Friday, September 4, 2020

Rumpun Bambu Bagi Kehidupan Manusia dan Kegiatan Wisata

Rumpun bambu dapat digunakan sebagai daya tarik wisata ilmu pengetahuan dan teknologi, asal direkayasa sesuai dengan keinginan pasar wisatanya.  Tetapi kalau budayanya masih terikat pada tradisi dan tidak disesuaikan dengan matra ruang dan waktu, hidup manusia. Oleh karena itu, penyesuaiannya dengan matra pengetahuan dan teknologi maju, agar nilainya untuk kepentingan berfungsi sebagai penetral larutan logam berat di dalam air yang meresap ke dalam lapisan batuan. 
Rumpun Bambu
Rumpun Bambu
Penelitian perihal manfaat sulit diperoleh pasar yang dapat meningkatkan kesejahteraan ruang dan waktu, harus disertai dengan penerapan ilmu hidup manusia meningkat hingga dipedulikan kembali.
Kepedulian manusia pada rumpun bambu baik sebagai tumbuhan maupun sebagai bahan untuk memenuhi hajat hidup manusia, perlu sekali dipelajari secara rinci terutama mengenai sifat dan keserbagunaannya. Bagaimanapun juga, rumpun bambu atau bambunya sebagai bahan mentah, tidak mungkin diganti dengan bahan lain yang lebih mudah dan murah pengelolaannya. Apalagi sifatnya yang sudah begitu merakyat tidak mudah tertandingi oleh tumbuhan jenis apapun. 
Hal ini sudah terbukti sejak awal mula manusia prasejarah mengenal bambu. Jika hal ini tidak terkelola dengan baik dan benar, tidak mustahil salah satu sumberdaya alam akan hilang dari kehidupan masyarakat sehingga manfaat yang demikian besar untuk kepentingan hidup manusia akan ikut hilang. Rumpun bambu dapat digunakan untuk menunjang kemantapan keseimbangan alam di permukaan bumi secara geologi teknik, agar dapat mencegah berkembangnya kegiatan erosi, pengikisan, atau gerakan medan. Selain itu, sifatnya yang dapat tumbuh subur di berbagai permukaan tanah, dapat pula ditanam di lereng pebukitan, di tebing sungai, atau lainnya agar permukaan medan mantap dan kuat. Demikian pula rumpunnya yang bersifat lulus air dapat digunakan sebagai  sarana alami untuk resapan.

Sumber : 
Darsoprajitno (2020)
Ekologi Pariwisata

Wednesday, June 12, 2019

Geowisata : Evaluasi Dampak Sosial & Budaya Pariwisata



Secara teoretikal-idealis, antara dampak sosial dan dampak kebudayaan dapat dibedakan. Namun demikian, Mathieson dan Wall menyebutkan bahwa “there is no clear distinction between sosial and cultural phenomena,” sehingga sebagian besar ahli menggabungkan dampak sosial dan dampak budaya pada pariwisata ke dalam judul dampak sosial-budaya pariwisata.
Penelitian tentang dampak pariwisata terhadap sosial-budaya, hendaknya tidak memandang masyarakat sebagai sesuatu yang “internality totally integrated entity”, melainkanharus juga dilihat segment segment yang ada, atau melihat interest groups, karena dampak terhadap kelompok sosial yang satu belum tentu sama, bahkan bisa bertolak belakang dengan dampak terhadap kelompok sosial yang lain.

dampak sosial pariwisata
Tari Pendhet sebagai Aset Sosial-Budaya Indonesia, Sumber : id.wikkipedia.com
Demikian juga mengenai penilaian tentang positif dan negatif sangat sulit digeneralisasi untuk menilai perubahan masyarakat, kareana penilaian positif dan negatif tersebut sudah merupakan penilaian yang mengandung nilai (value judgement), sedangkan nilai tersebut tidak selalu sama bagi segenap kelompok masyarakat. Artinya, dampak positif dan negatif perlu dipertanyakan, “positif untuk siapa dan negatif untuk siapa?”
Menilai dampak sosial-budaya pariwisata terhadap kehidupan masyarakat lokal merupakan pekerjaan yang sulit terutama dalam segi metodologis karena banyaknya faktor kontaminasi yang turut berperan seperti diatas.
Walaupun menilai dampak sosial-budaya pariwisata merupakan hal yang sulit namun, sutdy tentang dampak sosial-budaya pariwisata selama ini dasumsikan bahwa akan terjadi perubaha sosial budaya akibat kedatangan wisatawan, dengan tiga asumsi yang umum yaitu:
1.      Perubahan dibawa akibat adanya intrusi dari luar, umumnya dari sitem sosial-budaya yang superordinat terhadap budaya penerima yang labih lemah
2.      Perubahan tersebut umumnya destruktif bagi budaya indigenous
3.      Perubahan akan membawa homogenisasi budaya, dimana identitas etnik lokal akan tenggelam dalam bayangan sitim industri dengan teknologi barat, birokrasi nasional dan multinasional, konsumtif dan a consumer-oriented economy, dan jet-age life styles
Richardson & Fluker (2004)  mengelompokan dampak pariwisata terhadap sosial-budaya yang diklasifikasikan sebagai berikut :
1.      Dampak terhadap struktur populasi
Meningkatnya aktifitas pariwisata di suatu daerah tujuan pariwisata memerlukan tenaga untuk menjalankan usaha pariwisata dan memberikan pelayanan yang diperlukan wisatawan.
Sebagaian dari tenaga kerja tersebut mungkin berasal dari penduduk lokal yang emutuskan untuk berganti pekerjaan dari sektor lain ke pariwisata. sebagaian penduduk lain mamutuskan untuk tetap bertahan tinggal di sekitar daerah tersabut meskipun tidak terserap menjadi tenaga kerja sektor pariwisata dibanding harus pindah ketempat lain karena keterbatasan peluang kerja. Kemungkinan lainya adalah datangnya penduduk yang berasal dari daerah lain yang kebetulan bekerja di daerah tersebut karena pariwisata.
Hasilnya adalah perubahan jumlah populasi dan mengubah kompisisi penduduk. Perkerja industri pariwisata umumnya berkisar antara 20 sampai 40 tahun, sehingga komposisi penduduk di daerah tersebut bergeser, kepadatan penduduk per kilometer persegi juga kemungkinan meningkat. Pendatang ataupun imigran menjadi positif dalam kasus kurangnya tenaga kerja namun menjadi negatif jika malah manambah tingkat pengangguran.
2.      Transformasi struktur mata pencaharian
Peluang kerja di sektor pariwisata memiliki beberapa kelebihan dibanding sektor industri lainya. Hal ini sangat menarik minat orang dari profesi dan daerah lain untuk pindah ke sektor pariwisata. Dampak tranformasi struktur mata pencaharian positif jika menambah penghasilan namun negatif jika mata pencaharian sektor tradisional hilang akibat pengembangan pariwisata.
3.      Tranformasi tata nilai
Meningkatnya pospulasi dengan datangnya orang yang mempunyai attitude berbeda-beda dapat menyebabka terjadinya percampuran tata nilai di daerah tujuan wisata tersebut. Tranformasi dapat mengambil beberapa bentuk seperti berikut;
a.       Efek peniruan (demonstration effect / homogenisasi)
Hal ini merupakan nama lain dari proses alkulturasi sebuah teori yang mengasumsikan bahwa ketika dua kebudayaan berinteraksi maka kebudayaan yang dominan akan mengalahkan kebudayaan yang lebih lemah sehingga membawa perubahan pada kebudayaan yang lebih lemah tersebut. Perubahan yang terjadi dapat berakibat positif (bermanfaat) seperti meningkatnya ilmu pengetahuan dan teknologi, meningkatnya tata nilai atau etika yang lebih baik, dapat juga berakibat negatif (merugikan) seperti hilangnya kearifan lokal atau degradasi budaya, adanya persamaan gaya hidup antara wisatawan dan masyarakat lokal akibat adanya peniruan.
b.      Marginalisasi
Orang yang termarginalisasi (dalam konteks pariwisata) merupakan individu yang menolak asimilasi secara penuh kebudayaan yang dibawa wisatawan ke dalam kehidupan sehari-hari.
Orang yang termarginalisasi tidak mengadopsi seperangkat norma dan standar yang telah diterima oleh kedua kebudayaan. Tingkah lakunya dianggap menyimpang oleh kedua kebudayaan (wisatawan dan penduduk lokal) mengakibatkan terpisahnya individu tersebut dari kedua kebudayaan tersebut.
c.       Komoditifikasi kebudayaan
Komoditifikasi kebudayaan adalah kegiatan menjual kebudayaan menjadi paket wisata untuk dijual dengan cara menyesuaikan waktu dan keinginan wisatawan tetapi melupakan tujuan utama atau sakralnya kebudayaan itu sendiri.
4.      Dampak yang terjadi pada  kehidupan sehari hari
Pariwisata selain bermanfaat secara ekonomi dan budaya, pariwisata juga dapat menimbulkan dampak pada kehidupan masyarakat sehari-hari misalnya
a.       Dampak positif jika pengembangan pariwisata mengakibatkan meningkatnya mobilitas sosial, namun menjadi negatif jika pariwisata menimbulkan terlalu sesaknya orang akibat kunjungan wisatawan
b.      Pengembangan pariwisata positif jika aksebilitas masyarakat semakin baik, namun menjadi negatif jika menimbulkan kemacetan lalu-lintas. Atau akses ke fasilitas publik lainya.
c.       Penggunaan infrastruktur pariwisata menjadi positif jika ramah lingkungan dan menimbulkan manfaat bagi masyarakat sekitar namun penggunaan infrastruktur yang berlebihan juga terkadang membawa masalah bagi masyarakat sekitar.
Energi seperti air mungkin tidak mampu mendukung perkembangan pariwisata yang terlalu cepat dan tidak lagi dapat memenuhi konsumsi masyarakat sehingga menimbulkan polusi, masalah kesehatan, ketidaknyamanan bagi warga sekitar. Hal ini berimplikasi pada penolakan warga dan menimbulkan konflik antara pengelola dan masyarakat umum.
d.      Pengembangan pariwisata positif jika dapat menambah fungsi sosial tanah namun menjadi negatif jika pengambilan lahan untuk pembangunan akomodasi dan fasilitas wisata akan mengurangi manfaat sosial dari lahan yang sebelumnya digunakan oleh masyarakat sekitar.
e.       Pengembangan pariwisata berkontribusi positif jika dapat memacu perkembangan sektor usaha lain namun menjadi negatif jika pengembangan pariwisata mengakibatkan masyarakat lokal kehilangan manfaat dari usaha lain akibat pembangunan pariwisata.
f.       Polusi desain arsitektur
Fasilitas wisata yang dibangun dengan desain arsitektur yang kontras dengan budaya dan kearifan lokal yang ada di masyarakat dapat mengakibatkan masalah sosial antara investor, pengelola dan masyarakat.
g.       Kejahatan kepada dan oleh wisatawan
5.      Dampak terhdap individu dan keluarga
Dampak positif dan negatif pengembangan pariwisata terhadap individu dan keluarga meliputi:
a.       Meningkatkan peluang berwisata, sedangkan dampak negatifnya adalah adanya perubahan ritme kehidupan sosial dan kemasyarakatan penduduk lokal
b.      Bertambahnya interaksi sosial karena banyak bertemu orang, sedangkan dampak negatifnya adalah kemungkinan hilang atau berkurangnya ikatan pertemanan yang penting
c.       Meningkanya kualitas hidup, sedangkan dampak negatifnya adalah Peningkatan persepsi terhadap bahaya kriminalitas
d.      Meningkatkan kemampuan berbahasa, sedangkan dampak negatifnya adalah hilangnya bahasa daerah
e.       Peningkatan sikap terhadap pekerjaan kesantunan dan tatakrama, sedangkan dampak negatifnya adalah masyarakat lokal malah muncul rasa takut untuk bertemu orang asing (xenophobia).
Sedangkan dalam hal dampak pariwisata terhadap budaya lokal, WTO 1980 dalam I. G. Pitana & Putu, (2009) menyebutkan beberapa dampak positif dan negatif. Dua diantara beberapa dampak tersebut adalah.
1.      Berkembang atau hilangnya kebudayaan lokal
Pariwisata dapat memicu berkembanganya kesenian dan tradisi lokal seperti tari, seni lukis, seni patung dan munculnya kelompok- kelompok kesenian lokal sebagainya. Namun ada kumungkinan pariwisata justru menggilas kebudayaan digantikan oleh kebudayaan impor, atau jika masih bertahan berkemungkinan menjadi kebudayaan atau kesenian yang berorentasi komersial, dijual demi uang semata.
2.      Perlindungan atau perusakan terhadap aset budaya/monument sejarah
Pengelolaan pariwisata dapat memacu kesadaran akan lingkungan alam dan aset budaya/monument sejarah yang terletak di kawasan tersebut. Namun terkadang keberadaan pariwisata justru menjadi pemicu perusakan dan degradasi kualitas aset budaya tersebut
Untuk itu, dalam meneliti dampak sosial-budaya, hendaknya peneliti menggunakan persepsi masyarakat lokal sendiri untuk mengukur dampak sosial-budaya pengembangan geowisata.  Secara kualitatif masyarakat dapat merasakan perubahan kualitas hidup, adanya pertukaran sosial-budaya yang bernilai ataupun sebaliknya berpendapat bahwa pariwisata dapat menyebabkan perubahan nilai-nilai tradisional atau budaya di masyarakat.

Matrik Evaluasi Dampak Sosial Pariwisata, Sumber: Hary Hermawan
Dampak Budaya Pariwisata
Selain dampak budaya, pariwisata juga berperan dalam menimbulkan dampak terhadap ekonomi seperti berikut

Geowisata : Evaluasi Dampak Ekonomi Pariwisata


Salah satu alasan pengukuran dampak ekonomi dan sosial budaya pengembangan geowisata, karena dalam pengembangan geowisata digunakan pendekatan konservasi. Salah syarat dalam konservasi adalah adanya nilai manfaat pengembangan pariwisata kepada masyarakat lokal, salah satunya adalah peningkatan ekonomi.

economics impact
Local Economics, Sumber: Wikipedia

Wisatawan yang datang ke sebuah destinasi dalam jangka waktu tertentu, menggunakan sumber daya dan fasilitas wisata, yang biasanya mengeluarkan uang. “Jika wisatawan yang datang ke sebuah destinasi tersebut sangat banyak akan berdampak pada kehidupan ekonomi daerah tersebut, baik langsung maupun tidak langsung. Dampak ekonomi yang ditimbulkan dapat bersifat positif maupun negatif”.
Dampak positif pariwisata terhadap kondisi ekonomi masyarakatdiantaranya :
1.         Dampak terhadap pendapatan masyarakat
Pembelanjaan wisatawan secara tidak langsung merupakan sumber pendapatan bagi masyarakat pelaku pariwisata yang melakukan usaha sektor pariwisata.Contohnya adalah pembelanjaan wisatawan untuk sewa homestay yang disediakan warga. Maka secara langsung pembelenjaan wisatawan untuk sewa homestay adalah sumber pendapatan tambahan bagi masyarakat.
2.         Dampak terhadap kesempatan kerja
Sektor pariwisata dan seperti halnya sekto-sektor lain yang berhubungan dengan pariwisata tidak dapat dipungkiri merupakan lapangan kerja yang menyerap begitu banyak tenaga kerja. Karena usaha sektor pariwisata biasanya adalah industry padat karya, yaitu industri yang masyoritas disuport oleh tenaga manusia, bukan mesin. Sub sektor industri pariwisata adalah hospitality, produk jasa atau pelayanan yang mengutamakan kualitas kehangatan serta keramahan kontak antar manusia, wisatawan selaku tamu atau guest dan masyarakat penyedia jasa wisata selaku host(Hermawan, 2017a).
3.         Dampak terhadap harga-harga
Permintaan sektor pariwisata terhadap produk lokal merupakan berkah bagi pengusaha setempat seperti petani, nelayan, peternak, perajin cinderamata dan pengusaha lain dalam  penjualan produknya. Dengan adanya kegiatan pariwisata, permintaan terhadap produk-produk lokal semakin tinggi sehingga menaikkan harga jual produk-produk tersebut. Kenaikan harga disatu sisi bisa positif, karena membuat produk lokal semakin bernilai. Namun disisi lain, kenaikan harga-harga bahan pokok juga akan berpengaruh juga terhadap daya beli masyarakat lokal sendiri.
Akan tetapi, hal ini dapat dikendalikan jika permintaan dan kebutuhan wisata dapat dicukupi dengan baik oleh suplay dari produk-produk lokal.
4.         Dampak terhadap distribusi manfaat dan  keuntungan ekonomi
Tidak jarang sebuah destinasi wisata berada di lokasi terpencil (pelosok) yang jauh dari pusat konsentrasi penduduk (kota) karena tempat dengan kriteria tersebut dianggap memiliki daya tarik yang masih alami. Oelh karena itu, pariwisata diharapkan mampu membantu penyebaran konsentrasi penduduk dan penyebaran aktifitas ekonomi dari kota ke wilayah terpencil tersebut desa.
5.         Dampak terhadap kepemilikan dan kontrol
Berkembanya pariwisata di suatu daerahjuga berarti ada peningkatan kebutuhan akan sumber daya. Misalnya air, listrik, gas, dan sebagainya. Pemerintah atau otoritas lokal yang lebih berwenang dalam pengelolaanya. Hal ini menjadi sumber pendapatan masyarakat lokal yang cukup bersar, jika kepemilikan sumber daya pariwisata berada dalam kekuasaan masyarakat lokal sendiri, bukan oleh pihak asing.
6.         Dampak terhadap pembangunan pada umumnya
Lokasi wisata di daerah pinggiran memerlukan infrastrukktur (jalan, rel kereta, sarana komunikasi, air bersih, listrik, gas dan sebagainya) untuk mendukungnya. Hal ini merupakan manfaat balik bagi dari kegiatan pariwisata yang dapat dirasakan masyarakat.
7.         Dampak terhadap pendapatan pemerintah
Pemerintah memperoleh pendapatan dari sektor pariwisata melalui berbagai cara seperti pajak, retribusi dan pendapatan dari sewa kas sebagainya (Cohen,1984;Hermawan, 2016).
Disamping dampak positif pada kemajuan ekonomi,pengembangan pariwisata juga berpontensi dampak negatif. Mathieson & Wall (1982)menyebut adalima potensi dampak negatif pengembangan pariwisata bagi ekonomi masyarakat lokal, diantaranya :
1.      Ketergantungan pada sektor pariwisata
Pariwsata merupakan jenis industri yang rentan terhadap fluktuasi. Isu seperti teror, wabah penyakit, konflik dan sebagainya) akan mempengaruhi minat wisatawan untuk pergi berwisata ke daerah tersebut. Padahal kita mengetahui bahwa banyak daerah tujuan wisata sangat menggantungkan perekonomianya pada sektor pariwisata. Akibatnya adanya isu negatif seperto diatas bisa terjadi kegitatan perekonomian mengalami penurunan yang sangat tajam dan berimplikasi pada penurunan kegiatan ekonomi secara berantai. Oleh karena itu pengelola destinasi sangat pentig untuk mempersiapkan, atau manajemen krisis jika suatu saat terjadi kemungkinan buruk.
2.      Meningkatkan angka inflasi
Akibat perputaran uang dan aktifitas ekonomi di daerah tujuan wisata sangat besar, maka permintaan barang konsumsi yang terus meningkat. Jika permintaan produk wisata tidak sebanding dengan kemampuan suplayakan berakibat harga menjadi mahal, daya beli masyarakat lokal turun, yang akan berdampak pada inflansi.
3.      Kecenderungan mengimpor barang-barang yang diperlukan dalam pariwisata dari luar daerah lain untuk memenuhi kebutuhan wisata, menyebabkan produk-produk lokal tidak terserap. Hal ini biasanya terjadi jika  wisatawan yang datang memiliki selera yang jauh berbeda atau tidak sesuai dengan produk-produk lokal yang ada.
4.      Modal luar yang masuk mengubah format pengembangan destinasi wisata. Dari kegiatan dan modal berskala kecil,menjadi kegiatan kecil dengan modal berskala menengah-besar. Pada kondisi ini, masyarakat lokal pada mulanya menginginkan pengembangan fasilitas dasar di desa yang dibangun secara cepat, sekaligus menyediakan fasilitas atraksi maupun akomodasi. Sehingga penyediaan fasilitas-fasilitas tersebut diambil-alih oleh pemodal besar, misalnya dengan mendirikan akomodasi eksklusif. Sehingga malah berdampak pada semakin sempitnya kesempatan masyarakat lokal untuk mengembangkan usaha atau bahkan mungkin juga berakibat pada hilangnya mata pencaharian masyarakat lokal. Pola penetrasi modal luar juga dapat terjadi dalam bentuk jaringan permodalan, di mana pemilik modal berinvestasi di berbagai jenis usaha pariwisata di desa, sementara masyarakat berperan sebagai mitranya.
Dalam mengkaji dampak ekonomi, penulis menyarankan untuk fokus pada indikator-indikator berikut:
1.    Dampak terhadap pendapatan masyarakat lokal
2.    Dampak terhadap kesempatan kerja
3.    Dampak terhadap harga-harga
4.    Dampak terhadap kepemilikian dan control oleh masyarakat lokal
5.    Dampak pembangunan pada umumnya
economics impact
Local Economics, Sumber: Wikipedia
Sedangkan metode dalam mengungkap dampak pengembangan pariwisata terhadap ekonomi masyarakat lokal dapat menggunakan penilaian persepsidenganindeph study (wawancara mendalam). Pandangan masyarakat dapat digunakan sebagai informasi untuk mengukur manfaat ekonomi dari pengembangan pariwisata di wilayahnya sendiri.Secara kualitatif masyarakat akan merasakan perubahan (peningkatan atau penurunan) ekonomi keluarganya: merasakan peningkatan kebutuhan hidup, atau adanya perubahan kesejahteraan, dan lain sebaginya.
Selain bersifat kualitatif penelitian juga dapat bersifat kuantitatif.Sedangkan aspek kuantitatif dapat diobservasi dari perubahan jumlah orang yang bekerja di sektor pariwisata secara langsung, meningkatnya jumlah wirausaha baru yang bekerja di sektor pariwisata serta peningkatan pendapatan dari adanya usaha baru dan kesempatan kerja tambahan.

Matrik Evaluasi Dampak Ekonomi Pariwisata
Matrik Evaluasi Dampak Ekonomi Pariwisata, Sumber : Penelitian Hary Hermawan
Seorang intepreter memiliki peran yang sangat penting dalam kegiatan wisata geologi / geowisata, baca artikelnya berikut

Geowisata : Peran Interpreter (Pemandu) dalam Kegiatan Wisata Geologi


Wisatawan berkualitas tentu menuntut akan perolehan manfaat yang didapat berupa pengalaman berrkualitas serta wawasan baru yang selama berwisata. Oleh karena itu, dalam geowisata dituntut adanya pelayanan yang prima, yaitu pelayanan mampu memenuhi harapan wisatawan akan perolehan pengalaman berharga dan informasi/edukasi terkait destinasi alam yang dikunjunginya.
Dalam pariwisata geologi, justru gejala alam yang berbahaya bisa menjadi daya tarik, seperti dalam artikel berikut.
Salah satu langkah yang dapat diwujudkan pengelola geowisata dalam mewujudkan pelayanan prima kepada wisatawan dengan cara mamenyediakan interpreter-interpreter atau pemandu wisata khusus yang berkualitas. Trecking, atau pendakian gunung yang dilakukan wisatawan tentu akan terasa biasa saja tanpa adanya seorang intrepreter yang akan menjelaskan mengenai kenapa, dan bagaimana batuan atau fenomena alam dalam volcanotrekking terjadi, tentunya dengan interpretasi ilmiah sehingga dapat menjadi tambahan ilmu bagi wisatawan.

interpreter sedang memandu wisatawan
Ilustrasi: Seorang interpreter sedang memandu wisatawan
Ada beberapa point yang perlu diperhatikan dalam inteprestasi atau memandu wisatawan, diantaranya :
1.         Pemilikan informasi faktual yang memadai, hasil penelitian ataupun dari sumber tertulis, maupun dari sumber yang tidak dibukukan, seperti kepercayaan yang tumbuh dalam masyarakat, persepsi masyarakat tentang sesuatu, serta informasi teknis tentang objek.
2.         Kemampuan untuk mengungkap kebenaran melalui informasi yang dimiliki.
3.         Pemanfaatan informasi untuk menunjukkan keterkaitan antara objek yang sedang diinterpretasi dengan para wisatawan. Keterkaitan ini berbeda untuk kelompok wisatawan yang berbeda, misalnya antara anak-anak dengan manusia dewasa, atau antara wisatawan Jepang dengan wisatawan Eropa atau domestik. Mengkaitkan sesuatu yang ditafsirkan dengan keseharian kelompok wisatawannya
4.         Kemampuan untuk membujuk agar wisatawan menjadi tertarik, melalui keterampilan dan media komunikasi untuk menarik perhatian. Interpreter harus memiliki pemahaman tentang ketertarikan (interest) wisatawan.
5.         Menyampaikan penafsiran secara utuh, tidak memberikan kesan bahwa kita hanya sekedar tahu tetapi paham betul tentang apa yang sedang ditafsirkan.
Beberapa pedoman bagi seorang interpreter geowisata diantaranya :
1.         Ikutilah perkembangan berita terkini baik berita lokal maupun global, termasuk berita-berita isu lingkungan.
2.         Bawalah selalu peralatan interpreteran seperti buku catatan lapangan, buku referensi, P3K dan lain-lain.
3.         Berilah motivasi pada wisatawan tentang pentingnya isu-isu lingkungan, baik secara lokal maupun global, dengan demikian kunjungan ke tempat wisata alam (eco-site) menjadi batu loncatan terhadap upaya konservasi dan berpikir rasional dalam memanfaatkan sumber daya alam, baik di dalam maupun di luar.
4.         Membantu memantau dampak-dampak terhadap lingkungan, termasuk kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan wisata.
5.         Meningkatkan teknik interpreter dan pengetahuan umum. Sebagai contoh, setiap bulan memberikan laporan resmi pada organisasinya masing-masing berkaitan dengan perkembangan subyek di lapangan.
6.         Jangan ragu-ragu untuk menengahi atau memberi tahu dengan sopan dan baik apabila terlihat wisatawan melakukan interaksi dengan alam/objek yang bersifat merusak/mengganggu untuk mencegah dampak yang lebih besar.
7.         Belajarlah untuk berkata “saya tidak tahu” . Hal yang lebih penting adalah bukan hanya seberapa banyak yang diketahui, tetapi seberapa baiknya interpreter menyampaikan informasi pada wisatawan.
8.         Jangan terlalu muluk berjanji pada wisatawan. Sebagai contoh, hari ini kita bisa melihat lumba-lumba, atau kita akan melihat penyu, atau satwa lain di habitatnya, karena fenomena alam itu tidak passti.
9.         Pakailah perasaan dan berbuatlah jujur.
10.     Interpreter adalah pemimpin dan model panutan. Sebagai contoh, jika interpreter tidak membuang sampah sembarangan, mungkin wisatawan pun akan menirunya dan mencoba menghargai alam.
11.     Berilah pujian atau penghargaan dengan tulus daripada hanya berkata basa-basi.
Hal-hal yang dapat diinterpretasikan oleh interpreter saat sedang menjalankan tour edukasi di destinasi geowisata :
1.         Menjelaskan suasana , bentang alam dan lokasi yang dijadikan destinasi geowisata, beserta proses terbentuknya bentang alam, unsur-unsur pembentunya atau manfaatnya bagi kehidupan dan lain sebagainya.
2.         Ekosistem alam, hewan tumbuhan dan sebagainya (fungsi, peran, ancaman terhadap habitat dan populasinya).
3.         Menumbuhkan rasa empati wisatwan, misalnya jika manusia berada dalam kondisi atau situasi ancaman dan kehancuran seperti pada adanya bencanadi taman geologi yang sedang dikunjungi.
4.         Mengajukan pertanyaan yang bersifat memancing wisatawan, contohnya :“Bagaimana sikap kita dalam melestarikan warisan geologi ini?”
Tingkatan penyampaian pesan kepada wisatawan juga perlu menjadi perhatian seorang intepreter, tingkat penyampaian pesan meliputi :
1.      Tingkat pendekatan, lakukan aktivitas untuk menarik perhatian wisatawan, salah satunya adalah dengan perkenalan, diskusi, atau permainan.
2.      Tingkat pengalaman, ajaklah wisatawan untuk merasakan ke lima indera perasa. Contohnya adalah mempersilahkan wisatawan untuk mengamati dan menikmati keindahan batuan gunung berapi.
3.      Tingkat menemukan dan tertarik, pengujung sadar akan sesuatu. Salah satu caranya adalah bertanya pada mereka.
4.      Tingkat Interpretasi, seorang interpreter harus menjawab pertanyaan dengan ilmu pengetahuan dan informasi yang ada. Interpreter memberikan pengalaman yang berkesan kepada wisatawan, sehingga pengalaman itu tertanam dalam pikiran wisatawan.
5.      Tingkat Pengembangan, bila setelah program wisatawan merubah pola hidupnya, maka itu berarti seorang interpreter telah melakukan interpretasi dengan hebat. “Mereka memahami bahwa batuan dan  harus dilindungi dan dilestarikan, mengingat besar fungsi dan manfaatnya bagi kehidupan’’.
Kesimpulan dapat diambil bahwa : “Interpreter wisata memiliki peran yang sangat vital bagi kepuasan dan pengalaman berkunjung wisatawan, menjaga keselamatan wisatawan dari faktor risiko alam dan kecelakaan, serta berkewajiban dalam menumbuhkan kesadaran wisatawan dalam menjaga keberlanjutan lingkungan alam.”