahami fenomena-fenomena dengan lebih mendalam. Penelitian kualitatif menggunakan landasan teori sebagai panduan dalam memfokuskan penelitian, serta menonjolkan proses dan makna-makna yang terdapat dalam fenomena tersebut. Sebagai contoh sebuah penelitian dilakukan untuk mengetahui makna-makna dibalik motivasi masyarakat adat tertentu., masyarakat yang masih melestarikan tradisi tinggal di pedalaman hutan dan menolak modereniasi, maka untuk menjawab kedua fenomena ini lebih tepat jika peneliti menggunakan pendekatan penelitian kualitatif, karena akan diperoleh data-data yang lebih mendalam. Misalnya data tentang makna-makna ritual dan nilai-nilai hidup yang dianut, motivasi, atau kepercayaan tertentu dan lain sebagainya. Berbeda dengan penelitian kualitatif, penelitian kuantitatif justru lebih condong digunakan untuk pembuktian suatu fenomena (hipotesis). 

Perbedaan Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif
Ilustrasi, sumber: https://www.idpengertian.com
Analsis kuantitiatif menggunakan data berupa angka-angka hasil perhitungan dan pengukuran, yang diolah dan dianalisis dengan kriteria-kriteria statistik tertentu. Sebagai contoh, dalam mengetahui pengaruh daya tarik wisata terhadap loyalitas wisatawan, peneliti mau tidak mau harus membuat instrumen untuk perhitungan dan pengukuran, kemudian mencari seberapa besar pengaruhnya(terukur) dengan analisis regresi, sehingga dihasilkan sebuah gambaran fenomena yang konkrit yang mampu diinterprestasikan, apakah menerima atau menolak hipotesis yang sebelumnya diajukan. 

Berhubungan dengan perbedaan bentuk penelitian kuantitatif dan kualitatif,   Sugiyono (2011) menjelaskan perbedaan penelitian kualitatif dan kuantitatif secara lebih rinci. Dijelaskan bahwa perbedaan metode kuantitatif dan kualitatif terdapat pada tiga hal, yaitu perbedaan dalam hal aksioma, proses, dan karakteristik penelitian itu sendiri. 

Pembahasan riset pariwisata selanjyutnya, disini

Artikel lengkap dapat di download di https://doi.org/10.31227/osf.io/fcnzh 

Aksioma yaitu pandangan dasar, dari sudut pandang ini metode penelitian mencakup aspek : realitas, hubungan peneliti dengan subjek yang diteliti, hubungan variabel, kemungkinan generalisasi dan peranan nilai. Proses yaitu alur penelitian dilakukan, dari sudut pandang ini dijelaskan mengenai alur teori dan data. Sedangkan sudut pandang karakteristik penelitian menjelaskan tentang kealamiahan, bentuk penelitian, fokus dan jenis pengujian fenomena. 

Perbedaan tersebut dapat disampaikan sebagai berikut :
Sudut Pandang
Aspek
Kuantitatif
Kualitatif
Aksioma
Realistis
Falsafah  positifisme,  yaitu  memandang  sesuatu secara  fisik  atau  yang nampak  berdasarkan pengamatan  panca  indera.

Contoh :
Peneliti  ingin mengetahui  ketersediaan faslitas  keamanan wisatawan  maka  peneliti perlu  mengidentifikasi berapa  jumlah  atau macam  fasilitas  yang ada.
Falsafah  post positifisme yaitu  memandang  sesuatu tidak  saja secara fisik atau yang  nampak  melainkan secara  utuh (holistik)  diblik hal -hal yang nampak.

Contoh :
Peneliti tidak saja mengidentifikasi berapa jumlah atau macam fasilitas yang ada tetapi juga perlu mengetahui kelayakan/kepatutan fasilitas tersebut sehingga benar-benar dapat menjamin keamanan wisatawan

Hubungan peneliti dengan subjek yang diteliti
Kedekatan  antara  peneliti dengan  yang  diteliti dibatasi oleh  jarak agar tingkat  ketergantungan (interdependensi)  dapat terjaga.  Instrumen yang digunakan  umumnya berbentuk  kuesioner  untuk  menjaga  jarak antara  peneliti  dengan yang  diteliti
Kedekatan  antara  peneliti dengan  yang  diteliti  tidak dibatasi  oleh   jarak sehingga  tingkat ketergantungan (interdependensi)  sangat tinggi.
Instrumen  yang  umumnya dipergunakan  adalah wawancara, observasi dengan  partisipasi  aktif dari  responden  atau  orang-orang  kunci (keyperson)
Hubungan variabel
Kusal atau sebab akibat
Holistik atau interaktif
Kemungkinan generalisasi
Sangat mungkin dilakukan generalisasi sesuai dengan kondisi data yang ditemukan
Sulit untuk melakukan generalisasi karena perbedaan pandangan, keyakinan pada diri responden
Peran nilai
Mengutamakan nilai nilai obyektif sesuai dengan hal ini disebabkan penelitian kuantitatif yang sedikit kontak dengan responden sehingga lebih mengutamakan interdependensi ketergantungan data yang ada.
Karena penelitian kualitatif lebih mengutamakan interaksi sedangkan dalam interaksi masing-masing memiliki pandagan, keyakinan dan nilai yang berbeda maka lebih mengutamakan nilai-nilai yang subyektif
Proses
Alur teori
Bermula dari sebuah teori kemudian diaplikasikan di lapangan
Bermula dari data yang ditemukan di lapangan didukung dengan teorikemudian dimunculkan sebuah teoribaru berdasarakan data empiris yang ditemukan tersebut
Data


Karakteristik Peneliti
Kealamiahan
Dapat dilaksanakan dengan setting alamiah seperti dalam penelitian survei, maupun dengan perlakuan (treatment) dalam penelitian eksperimen. Penelitian kuantatif berpegang pada falsafah positivisme.

Tidak adanya setting dan perlakuan (treatment) terhadapobjek dan subjek penelitian. Penelitian kualitatif berpegang pada falsafah naturalism fenomenalogis.

Bentuk penelitian
Dalam penelitian kuantitatif bisa terjadi penelitian diskriptif, korelatif, komparatif, maupun asosiatif.

Cenderung merupakan bentuk penelitian deskriptif. Deskriptif berarti hanya melukiskan dan menjelaskan sebuah fenomena yang ada. Data dalam penelitian kualitatif sering berbentuk gambar, simbol simbol, dan narasi (kata-kata), sehingga sering tidak membutuhkan perhitungan angka-angka untuk mengambil sebuah kesimpulan penelitian.

Fokus
Penelitian kuantitatif berorientasi pada hasil, “Untuk menjawab atau menolak hipotesis.”
Fokus penelitian kualitatif lebih berorientasi ke prosesnya, dari pada hasil.

Jenis pengujian
Penelitian kuantitatif digunakan untuk menguji kebenaran fenomena dengan mengukur atau menghitung variabel.Analisis dalam penelitian ini dilakukan secara deduktif.
.Analisis dalam penelitian kualitatif dilakukan secara induktif.
Menggali suatu fenomena secara lebih dalam hingga ke tingkat makna-makna.