Thursday, July 18, 2024

Augmented Reality: Meningkatkan Pengalaman Wisata dengan Teknologi Mutakhir

Gambar AI Dibuat dengan https://www.artguru.ai/id/


Pariwisata
Sebagai salah satu sektor ekonomi paling dinamis dan penting di dunia, pariwisata terus mengalami transformasi seiring dengan perkembangan teknologi. Keberhasilan suatu destinasi wisata tidak lagi hanya bergantung pada keindahan alam atau kekayaan budayanya saja, namun juga kemampuannya dalam menawarkan pengalaman unik dan interaktif kepada pengunjungnya. Dalam hal ini, teknologi Augmented Reality (AR) muncul sebagai salah satu inovasi yang dapat mengubah cara kita menikmati destinasi perjalanan.

Apa itu augmented reality? 
Augmented reality adalah teknologi yang memungkinkan pengguna untuk melihat versi dunia nyata yang “ditingkatkan”, yaitu objek digital terintegrasi secara mulus dengan objek fisik. AR menggabungkan dunia nyata dan virtual dengan menambahkan elemen digital seperti video, gambar atau teks dalam format 2D atau 3D ke lingkungan fisik. Pengguna mungkin mendapat kesan bahwa objek virtual berada di dekatnya, sehingga menciptakan pengalaman yang lebih kaya dan interaktif.

Jenis augmented reality
Teknologi AR dapat dibagi menjadi dua kelompok utama: berbasis penanda) dan tanpa penanda (markerless ). AR berbasis penanda memerlukan gambar atau objek tertentu sebagai penanda untuk menampilkan elemen virtual. Sementara itu, AR tanpa penanda tidak mengandalkan penanda fisik melainkan menggunakan teknologi seperti GPS, kompas, dan sensor lainnya untuk menampilkan elemen virtual.

Augmented reality dalam pariwisata
Penggunaan teknologi AR dalam industri pariwisata membawa dimensi tambahan pada pengalaman wisatawan. Contohnya adalah diorama Arsip Yogyakarta, dimana AR digunakan untuk memperkaya model dengan elemen virtual yang informatif dan interaktif. Teknologi ini memungkinkan pengunjung berinteraksi dengan elemen virtual yang ditampilkan dalam lingkungan fisik diorama, sehingga menciptakan pengalaman yang lebih mendalam. Setiap diorama dilengkapi dengan informasi kontekstual yang menjelaskan makna dan sejarah objek atau adegan yang disajikan, membantu pengunjung memperdalam pemahamannya.

AR membantu wisatawan mengakses informasi berharga dan meningkatkan pengetahuan tentang tujuan atau lokasi wisata. Penggunaan AR untuk memamerkan ikon daya tarik wisata atau monumen dapat meningkatkan pengalaman pengunjung, memperluas pemahaman budaya dan sejarah, serta mendorong partisipasi dan keterlibatan mereka.

Dampak AR terhadap pengalaman wisatawan
Penelitian Akilah Diva Maharani, Mona Erythrea Nur Islami dan Hary Hermawan menunjukkan penggunaan teknologi AR memberikan pengaruh positif dan signifikan terhadap pengalaman berwisata di museum. 
Hasil uji regresi linier sederhana dan uji t menunjukkan bahwa AR memberikan dampak positif terhadap pengalaman wisatawan dengan pengaruh yang kuat. Uji koefisien determinasi menunjukkan bahwa penggunaan AR memberikan pengaruh sebesar 69,3% terhadap pengalaman wisatawan, sedangkan sisanya sebesar 30,7% dipengaruhi oleh faktor atau variabel lain.
Penggunaan teknologi Augmented Reality (AR) dalam pariwisata museum tidak hanya membuka peluang baru untuk meningkatkan interaksi dan keterlibatan dengan wisatawan, namun juga membawa dimensi baru dalam penyajian informasi tentang budaya dan sejarah.
Dengan menggabungkan elemen fisik dan virtual, AR dapat menciptakan pengalaman perjalanan yang lebih menyenangkan, interaktif, dan kaya. Seiring kemajuan teknologi, AR berpotensi menjadi alat penting dalam upaya meningkatkan daya tarik dan kesuksesan destinasi perjalanan masa depan.


Editor Hary Hermawan

Perkembangan Web 3, Mata Uang Kripto dan Hubungannya dengan Pariwisata

Dalam beberapa tahun terakhir, teknologi blockchain dan mata uang kripto telah menarik perhatian luas di berbagai sektor industri yang berbeda. Perubahan tersebut tidak hanya terjadi di sektor keuangan dan teknologi informasi namun juga mulai memberikan dampak signifikan terhadap industri pariwisata. Dengan kemajuan Web 3, konsep internet berbasis blockchain yang terdesentralisasi, industri perjalanan saat ini berada di ambang transformasi besar. Artikel ini akan mengeksplorasi bagaimana kebangkitan Web 3 dan mata uang kripto memengaruhi dan berpotensi merevolusi industri perjalanan, serta tantangan untuk mewujudkan potensi penuhnya.

Gambar dibuat menggunakan AI di https://www.artguru.ai/id/

Web 3 Era Baru Internet Terdesentralisasi
Web 3 adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan perkembangan terkini Internet, yang menawarkan struktur terdesentralisasi dibandingkan dengan Web 2.0 yang lebih terpusat. Web 3 memanfaatkan teknologi blockchain untuk memberi pengguna kontrol lebih besar atas data mereka. Dalam konteks ini, blockchain bertindak sebagai buku besar digital yang mencatat semua transaksi secara transparan dan tidak dapat diubah, sehingga memastikan keamanan dan keaslian data.
Dalam industri pariwisata, Web 3 berpotensi merevolusi cara operasional tradisional. Misalnya, sistem pemesanan dan pembayaran bisa menjadi lebih transparan dan efisien dengan menggunakan kontrak pintar yang secara otomatis mengeksekusi transaksi ketika kondisi tertentu terpenuhi. Hal ini tidak hanya membantu mengurangi biaya operasional tetapi juga meningkatkan kepercayaan antara wisatawan dan penyedia layanan.

Cryptocurrency dalam pariwisata
Cryptocurrency adalah mata uang digital yang menggunakan teknologi Blockchain untuk menjamin keamanan dan transparansi transaksi. Beberapa contoh cryptocurrency yang terkenal antara lain Bitcoin, Ethereum, dan lainnya. Mata uang kripto menawarkan banyak manfaat di bidang pariwisata, yang dapat menyelesaikan beberapa masalah utama yang dihadapi wisatawan dan penyedia layanan.

Transaksi internasional yang mudah
Salah satu manfaatnya Keuntungan terbesar mata uang kripto adalah kemudahan transaksi internasional. Wisatawan sering kali harus menukarkan uang mereka dengan mata uang lokal saat bepergian, yang bisa jadi mahal dan memakan waktu. Dengan menggunakan mata uang kripto, wisatawan dapat menghindari masalah ini karena mata uang kripto dapat digunakan secara umum tanpa konversi. Hal ini tidak hanya menghemat waktu tetapi juga mengurangi biaya transaksi yang sering dibebankan oleh bank atau layanan penukaran mata uang.

Mengurangi biaya transaksi
Bank tradisional dan layanan pembayaran sering kali membebankan biaya tinggi untuk transaksi internasional. Cryptocurrency memungkinkan transfer uang dengan biaya yang jauh lebih rendah, yang merupakan keuntungan besar bagi industri perjalanan yang sering menangani pembayaran lintas batas. Penggunaan mata uang kripto dapat mengurangi biaya bagi wisatawan dan penyedia layanan, sehingga menjadikan layanan perjalanan lebih terjangkau dan menarik.
Keamanan dan privasi Transaksi yang menggunakan mata uang kripto dilindungi oleh teknologi blockchain, memberikan tingkat keamanan dan privasi yang lebih tinggi dibandingkan tradisional cara Pembayaran. Setiap transaksi dicatat dan diverifikasi dalam jaringan terdesentralisasi, meminimalkan risiko penipuan dan pencurian identitas. Hal ini memberikan rasa aman kepada wisatawan saat bertransaksi, terutama di negara-negara dengan tingkat kejahatan dunia maya yang tinggi.

Akomodasi dan layanan
Beberapa hotel, maskapai penerbangan, dan layanan perjalanan lainnya telah mulai menerima pembayaran mata uang kripto. Langkah ini memberikan opsi pembayaran baru bagi wisatawan yang paham teknologi yang mencari kenyamanan lebih dalam bertransaksi. Selain itu, menerima pembayaran mata uang kripto juga dapat menarik segmen pasar baru, lebih muda, dan lebih paham teknologi.

Perekonomian lokal dan desa wisata
Pekerjaan Menggunakan mata uang kripto dalam ekosistem desa wisata dapat lebih efektif mendukung transaksi ekonomi lokal. Wisatawan dapat membayar akomodasi, makanan, dan layanan lainnya secara langsung dengan mata uang kripto, yang kemudian dapat didistribusikan dengan cepat dan transparan kepada penduduk desa. Hal ini dapat membantu meningkatkan perekonomian lokal dan mendorong keberlanjutan. Misalnya, melalui penerapan teknologi blockchain, penduduk desa dapat melacak aliran modal dan memastikan bahwa manfaat pariwisata didistribusikan secara adil dan transparan.

Potensi alternatif NFT (non-fungible tokens) dalam perjalanan
NFT adalah satu-satunya aset digital diverifikasi oleh blockchain. Dalam perjalanan, NFT dapat digunakan untuk berbagai tujuan kreatif dan menyenangkan.
Salah satu penerapan NFT dalam perjalanan adalah pembuatan tiket digital. Tiket acara, konser, atau tiket masuk ke tempat wisata dapat dijual sebagai NFT, sehingga memastikan keasliannya dan mengurangi risiko pemalsuan. Setiap tiket NFT memiliki identitas unik yang tidak dapat diduplikasi, sehingga memberikan tingkat keamanan tambahan bagi penyelenggara acara dan pengunjung.
Destinasi perjalanan yang memungkinkan menawarkan pengalaman unik yang dijual sebagai NFT, seperti tur virtual eksklusif atau akses khusus untuk tiket acara tertentu. . Misalnya, museum dapat menjual tiket NFT untuk tur virtual koleksi mereka yang paling berharga, atau situs bersejarah dapat menawarkan pengalaman realitas virtual yang mendalam yang hanya dimiliki oleh beberapa pemilik. Hanya NFT tertentu yang dapat diakses.

Tantangan dan pertimbangan
Meskipun memiliki banyak manfaat, penerapan Web 3 dan mata uang kripto dalam perjalanan juga menghadapi sejumlah tantangan yang harus diatasi.

Fluktuasi nilai mata uang kripto: Salah satu tantangan terbesar adalah fluktuasinya yang liar. tentang nilai cryptocurrency. Nilai mata uang kripto dapat berubah dengan cepat, sehingga dapat menimbulkan risiko bagi penggunanya. Wisatawan dan penyedia layanan bisa menderita kerugian jika nilai mata uang kripto anjlok setelah transaksi. Oleh karena itu, harus ada strategi untuk mengelola risiko ini, seperti menggunakan stablecoin yang memiliki nilai lebih stabil.

Regulasi dan kebijakan: Regulasi yang berbeda-beda di setiap negara mengenai penggunaan mata uang kripto dan teknologi blockchain juga bisa menjadi kendala. Beberapa negara memiliki peraturan mata uang kripto yang ketat, sementara negara lainnya lebih terbuka. Hal ini menciptakan ketidakpastian dan tantangan bagi pelaku industri pariwisata yang ingin mengadopsi teknologi ini. Oleh karena itu, diperlukan kolaborasi antara pemerintah, pelaku industri, dan penyedia teknologi untuk menciptakan kerangka peraturan yang jelas dan mendukung inovasi.

Literasi Digital: Masih diperlukan edukasi dan literasi digital di kalangan pemangku kepentingan industri pariwisata dan wisatawan. Banyak orang yang masih belum memahami cara kerja teknologi cryptocurrency dan blockchain, sehingga dapat menjadi penghalang dalam adopsi teknologi ini. Program pendidikan dan pelatihan diperlukan untuk membantu masyarakat memahami dan memanfaatkan teknologi ini dengan baik.

Pengembangan Web 3 dan mata uang kripto menawarkan peluang besar bagi industri pariwisata Meningkatkan efisiensi, keselamatan, dan pengalaman perjalanan. Dengan mengadopsi teknologi ini, industri pariwisata dapat menciptakan ekosistem yang lebih terdesentralisasi, transparan, dan inklusif.
Cryptocurrency memfasilitasi transaksi internasional, mengurangi biaya, dan meningkatkan keamanan dan privasi. Penggunaan NFT juga membuka peluang baru untuk menghadirkan pengalaman unik dan aman. Namun untuk mewujudkan potensinya secara maksimal, diperlukan kerja sama antara pemerintah, pelaku industri, dan penyedia teknologi untuk mengatasi tantangan yang ada, seperti fluktuasi nilai mata uang kripto, berbagai regulasi, dan budaya digital. Dengan pendekatan yang tepat, Web 3 dan mata uang kripto dapat membawa perubahan positif yang signifikan pada industri perjalanan, menjadikannya lebih efisien, aman, dan inovatif bagi semua pemangku kepentingan.

Friday, May 3, 2024

Mengintip Ke Belakang: Sejarah Pariwisata yang Membentuk Dunia Kuno hingga Modern

Sejarah Pariwisata
Ilustrasi Berwisata, Sumber: https://pxhere.com/en/photo/1511531

Pariwisata telah menjadi salah satu fenomena sosial yang mengikat berbagai aspek kehidupan manusia sepanjang sejarah. Lebih dari sekadar kesenangan liburan, ia merupakan perpaduan dari jejak sejarah, perdagangan, dan penyebaran budaya yang telah membentuk dunia seperti yang kita kenal saat ini. Mari kita telusuri perjalanan panjang pariwisata, dari peradaban kuno hingga masa modern yang kita alami saat ini.

Perjalanan Awal: Misi Perdagangan dan Penyebaran Agama di Bangsa Mesir

Sejak zaman kuno, perjalanan telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan manusia. Sekitar tahun 1480 SM, Bangsa Mesir menjelajahi konsep perjalanan dengan misi perdagangan dan penyebaran agama. Mereka memperkenalkan konsep pesiar dengan menyusuri Sungai Nil menuju pesisir Afrika. Bukti-bukti megah seperti Spinx dan Piramida menjadi saksi bisu dari peradaban ini. Perjalanan mereka tidak hanya tentang ekonomi, tetapi juga tentang menyebarkan kepercayaan dan budaya mereka ke wilayah-wilayah yang lebih luas.

Peninggalan Bangsa Romawi: Infrastruktur dan Tempat Wisata

Bangsa Romawi, dengan kehebatan teknologi dan kekuasaannya, melanjutkan warisan perjalanan dari Mesir kuno. Mereka membangun infrastruktur yang mengesankan, memungkinkan perjalanan yang lebih nyaman dan efisien di seluruh Kekaisaran. Selain itu, mereka memperkenalkan konsep resor dan tempat-tempat wisata seperti pemandian kesehatan (spa), festival, dan pertunjukan di amfiteater. Romawi memberikan kontribusi besar terhadap gaya hidup pariwisata yang kaya akan hiburan.

Jalur Sutra: Jaringan Perdagangan yang Membawa Budaya

Jalur Sutra, jaringan perdagangan kuno antara Timur dan Barat, bukan hanya merupakan jalur perdagangan barang. Ia menjadi pusat perjalanan ekonomi, budaya, agama, politik, dan perdagangan yang menghubungkan berbagai peradaban dari Tiongkok hingga Mediterania. Melalui Jalur Sutra, ide dan inovasi tersebar dari satu peradaban ke peradaban lainnya, membentuk keberagaman budaya dunia kuno.

Revolusi Industri: Era Mobilitas Modern

Revolusi Industri pada abad ke-18 dan ke-19 membawa perubahan besar dalam dunia pariwisata. Kemajuan dalam industri dan teknologi mempermudah orang untuk bergerak dari satu tempat ke tempat lain dengan cepat dan nyaman. Grand Tour, sebuah tradisi yang dimulai pada abad ke-17 di mana kaum bangsawan Eropa mengelilingi benua untuk melengkapi pendidikan dan pengalaman budaya mereka, menjadi populer di era ini.

Melangkah ke Masa Depan: Pariwisata di Era Modern

Dengan perkembangan pesat teknologi dan konektivitas global, pariwisata telah mencapai puncaknya. Wisatawan dapat dengan mudah menjelajahi tempat-tempat baru, memperkaya diri dengan budaya berbeda, dan mengalami petualangan yang tak terlupakan. Namun, tantangan seperti pengelolaan sumber daya alam dan keberlanjutan tetap menjadi perhatian utama di era modern ini.

Kesimpulan

Pariwisata telah menjadi bagian tak terpisahkan dari sejarah umat manusia. Dari perjalanan perdagangan dan penyebaran agama di Mesir kuno hingga kemajuan teknologi modern, setiap era telah memberikan kontribusi uniknya terhadap perkembangan pariwisata. Melalui jejak sejarah ini, kita dapat memahami betapa pentingnya pariwisata dalam membentuk dunia yang kita tempati hari ini. Mari kita terus menjaga dan menghargai warisan pariwisata kita, sebagai penghubung yang mengikat kita dengan masa lalu dan masa depan.

Tuesday, March 15, 2022

FGD Desa Wisata Terintegrasi

FGD Desa Wisata Terintegrasi telah dilaksanakan pada tanggal 12 Februari 2022 yang dihadiri sebanyak 15 peserta dari berbagai elemen masyarakat atau komunitas dan Pengelola Desa Wisata. Kegiatan FGD Desa Wisata Terintegrasi ditujukan untuk memberikan wawasan kepada masyarakat terkait desa wisata terintegrasi, yang diharapkan mampu memfasilitasi berbagai kepentingan masyarakat yang ada di Desa Wisata Garongan serta sebagai wahana pemerataan manfaat ekonomi.

Desa Wisata Terintegrasi
Peserta FGD Desa Wisata Terintegrasi

Desa wisata terintegrasi merupakan konsep yang diharapkan mampu menambah nilai keunggulan bersaing bagi Desa Wisata Garongan, mengingat persaingan bisnis desa wisata di Yogyakarta sangat ketat.

Dalam Kegiatan FGD Desa Wisata Terintegrasi ini hadir beberapa narasumber sebagai pemantik. Narasumber pertama adalah Ibu Nyoman Rai Safitri selaku Kabid Pengembangan Sumber Daya Manusia dan Usaha Jasa Pariwisata, Dinas Pariwisata Sleman.

Narasumber Ketiga adalah Bapak Prihatno selaku Ketua Sekolah Tinggi Pariwisata AMPTA Yogyakarta. Kemudian narasumber ketiga adalah Saudara Rudi Wijayanto selaku praktisi Biro Perjalanan Wisata (BPW) dari Maldewa Tourindo.

Selanjutnya, sesi diskusi dipimpin oleh kedua pendamping Desa Wisata Garongan yaitu Bapak Hary Hermawan dan Bapak Arif Dwi Saputra. Diskusi ini ditujukan untuk menggali lebih dalam mengenai berbagai pandangan tokoh-tokoh masyarakat terkait eksistensi Desa Wisata Garongan, termasuk menampung berbagai kepentingan komunitas masyarakat yang ada untuk selanjutnya akan diupayakan untuk diakomodir dalam program-program pendampingan.

Turut hadir dalam kegiatan ini Bapak Armun selaku Perwakilan dari Pemerintah Kalurahan Wonokerto.

Desa Wisata Terintegrasi
Sambutan Ibu Nyoman dari Dinas Periwisata Sleman

Desa Wisata Terintegrasi
Materi dari Bapak Rudi dari Maldewa Tourindo

Desa Wisata Terintegrasi
Sambutan Bapak Armun dari Pemerintah Wonokerto

Desa Wisata Terintegrasi
Sambutan Bapak Agus Perwakilan Pengelola Desa Wisata Garongan




Monday, March 14, 2022

Sejarah Desa Garongan

 Menurut cerita dari Bapak Agus 19 Februari (2022), desa ini mendapat julukan “Garongan” karena memiliki cerita tersendiri. Menurut informasi masyarakat terdahulu, desa ini disebut sebagai tempat singgah para Garong yang berarti pencuri atau perompak dalam Bahasa Jawa. Konon disebutkan bahwa para Garong ini berasal dari Pantai Utara.

Sebelumnya, para kelompok pencuri atau Garong tersebut tidak bisa datang dan tinggal di Desa Garongan karena lokasi Desa Garongan terletak di antara lereng Gunung Merapi dan Gunung Merbabu. Jalur menuju Desa Garongan tidak bisa ditempuh dengan jalan kaki maupun berkuda, serta kondisi jalan pada waktu itu yang sangat sulit untuk dilalui.


Sejarah Desa Garongan
Foto Kawasan Desa Garongan

Setelah beberapa waktu berlalu (tidak ada sumber informasi yang valid), terjadi erupsi besar sehingga lereng-lereng diantara Gunung Merapi dan Gunung Merbabu itu runtuh. Setelah itu, beberapa puluh tahun kemudian akses untuk jalan sudah dapat dilalui. Para Garong akhirnya bisa datang dan berhenti di daerah ini karena jika mereka ke arah Utara maka tanahnya terlalu tandus dan belum bisa ditanami. Selain itu, apabila mereka ke arah Selatan sudah terdapat kepemerintahan Kasultanan Yogyakarta yang sudah berkuasa. Sehingga mereka tidak berani untuk singgah ke Selatan.

Akhirnya, Kawasan Desa Garongan menjadi satu-satunya lokasi yang sangat strategis bagi para garong untuk singgah. Setelah mereka singgah, mereka melanjutkan aktifitas mereka sebagai garong yaitu mencuri dan sebagainya. Selanjutnya garong tersebut menetap dan tinggal di Desa Garongan dari generasi ke generasi berikutnya. Namun perlu diketahui bahwa saat ini dalam kehidupan masyarakat Desa Garongan sudah tidak ada lagi budaya garong atau mencuri.

Satu-satunya yang tersisa hanya nama kawasannya yaitu Desa Garongan, yang secara administratif saat ini dibagi menjadi (dua) nama dusun, yaitu Dusun Kembang dan Dusun Pojok, yang termasuk dalam wilayah Kalurahan Wonokerto, Kapanewon Turi, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Secara Geografis Desa Wisata Garongan terletak di lereng Gunung Merapi. Berjarak 14,3 Kilometer dari puncak Gunung Merapi. Akses menuju Desa Wisata Garongan berjarak 21 Kilometer ke arah Utara dari Ibukota Daerah Istimewa Yogyakarta, atau sekitar 15 Kilometer ke arah Utara dari Ibukota Kabupaten Sleman.

Sejarah Desa Garongan
Penulis


Thursday, December 3, 2020

Mewujudkan Pelayanan Prima di Destinasi Wisata

Loyalitas merupakan aspek penting yang harus terus diperhatikan pengelola desa wisata. Loyalitas yang dimaksud dalam kasus pengelolaan desa wisata adalah adanya kunjungan yang terus berulang.  selain terlihat dari pembelian ulang, loyalitas juga dapat dilihat dari adanya rekomendasi positif atau Word of Mouth atau lebih sering disebut sebagai WOM. 

Kunjungan ulang wisatawan serta rekomendasi positif merupakan dua aspek penting yang harus terus diwujudkan oleh pengelola desa wisata untuk mewujudkan pengelolaan desa wisata yang sukses. Kunjungan ulang wisatawan menjadi penting, karena akan memudahkan pengelola dalam pemasaran desa wisata. Dengan adanya kunjungan ulang, walaupun sedikit namun kontinyu, membuat pengelola tidak perlu mengeluarkan biaya promosi yang besar untuk mencari kunjungan wisatawan baru. Dalam kondisi pandemi COVID 19 ini, wisata terbatas dalam skala kecil lebih diutamakan, dengan begitu maka alam tetap terjaga, wisatawan selamat, dan pengelola dan masyarakat tetap mendapatkan dampak ekonomi yang posistif dari adanya kegiatan desa wisata. 

Ilustrasi, sumber https://www.freepik.com

Selain kunjungan ulang, rekomendasi positif dari wisatawan juga merupakan faktor kedua yang penting untuk diupayakan atau dikelola dengan serius. Karena rekomendasi positif mampu memperngaruhi pengambilan keputusan bagi calon wisatawan lain yang akan berkunjung ke desa wisata. Rekomendasi positif sangat efektif dalam pemasaran hingga saat ini. Adannya kecanggihan teknologi informasi (internet) membuat perubahan pola pemilihan destinasi wisata yang baru. Saat ini, calon wisatawan cenderung melihat ulasan orang lain di berbagai media di internet sebelum mereka memutuskan destinasi mana yang akan dikunjungi. oleh karena itu, ulasan positif tentang destinasi dari orang-orang yang telah berkunjung sebelumnya tentu akan sangat memperngaruhi persepsi calon wisatawan dalam memilih destinasi. Dengan adanya internet, wujud dari rekomendasi saat ini tidak harus berupa kata-kata yang diucapkan, namun juga dapat berupa "status" media sosial seseorang, tulisan-tulisan review pada blog atau website populer, share foto, caption, tanda bintang dan sebagainya. 

Untuk mewujudkan loyalitas wisatawan di destinasi wisata, baik kunjungan ulang maupun rekomendasi positif diperlukan tata pengelolaan yang baik terhadap berbagai faktor, mengingat pariwisata merupakan produk yang heterogen. Dengan karakteristik tersebut membuat faktor penentu loyalitas wisatawan sangat susah diprediksi. Akan tetapi, loyalitas dapat dipuayakan melalui upaya menciptakan pengalaman wisatawan yang memuaskan. 

Kepuasan merupakan perasaan senang atau kecewa seseorang yang muncul setelah membandingkan antara persepsi atau kesannya terhadap kinerja suatu produk dan harapan-harapannya dengan pengalaman nyata yang diterima. Dalam konteks pariwisata, kepuasan wisatawan dapat disebabkan oleh kesesuaian harapan wisatawan sebelumnya terhadap berbagai atribut yang melekat pada produk destinasi wisata dengan kondisi nyata yang diperoleh wisatawan. 

Kepuasan wisatawan yang telah diperoleh selama menikmati destinasi merupakan kondisi yang sangat menentukan apakah wisatawan akan menjadi loyal terhadap destinasi atau tidak. Pelanggan yang merasa puas terhadap destinasi wisata umumnya akan menjadi pelanggan yang terus meners mengunjunginya. Sebaliknya wisatawan yang tidak puas akan berhenti membeli, atau mengunjungi destinasi. 

Kepuasan juga akan turut menentukan, apakah wisatawan akan merekomendasikan destinasi yang pernah dikunjunginya kepada orang lain atau tidak. Jika wisatawan puas ada kemungkinan untuk meberikan rekomendasi. Namun sebaliknya, jika wisatawan tidak puas cenderung akan memberikan rekomendasi yang negatif. Salah satu upaya menciptakan pengalaman wisata yang memuaskan dapat dilakukan dengan cara mewujudkan pelayanan prima. 

Daya tarik wisata merupakan faktor kunci yang paling menentukan minat wisatawan untuk mengunjungi destinasi, tidak terkecuali adalah desa wisata. Namun, tanpa adanya pelayanan yang memuaskan yang disertai dengan keramah-tamahan (hospitality) maka destinasi wisata dapat diibaratkan sebagai raga tanpa jiwa. 

Dalam bisnis pariwisata, pelayanan haruslah menjadi dasar dan motivasi utama dari usaha yang dijalankan. Semangat melayani dengan mengutamakan kebutuhan pelanggan harus dimiliki oleh seluruh jajaran staf tanpa terkecuali, baik itu top manajer maupun staf operasional, sesuai porsi dan uraian tugas masing-masing. 

Pelayanan adalah kegiatan yang dapat diidentifikasi, serta bersifat sebagai media penghubung antara satu pihak dengan pihak lain dengan maksud dan tujuan tertentu. Sedangkan pelayanan prima dapat dimaknai sebagai pelayanan yang terbaik atau pelayanan berkualitas. Pelayanan terbaik merupakan upaya optimal yang dapat diupayakan pengelola wisata untuk mewujudkan pengalaman berwisata yang memuaskan. 

Kualitas pelayanan merupakan ukuran seberapa bagus tingkatan layanan yang diberikan mampu sesuai dengan ekspektasi pelanggan artinya kualitas pelayanan artinya kebutuhan dan keinginan tamu atau pengunjung yang di tentukan perusahaan. 

Upaya mewujudkan pelayanan prima di destinasi wisata dapat dibangun dan diterapkan dengan menganut 5 dimensi pelayanan prima sebagai berikut : 

Realibilitas (realibility), adalah kemampuan untuk memberikan secara tepat dan benar jenis pelayanan sesuai yang telah dijanjikan kepada pelanggan. 

Dalam hal ini, ditekankan tentang perlunya memberikan dan menjaga mutu pelayanan di desa wisata. Reliabilitas juga terkadang dimaknai sebagai kecocokan, antara produk wisata atau pelayanan yang pernah ditawarkan di dalam iklan atau paket wisata dengan produk wisata aktual yang dinikmati wisatawan saat wisatawan berada di lokasi desa wisata. Sebagai contoh adalah fasilitas kamar homestay, jika di dalam iklan disebutkan ada air conditioner (AC), maka saat wisatawan sudah berkunjung harus dapat dipastikan kamar yang dipesan sesuai iklan yang dimaksud, AC tersedia, dan berfungsi dengan baik. 

Responsif (Responsiveness), yaitu kesadaran atau keinginan untuk bertindak cepat dalam membantu pelanggan dan memberikan pelayanan tepat waktu. 

Dalam pelayanan, responsif berarti wisatawan tidak perlu menunggu lama untuk memperoleh pelayanan. Sehingga pengelola wajib memiliki prosedur yang cepat dan tanggap dalam memenuhi kebutuhan dan keinginan wisatawan. Tidak bertele-tele dan apalagi membuat wisatawan menunggu terlalu lama tanpa kepastian. 

sebagai contoh, desa wisata memiliki berbagai macam daya tarik dan aktifitas yang dapat dinikmati wisatawan. Mayoritas desa wisata mengandalkan alam terbuka sebagai daya tarik utama dan tempat aktifitas wisata. Saat wisatawan berwisata di desa wisata, seringkali terjadi berbagai risiko dan kejadian tidak terduga. Untuk mengantisipasi hal tersebut perlu adanya SOP pelayanan, khususnya terkait dengan manajemen risiko. 

Kepastian atau jaminan (Assurance), adalah pengetahuan dan kesopan santunan serta kepercayaan diri pegawai. Dimensi assurance memiliki ciri-ciri: kompetensi untuk memberikan pelayanan dan memiliki sifat respek kepada tamu. 

Dari definisi diatas, terlihat jelas bahwa dimensi assurance sangat erat kaitannya dengan kompetensi pemberi jasa. Pemberi jasa termasuk fasilitas yang ada untuk mendukung pelayanan harus terlihat meyakinkan, dan dibuktikan dengan kinerja. 

Contohnya, Pengelola wisata outbond harus kompeten, misalnya: harus mengetahui dengan detail wahana yang menjadi tanggung jawabnya; berapa kapasitasnya wahana; berapa kilogram maksimal kekuatan tali yang digunkan; bagaimana medan dalam kegiatan susur sungai; faktor cuaca dan iklim dan masing banyak hal yang harus dapat dikuasai. Kemauan untuk memperlajari setiap detail pada bidang dan tanggung jawab pekerjaannya menjadi modal utama dalam mewujudkan dimensi assurance dalam pelayanan wisata. 

Jaminan dalam kegiatan pariwisata juga bisa terlihat dari hal-hal kecil, misalnya jika terpaksa harus membuat wisatawan menunggu, maka sebaiknya diberitahukan estimasi waktunya, misalnya dengan kalimat berikut “Mohon maaf menu makanan A saat ini belum tersedia, jika berkenan mohon menunggu 15 menit akan segera kami buatkan” 

Pemahaman lain, assurance berarti merupakan hak dari setiap wisatawan dalam memperoleh jaminan pelayanan wisata yang aman dan bebas dari segala risiko atau bahaya. Misalnya risiko kecelakaan di wahana wisata, kasus kelalaian seringkali membawa petaka bagi wisatawan, dan akhirnya akan merusak citra tempat wisata itu sendiri. Oleh karena itu, untuk menciptakan jaminan keamanan maka diperlukan perawatan terhadap berbagai wahana wisata yang ada, perlatan safety untuk kegiatan berisiko tinggi, termasuk penyediaan produk makanan dan minuman yang aman dan sehat bagi wisatawan. Penting juga untuk menyertakan asuransi pada biaya tiket masuk atau paket wisata, guna meminimalisir hal-hal di luar dugaan. 

Empati (Empathy), memberikan perhatian individu kepada tamu secara khusus. Dimensi empati memiliki ciri-ciri : kemauan untuk melakukan pendekatan, memberikan perlindungan, usaha untuk mengerti keinginan, kebutuhan dan perasaan tamu. 

Empaty secara mudah juga dapat dimulai dari kemauan untuk mengenal wisatawan lebih dekat. Termasuk segala kebutuhan dan keinginannya saat berwisata. Karena manusia memiliki kemauan dan kondisi yang berbeda-beda yang penting untuk dipahami. Sebagai contoh, saat kita ingin melaksanakan kegiatan wisata, maka dipastikan dahulu kondisi setiap wisatawan, apakah memiliki alergi tertentu, penyakit tertentu, atau ketakutan tertentu dan informasi lain yang diperlukan. Sehingga nantinya kegiatan wisata dapat berjalan lancar. 

Empaty menuntut kepekaan seseorang, namun juga dapat dilatih dengan membiasakan diri. Karena empaty sangat erat kaitanya dengan respon pelayan dalam melayani. Jika seseorang memiliki empathy tinggi, tentu akan memiliki kepekaan dalam memahami kesulitan orang lain, sehingga dapat dengan sigap memberikan pertolongan dan bantuan. 

Nyata (Tangibles), pelayanan prima akan terwujud jika didukung oleh sarana prasarana yang berwujud nyata (tangible). Nyata (Tangibles) yaitu sesuatu yang nampak atau yang nyata yaitu. Sehingga konsekuensinya, segala fasilitas atau media yang digunnakan dalam memberikan pelayanan harus terlihat meyakinkan dan berfungsi dengan baik. 

Beberapa contoh yang harus diperhatikan: 

1) Hal paling sederhana dapat ditinjau dari penampilan staf, misalnya: staf harus berpakaian rapi, bersih, wangi dan meyakinkan. 

2) Kamar homestay bersih, sprei atau selimut yang digunakan berwarna putih bersih. Ruangan kamar wangi, suhu kamar pas, fentilasi udara dan pencahayaan tersedia dengan baik dan lain sebagainya. 

3) Pada restoran misalnya, peralatan makan yang digunakan bersih dan higienis, contoh: sendok tidak berkarat atau bernoda; gelas kaca bening, tidak ternoda dan tidak berbau. 

4) Wahana wisata terlihat terawat dan meyakinkan




Sumber Rujukan
Hermawan, Hary. dkk., (2018). Pengantar Manajemen Hospitality. Pekalongan: Penerbit NEM


Sunday, November 22, 2020

Berwisata di Desa Wisata Garongan, Turi, Sleman, Yogyakarta

Desa Wisata Garongan merupakan sebuah desa yang terletak di lereng gunung Merapi yang berjarak 14,3 Km dari puncak Merapi. Desa Wisata Garongan berada di Padukuhan Kembang dan Padukuhan Pojok, Desa Wonokerto Kecamatan Turi Sleman Yogyakarta. Sekretariat Desa Wisata Garongan berada di Pedukuhan Pojok. Desa Wisata Garongan berjarak ± 20 Km ke arah utara dari Ibukota Daerah Istimewa Yogyakarta atau sekitar ± 15 Km ke arah utara dari Ibukota Kabupaten Sleman.

Sebagai tambahan informasi, bahwa Desa Wonokerto secara lengkap terdiri dari 13 Pedukuhan, yaitu : Pedukuhan Pojok,Pedukuhan Kembang, Pedukuhan Tunggularum, Pedukuhan Gondoarum,Pedukuhan Sempu, Pedukuhan Manggungsari, Pedukuhan Imorejo,Pedukuhan Jambusari, Pedukuhan Banjarsari, Pedukuhan Dukuhsari, Pedukuhan Bejiji, Pedukuhan Dadapan dan Pedukuhan Samorejo.

Desa Wisata Garongan
Kunjungan dari Kemenparekraf, 2020

Menurut cerita dari berbagai sumber desaini mendapat julukan “Garongan” karena memiliki sejarah tersendiri. Dahulu kala, desa ini merupakan tempat singgah para “garong” (pencuri, penyamun, dan sebagainya) yang berasal dari pantai utara. Sebelumnya, mereka tidak bisa datang serta tinggal di sini karena di antara Gunung Merapi dan Gunung Merbabu jalurnya tidak bisa ditempuh dengan jalan kaki maupun berkuda. Kondisi jalan pada waktu itu sangat sulit untuk dilalui. Setelah beberapa waktu kemudian, terjadi erupsi yang sangat besar sehingga lereng-lereng diantara Gunung Merapi dan Gunung Merbabu itu runtuh. Setelah itu, beberapa puluh tahun kemudian akses untuk jalan sudah bisa dilalui. Para Garong akhirnya bisa datang dan berhenti di daerah ini karena jika mereka ke arah utara maka tanahnya terlalu tandus dan belum bisa ditanami. Selain itu, apabila mereka ke arah selatan di sana sudah terdapat kepemerintahan kerajaan yang sudah berkuasa sehingga mereka tidak berani untuk singgah.

Lokasi ini sangat strategis bagi para garong untuk berhenti atau singgah. Setelah mereka singgah, mereka melanjutkan aktifitas mereka sebagai garong yaitu mencuri dan sebagainya (Wawancara dengan Naryo, Pengelola Desa Wisata, 12 Oktober 2020).

Desa Wisata Garongan memiliki daya tarik wisata Jakagarong. Jaka Garong bukan merupakan nama orang, akan tetapi kepanjangan Jelajah Alam Kampung Garongan. Dinamai sedemikian rupa dikarenakan melihat nilai ketidakpantasan. Dewi merupakan nama yang indah, dan apabila ditambahkan kata garong menjadikannya tidak pantas. Oleh karena itu di Desa Wisata Garongan dinamai Jakagarong.

Desa Wisata ini memiliki banyak sumber air yang melimpah. Selain itu, pemandangan utuh Gunung Merapi juga dapat disaksikan. Suasana alam yang segar, terdapat kolam ikan dengan gazebo-gazebo yang mengelilinginya (Wawancara dengan Naryo, Pengelola Desa Wisata, 12 Oktober 2020).

Awal mula menjadi desa wisata dipelopori adanya program agropolitan yang dicanangkan pemerintah pada tahun 2004. Agropolitan ini membuka akses wisata potensi-potensi yang mempunyai potensi wisata di sabuk merapi di lereng merapi sebelah barat,selatan, dan timur dihubungnkan dalam satu jalur.

Pada jalur tersebutterdapat titik-titik yang bisa dikembangkan antara lain pasar tradisional, pasar buah, rest area dan lain-lain. Setelah di analisa, Garongan mendapat bagian menjadi rest area dan saat itu dibangun jalan. Kemudian setelah dibuka akses jalan disini banyak dikunjungi masyarakat, banyak dikunjungi oleh orang kemudian warga sekitar juga sering datang kesni.

Pemandangan gunung merapi juga menjadi daya tarik orang berdatangan. Pak Tikno pada waku itu(sekarang ini menjadi pembina) mengusulkan bagaimana kalau desa ini dijadikan desa wisata. Usulan –usulan lainnya banyak muncul dari masyarakat, akan tetapi Pak Tikno bersama masyarakat memprakasai berdirinya desa wisataini” (Wawancara dengan Naryo, Pengelola Desa Wisata, 10 Oktober 2020).

Setelah itu, Bapak Supratikno bersama masyarakat memberikan usulan tentang pembentukan desa wisata. Pak Tikno bersama dengan warga Padukuhan Kembang akhirnya memprakasai berdirinya desa wisata.

Potensi wisata yang dimiliki di Desa Wisata Garongansecara lengkap dijabarkan sebagai berikut: 

1) Alam Sungai Sempor 
Sungai Sempormerupakan sungai yang alirannya melewati Padukuhan Kembang. Sungai Sempor ini yang berhulu dari lereng merapi, memberikan pemandangan yang segar disekitar seperti pepohonan yang rindang, areal persawahan serta pemukiman warga. Sungai sempor cukup aman jika terjadi lahar dingin dari lereng merapi, sebab sungai sempor berhulu dari kali krasak sehingga apabila terjadi banjir lahar dingin tidak berdampak langsung. Salah satu kegiatannya yaitu susur sungai yang disediakan pengelola dan dipandu oleh pemandu khusus susur sungai yang sudah memahami medannya (Wawancara dengan Naryo, Pengelola Desa Wisata 12 Oktober 2020) 

wisata susur sungai
Aktifitas Sungai, sumber https://desawisatagarongan.com

2) View Gunung Merapi 
Gunung Merapimerupakan gunung api aktif yang terletak diantara 2 Provinsi yaitu Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan 4 Kabupaten yaitu Kabupaten Sleman dan Jateng, Kabupaten Magelang, Kabupaten Magelang, dan Kabupaten Klaten. Gunung Merapi sendiri memiliki ketinggian 2.917 MDPL dengan diameter kawag 500 meter dan kedalaman 100 meter (Sumber Panduan Museum GunungApi Merapi Sleman). 

3) Bumi Perkemahan (Camping Ground) 
Bumi Perkemahan Desa Wisata Garongan berada di Padukuhan Kembang, merupakan suatu aset yang dimanfaatkan oleh desa. Awalnya lokasi ini merupakan tanah tandus yang tidak dapat ditanami, namun inisiatif warga untuk mengolah tanah tersebut meembuahkan hasil yang saat ini dinamai oleh warga menjadi lahan perkemahan. Tanah yang saat ini menjadi lokasi camping merupakan tanah kas desa yang dikembangkan oleh masyarakat. Camping ground yang dimanfaatkan oleh Desa Wisata Garongan ini terbagi menjadi dua wilayah yang di beri nama Jakagarong 1 dan Jakagarong 2. Luas camping ground 3 Hektar yang terbagi menjadi dua blok yaitu Jakagarong Satu dan Jakagarong Dua. Jakagarong 1 terletak di sisi selatan dengan luas 2 hektar yang dapat di gunakan untuk kegiatan sekitar 350 peserta dengan kapasitas 50 tenda pramuka. Sedangkan Jakagarong 2 berada di sisi utara yang dapat di gunakan untuk kegiatan sekitar 200 (Wawancara dengan Naryo, Pengelola Desa Wisata, 10 Oktober 2020). 

4) Akomodasi 
Sebagai daerah tujuan rekreasi dan bumi perkemahan, tentu saja Desa Wisata Garongan memiliki peluang untuk mengembangkan unit bisnis akomodasi yaitu homestay.Homestayberasal dari rumah-rumah rakyat yang telah ditingkatkan fasilitas dan sarananya, sehingga memenuhi syarat-syarat sebagai usaha homestay. Homestay merupakan bentuk usaha yang mendapatkan keuntungan dari penyediaan berbagai keperluan penginapan selama seseorang melakukan perjalanan jauh dari tempat tinggalnya, di Indonesia banyak berada di desa-desa wisata sebagai sarana wisata tambahan 

5) Potensi Hortikultura (Budidaya Tanaman Kebun) 
Hortikultura yang dimiliki merupakan budidaya kebun salak. Kebun salak Jakagarong memiliki beberapa jenis yakni ada Salak Pondoh, Salak Gula Semut, dan Salak Gading. Perkebunan salak sendiri masing-masing lahannya adalah miliki desa yang disewakan oleh para petani salak dengan luas masing-masing kurang lebih hampir 2 Hektar. Kebun salak ini juga sudah memiliki penghargaan dan mempunyai lisensi ekspor diantara perkebunan salak lainnya di Turi, bahkan menjadi kategori kebun salak yang memenuhi standar asia juga. Salak yang paling umum dan sering di eksport adalah salak pondoh yang paling mudah dipanen , Salak gula semut memiliki identik rasa yang lebih manis, dan salak gading memiliki bentuk fisik yang berbeda yakni warna kulitnya kuning kehijauan dan sulit ditanam karena rentan terhadap berbagai penyakit tanaman dan kalopun berhasil ditanam salak gading cocok untuk pengobatan herbal. Salak Pondoh di Jakagarong sendiri sering di eksport ke negara Kamboja (Wawancara dengan Yato, Bag. Perkebunan Salak Desa Wisata Garongan, 12 Oktober 2020)dan (Wawancara dengan Naryo ,Pengelola Desa Wisata Garongan 12 Oktober 2020) 

6) Potensi Akuakultur (Budidaya Ikan Air Tawar) 
Akuakultur yang dibudidayakan oleh penduduk sekitar adalah budidaya bibit nila yang memiliki kolam tambak dan pasarnya yang menjadi 1 lokasi yaitu Budidaya dan Pasar Ikan Mina Taruna. Disini juga dijadikan tempat kegiatan bagi para pengunjung dari campground, disini peserta belajar dan melihat secara langsung proses budidaya bibit ikan air tawar sampai dengan ke tahapan penjualannya. 

7) Potensi Kuliner & Minuman 
Desa wisata garongan mengolah produk-produk yang berasal dari sumber daya Hortikultura (Perkebunan) produk-produk tersebut berupa Wajik Salak, Minuman Jamega (Jahe Merah Garongan) , Kipo Garongan, dan Sagon. 

8) Potensi Budaya 
Meskipun Desa Wisata Garongan mengandalkan daya tarik wisata alam, namun sebenarnya masih memiliki beberapa tradisi budaya yang dapat dikembangkan seperti gejlok lesung, upacara daur hidup, story telling Desa Garongan dan lain sebagainya.


Contributor
Hary Hermawan & Florinata Wijaya

Sunday, July 5, 2020

Bersilaturahmi dengan Komunitas Jamblang Gentong dan Pengurus Desa Wisata Karang Tengah

Beberapa waktu yang lalu (5 Juli 2020) saya bersama tim dolan Dimas Setyo Nugroho dan mahasiswi saya Florinnata Widjaja seperti biasa  hobby blusukan ke desa-desa mencari ide riset, atau insipirasi hal apapun yang dapat dilakukan untuk berbagi kebaikan. Kali ini Kami berkesempatan untuk bersilaturahmi, dan berbagi cerita dengan Komunitas Jamblang Gentong Pengelola Taman Dolanan dan Bapak Sugiyanto pengurus Desa Wisata Karang Tengah, Imogiri, Bantul, D.I.Yogyakarta. 

Kami berbincang-bincang dengan Mas Soni, tokoh komunitas Jamblang Gentong serta selaku pengurus Taman Dolanan. Komunitas Jamblang Gentong (Taman Doalanan) memiliki visi untuk menjadi tujuan wisata budaya berbasis pelestarian permainan tradisional. Dari hasil diskusi dan observasi kami, Taman Dolanan memang cukup menarik dan potensial menjadi destinasi wisata. Selain terletak ditengah pedesaan yang masih asri yang didukung dengan banyaknya tanaman Jamblang (duwet) sebagai icon. Taman Dolanan juga memiliki aset kebudayaan yang cukup lengkap. Pemuda yang tergabung dalam Komunitas Jamblang Gentong masih memiliki kesadaran akan pelestarian budaya, masing-masing memiliki keterampilan seni budaya lokal yang unik, termasuk pengetahuan yang cukup luas dalam hal permainan tradisional seperti dakon, enggrang, layangan, gobak sodor, dan lain sebagainya. Akan tetapi, untuk menjadi destinasi wisata yang baik harus didukung dengan kepedulian kita bersama untuk membantu dalam mengemas potensi tersebut menjadi sebuah daya tarik wisata yang unik, asli dan tentunya atraktif. 

Komunitas Jamblang Gentong
Foto-bareng Komunitas Jamblang Gentong

Taman Dolanan
Btw cuma main malah dapat maem gaes...

Komunitas Jamblang Gentong

Setelah selesai berbincang-bincang di Taman Dolanan, Kami melanjutkan perjalanan ke Desa Wisata Karang Tengah. Disini kami bertemu ketua pengelola yang super ramah, namanya Bapak Sugiyanto. Menurut cerita beliau Desa Wisata Karang Tengah sempat berada pada masa jayanya. Sekitar tahun 2009 lalu, banyak tourist dari Negara Jepang yang berlibur di Desa Wisata ini. Namun, kondisi saat ini disusul dengan kondisi Pandemi COVID 19, membuat kegiatan wisata disini menjadi  lesu (tetap semangat bapak). 
Desa Wisata Karang Tengah juga sangat potensial, desa wisata ini memiliki pemandangan alam yang sangat indah yaitu di bukit BNI (dinamakan BNI karena dulu ada sponsor), yang dikelilingi oleh perkebunan jambu mete. Karena hari sudah mulai gelap, kami membatalkan niat untuk sampai ke puncak bukit BNI. Cenderamata unik terbuat dari kepompong ulat sutra emas juga menjadi daya tarik tersendiri.

Foto Bersama Bapak Sugiyanto

Kerajinan Kempompong Ulat Sutra Emas
Kerajinan Kempompong Ulat Sutra Emas

Proses Pembangunan Taman Dolanan (Abaikan yang dimotor)

Produk Ecoprint

Tuesday, May 26, 2020

Webinar ADPI Kesiapan Operasional Pariwisata di Masa Pandemi Covid-19

Asosiasi Dosen Pariwisata Indonesia (ADPI) bersama "Himpunan Lembaga Pendidikan Tinggi Pariwisata (Hildiktipari) DPW V" menyelenggarakan webinar pariwisata bertema "Kesiapan Operasional Industri Pariwisata di Masa Pandemi Covid-19". 
Kami menghadirkan diskusikan menarik dengan narasumber berpengalaman dari unsur Pemerintah, Akademisi, dan Praktisi Pariwisata.

Pendaftaran: https://bit.ly/Webinar_ADPI

Narahubung webinar
Emita 087838687884
Hary Hermawan 08973810090

Tautan bergabung grup wa ADPI: https://chat.whatsapp.com/ElPzyAH812P4koSXhwonWT

Facebook : Asosiasi Dosen Pariwisata Indonesia




Friday, January 17, 2020

Mengenal Teori Partisipasi Masyarakat dalam Pengembangan Pariwisata



Partisipasi  masyarakat  adalah keikutsertaan,  keterlibatan,  dan kesamaan  anggota  masyarakat  dalam suatu  kegiatan  tertentu  baik  secara langsung  maupu  tidak  langsung,  sejak dari  gagasan  perumusan  kebijakan, pelaksanaan  program  dan evaluasi (Rubiantoro dan Haryanto, 2013). Partisipasi masyarakat merupakan dasar untuk menciptakan pariwisata berkelanjutan; masyarakat. Partisipasi memainkan peran penting dalam tahap perencanaan hingga implementasinya (Lind & Simmons, 2017).
Tujuan dari partisipasi masyarakat adalah agar masyarakat sadar bahwa mereka memiliki kekuatan untuk mengambil keputusan, dan mereka berhak mendapat manfaat dari pariwisata pengembangan yang telah mereka rencanakan (Tosun, 2000). Oleh karena itu, keterlibatan masyarakat dari proses perencanaan untuk pengambilan keputusan umumnya dianggap wajib (Chok, Macbeth & Warren, 2007).

Partisipasi, sumber gambar : http://www.arissubagiyo.com
Pendekatan partisipatif akan memungkinkan penerapan prinsip pariwisata berkelanjutan itu akan mengarahkan masyarakat menuju sikap positif dengan terciptanya upaya pelestarian sumber daya alam lokal dan dengan demikian pelestarian lingkungan (Tosun, 2006). Warga yang berpartisipasi dalam pengelolaan dan pengembangan pariwisata akan mendapat manfaat dalam bentuk peningkatan kualitas kehidupan pariwisata dan pelestarian lingkungan sekitarnya (Nicholas, Thapa & Ko, 2009). Dengan  adanya  partisipasi  masyarakat, pengembangan  desa  wisata  cenderung membawa  dampak  yang  positif  bagi masyarakat lokal (Hermawan, 2016a). Selain itu, manfaat yang akan mereka dapatkan adalah meningkatkan kepemilikan, meningkat pengembangan jejaring sosial, dan menanamkan apresiasi dan pemahaman yang lebih besar tentang nilai area lokal (Gursoy, Jurowski & Uysal, 2002; Tosun & Timothy, 2003).
Dalam kasus pariwisata pedesaan, kadang-kadang gagasan untuk menciptakan dan mengembangkan turis baru Daya tarik tidak selalu berpusat pada pemerintah. Menurut Lamberti et al. (2011), Gagasan untuk mengembangkan objek wisata baru terkadang berasal dari komunitas lokal itu sendiri. Beberapa warga yang merupakan pencetus ide pengembangan pariwisata disebut agen cosmopolitan, mereka memainkan peran penting dalam mempercepat pengembangan pariwisata lokal.
Agen kosmopolitan adalah penghuni berpengetahuan dan berpengetahuan luas yang mengambil inisiatif dan bertindak sebagai katalis dalam pengembangan pariwisata (Iorio & Corsale, 2014). Mereka juga membangun sosial modal untuk menciptakan ikatan dan memperkuat hubungan antara anggota masyarakat untuk mencapai tujuan bersama (Jóhannesson, Skaptadóttir & Benediktsson, 2003). Di dalam partisipatif proses perencanaan, para pemangku kepentingan berkumpul untuk berdiskusi; mereka berbagi ide untuk dirumuskan tujuan bersama, menetapkan rencana bersama untuk melaksanakan rencana tersebut bersama-sama (Nicolaides, 2015; Araujo & Bramwell, 1999).
Proses selanjutnya adalah agar masyarakat membentuk komite koordinasi meningkatkan komunikasi, transfer pengetahuan dan keterampilan antara anggota masyarakat  (Beritelli, 2011). Hal ini dimaksudkan agar untuk mengatasi kesenjangan pengetahuan dan upaya teknis di antara anggota masyarakat (Frisk & Larson, 2011) sehingga desa semakin menjadi rumah untuk "penduduk desa" (Ballesteros & Feria, 2016).
Arnstein  (1969)  menggambarkan partisipasi  masyarakat  sebagai  suatu pola  bertingkat  (ladder  patern)  yang tediri  dari  8  tingkat,  dimana  tingkatan paling  bawah  merupakan  tingkat partisipasi  masyarakat  sangat  rendah, menengah,  kemudian  tingkat  yang paling  atas  merupakan  tingkat  dimana partisipasi  masyarakat  sudah  sangat besar dan kuat.



Tangga Arnstein (1969), sumber https://www.ajhtl.com



Bagian  pertama Nonparticipan (tidak
ada partisipasi),  dari  Manipulation dan Therapy.  Pada bagian ini,  inisiator atau otoritas  yang  berkuasa  sengaja menghapus  segala  bentuk  partisipasi publik.  Pada  tingkat  Manipulation, mereka memilih dan mendidik sejumlah orang  sebagai  wakil  dari  publik. Fungsinya,  ketika  mereka  mengajukan berbagai  program,  maka  para  wakil publik tadi  harus  selau menyetujuinya. Sedangkan  publik  tidak  diberitahu tentang  hal  tersebut.  Pada  tingkat Therapy,  inisiator  sedikit  memberitahu kepada  publik  tentang  beberapa programnya  yang  sudah  disetujui  oleh wakil  publik.  Publik  hanya  bisa mendengarkan saja.
Bagian  kedua,  Tokenism (delusif) dengan  rentang  dari  Informing, Consultation dan  Placation.  Dalam Tokenism, otoritas  yang  berkuasa menciptakan  citra,  tidak  lagi menghalangi  partisipasi  publik.  Akan tetapi  kenyataan  yang  terjadi  berbeda, benar  partisipasi  publik  dibiarkan, namun  mereka  mengabaikannya  dan mereka tetap mengeksekusi  rencananya semula.  Ketika  berada  di  tingkat Informing,  inisiator  program menginformasikan  macam-macam program  yang  akan  dan  sudah dilaksanakan  namun  hanya dikomunikasikan  searah,  dan  public belum  dapat  melakukan  komunikasi umpan-balik  secara  langsung.  Untuk tingkat Consultation, inisiator berdiskusi dengan  banyak  elemen  publik  tentang berbagai agenda. Semua saran dan kritik didengarkan  tetapi  mereka  yang mempunyai  kuasa memutuskan, apakah saran dan kritik dari publik dipakai atau tidak.  Pada  tingkat  Placation,  inisiator berjanji  melakukan berbagai  saran  dan kritik dari publik,  namun mereka diamdiam menjalankan rencananya semula. Partnership, Delegated  Power dan Citizen  Control merupakan  jajaran tingkatan di bagian ketiga, yaitu Citizen Power (publik berdaya).
Saat partisipasi publik  telah  mencapai  Citizen Power, maka  otoritas  yang  berkuasa  sedang benar-benar mendahulukan peran public dalam berbagai  hal.  Saat  berada  pada tingkat  Partnership,  mereka memperlakukan publik selayaknya rekan kerja.  Mereka  bermitra  dalam merancang  dan  mengimplementasi  aneka kebijakan publik. Naik ke tingkat Delegated  Power,  mereka mendelegasikan  beberapa  kewenangan kepada  publik.  Contoh,  publik  punya hak  veto  dalam  proses  pengambilan keputusan.  Tingkat  tertinggi  yaitu Citizen  Control.  Pada  tingkatan  ini publik  lebih  mendominasi  ketimbang mereka  (otoritas),  bahkan  sampai dengan  mengevaluasi  kinerja  mereka. Partisipasi  publik yang ideal  tercipta di tingkat ini.
Baca artikel lengkap saya di : https://www.ajhtl.com