Wednesday, June 12, 2019

Sekilas tentang Manajemen Wisata Edukasi



Pariwisata adalah salah satu industri yang paling berpotensi untuk dikembangkan di Idonesia, mengingat semakin meningkatnya permintaan produk wisata di Indonesia dari tahun ke tahun (Statistik Kepariwisataan, 2015)Pariwisata merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang dinamis dalam menciptakan perubahan ekonomi, diantaranya : diversifikasi ekonomi dan masalah industrialisasi (Yahya, 2015). Pariwisata bahkan disebut sebagai pilar proses pembangunan, karena pariwisata merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang dominan dalam kerangka pembangunan ekonomi (Wijayanti, 2017).
Pengembangan pariwisata di suatu daerah yang mampu dikelola dengan baik terbukti mampu memberikan kontribusi yang  signifikan bagi pembangunan dan perkembangan ekonomi daerah, seperti : menciptakan peluang kerja baru, meningkatkan kesempatan berusaha, meningkatkan pendapatan masyarakat lokal, meningkatkan pendapatan daerah melalui retrubusi dan pajak dan lain sebagainya (Hermawan, 2016).

theme park
Outbond sebagai Wisata Edukasi
Akan tetapi, sistem otonomi daerah yang memberikan kewenangan penuh kepada masing-masing kabupaten/ kota diguga menjadi biang lahirnya persaingan bauran produk yang tidak terspesialisasi. Sehingga produk-produk yang ada saat ini cenderung monoton, akibatnya, banyak juga destinasi wisata yang kurang laku di pasar wisata. Karena wisatawan jenuh dengan daya tarik wisata yang sama, mungkin dalam benaknya akan berkata, “Membosankan, kok cuma begitu-begitu saja.”
Beberapa pengelola destinasi wisata di berbagai daerah mulai menyadari adanya kejenuhan produk-produk wisata seperti diatas. Oleh karena itu, beberapa pengelola mulai berinisiatif untuk menyajikan konsep wisata yang berbeda dari sebelumnya. Salah satu konsep kegiatan wisata yang termasuk baru adalah destinasi taman bertema edukasi. Konsep taman bertema edukasi mengharapkan adanya kegiatan wisata yang bernilai plus, selain berwisata juga dapat tambahan ilmu baru.
Taman bertema atau theme park dijelasakan sebagai sebuah konsep atau atraksi wisata berupa wahana hiburan di suatu lokasi yang didekorasi dan didesain untuk mencerminkan satu tema tertentu (Lukas, 2008). Taman bertema adalah “tempat” otentik yang menggantikan kekuatan hyperspace yang abstrak dan ageographical Cyburbs dan secara imagistical dari kenyataan yang lebih dari yang nyata (Matthews & Boyns, 2001)Secara hukum, penyelenggaraan taman bertema telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009, Pasal 17 Ayat 2 G tentang penyelenggaraan kegiatan hiburan dan rekreasi dengan subjenis usaha taman bertema.


Wisata Edukasi
Peserta dalam Aktifitas Wisata Edukasi
Menurut Lukas (2008), taman bertema dapat dibedakan menjadi beberapa jenis yaitu :
1.    Adventure park atau extreme park, berciri khas petualangan seperti arung jeram, panjat tebing
2.    Futurism (teknologi dan kecanggihan), tema kecanggihan atau teknologi yang diangkat
3.    International, ciri khas replika bangunan-bangunan dunia
4.    Nature (alam), berciri khas hewan, pemandangan indah, laut, taman, flora
5.    Fantasy (dunia maya), mempunyai ciri khas animasi, tokoh kartun, pertunjukan sulap, taman bermain anak
6.    Movies (film), tema ini jelas mengangkat sebuah film khususnya layar lebar ke dalam sebuah taman bertema.
7.    Underwater atau waterpark (Rekreasi air)
8.    Sejarah dan Budaya, tema ini berisikan sejarah dan budaya dari negara sendiri atau negara lain.
Pengembangan destinasi merujuk pada taman bertema, hendaknya mewujudkan kesemuaannya, sebagai tempat suatu simulasi. Taman bertema memiliki 6 karakteristik yaitu sebagai berikut :
1.    Theme park as oasis (sebagai sumber ketenangan), taman bertema menciptakan rasa ketenangan seakan manusia berada di dunia lain yang lebih indah
2.    Theme park as land (sebagai dunia impian), taman bertema diidentikkan dengan dunia impian.
3.    Theme park as machine (sebagai mesin wahana), taman bertema sendiri adalah sebuah mesin besar; satu yang tersusun dari bermacam kendaraan, peralatan mekanik, subsistem, proses dan pertunjukkan yang menjadikannya sebagai sistem yang fungsional.
4.    Theme park as show (sebagai pertunjukan), arsitektur selalu dipertunjukkan tapi jika berkaitan dengan taman bertema, pertunjukan adalah fungsi utamanya.
5.    Theme park as text (sebagai bacaan/cerita), saat taman bertema menjadi sebuah bacaan, penceritaan menjadi berlipat ganda, penulisnya tidak lagi sebagai bosnya dan seseorang yang menjadi pusat perhatian dulunya, tapi sebagai taman bertema itu sendiri
6.    Theme park as brand (sebagai merk), pada zaman ini perubahan yang paling signifikan dari taman bertema berkaitan dengan merk.
Kunci sukses pengembangan destinasi wisata terletak pada persoalan pengemasan daya tarik wisata. Sejauh mana daya tarik wisata yang ditawarkan memiliki keunikan, keindahan, keaslian, dan nilai yang dapat mempengaruhi kepuasan wisatawan sehingga berdampak pada loyalitas pengunjung (Hermawan, 2017bWiradiputra & Brahmanto, 2016). Selain itu, diperlukan juga pengemasan daya tarik wisata untuk lebih menonjolkan sisi keunikan destinasi sebagai nilai jual (Ainurrahman, 2010), disertai dengan perencanaan pariwisata yang berkelanjutan.
Dalam kegiatan taman bertema edukasi, wahana permainan maupun fasilitas pendukung yang tersedia hendaknya tidak hanya berfungsi sebagai hiburan semata, tetapi diharapkan mengandung unsur nilai edukasi yang sesuai dengan konsep atau tema yang diangkat menjadi daya tarik wisata (Kusumawardani & Hermawan, 2017).
Baca juga manajemen keselamatan wisata
Dalam mewujudkan taman wisata bertema edukasi, Anukrati Sharma (2015) mengusulkan kombinasi antara kegiatan pembelajaran secara tutorial dengan kegiatan eksplorasi di tempat. Tahapan dalam model ini diawali dengan kegiatan pembelajaran tutorial, yaitu wisatawan diberikan bekal pengetahuan dasar mengenai berbagai hal yang terdapat di objek, kemudian dilanjutkan dengan peningkatan pemahaman wisatawan melalui kegiatan eksplorasi secara langsung di tempat. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada gambar berikut :

Model Wisata Edukasi
Model Wisata Edukasi

Tutorial Learning
Tutorial adalah bimbingan pembelajaran dalam bentuk pemberian bimbingan, bantuan, petunjuk arahan dan motivasi agar para siswa belajar secara efisien dan efektif. Pengapliaksian konsep pembelajaran tutorial dapat dimulai dengan mempersiapkan konten-konten informasi apa saja yang ingin disampaikan kepada wisatawan, konten informasi tersebut harus jelas dan mudah dipahami oleh wisatawan.
Misalnya, apabila isu tentang Budaya Belanda sebagai daya tarik utama maka pengelola dapat mempersiapkan berbagai konten informasi yang terkait dengan Negara Belanda.  Langkah-langkah dalam pembelajaran tutotial dapat dilakukan melalui :
1.      Menyampaikan pengetahuan dasar mengenai Negara belanda kepada wisatawan, konten informasi tersebut bisa berupa sejarah, sapaan atau perkenalan dalam bahasa belanda, budaya maupun adat istiadat yang terdapat di Belanda, dan berbagai hal lainya yang menjadi ciri khas dari Negara belanda.
Jika terkait alam atau outbond maka informasi yang disiapkan bisa mengenai: nama nama spesies flora, fauna, batuan dll; fenomena terbentuknya; dan fungsi ekologis antara/ masing-masing.
2.      Dalam upaya untuk menciptakan proses kegiatan belajar yang aktif, maka pengelola harus mampu menyediakan pemandu yang atraktif dan komunikatif, yaitu seorang pemandu yang mampu memancing respon dan minat wisatawan untuk diskusi maupun bertanya, sehingga  proses kegiatan pembelajaran tidak berjalan hanya searah saja. Terdapat beberapa kriteria yang harus diperhatikan dalam kegiatan memandu wisatawa, diantaranya: (a) Kemampuan untuk mengungkap kebenaran melalui informasi yang dimiliki; (b) Pemanfaatan informasi untuk menunjukkan keterkaitan antar objek yang sedang diinformasikan kepada para pengunjung. Keterkaitan ini berbeda untuk kelompok pengunjung yang berbeda, misalnya antara anak-anak dengan manusia dewasa, atau antara wisatawan Jepang dengan wisatawan Eropa atau domestik. Mengkaitkan sesuatu yang ditafsirkan dengan keseharian kelompok pengunjungnya; (c) Kemampuan untuk membujuk agar pengunjung menjadi tertarik, melalui keterampilan dan media komunikasi untuk menarik perhatian. Interpreter harus memiliki pemahaman tentang ketertarikan (interest) pengunjung; (d) Menyampaikan penafsiran secara utuh, tidak memberikan kesan bahwa kita hanya sekedar tahu tetapi paham betul tentang apa yang sedang ditafsirkan.
3.      Untuk menunjang kegiatan pembelajaran yang menarik, maka pengelola wisata dapat menambahkan media pendukung, seperti: wahana yang sesuai, gambar, foto atau ilustrasi, dan lain sebagainya, sehingga mampu meningkatkan pemahaman wisatawan mengenai informasi yang disampaikan.

Eksplorasi Tempat
Tujuan dari metode eksplorasi ini adalah agar pengunjung mengenal dan melihat secara langsung objek yang disampaikan dalam pembelajaran tutorial. Dalam menunjang kegiatan pembelajaran eksplorasi, maka terdapat beberapa hal yang dapat dilakukan oleh pengelola diantaranya :
  1. Menciptakan sirkulasi alur pergerakan wisatawan, yaitu pengelola wisata mengarahkan pola pergerakan wisatawan, dimulai dari mereka masuk sampai mereka keluar destinasi. Tujuan dari sirkulasi ini adalah untuk  menciptakan pergerakan wisatawan yang tertib dan lancar, wisatawan diarahkan untuk mengeksplorasi seluruh tempat dan fasilitas yang terdapat di dalam area destinasi. Konsep sirkulasi adalah membagi jalur sirkulasi berdasarkan kegunaanya (Simon, 1983).
  2. Menyediakan fasilitas untuk menunjang kegiatan wisata edukasi di destinasi. Pengelola wisata dapat menyediakan papan informasi di berbagai lokasi area objek untuk menunjang kegiatan pembelajaran, papan penunjuk arah wisatawan, atau media lain yang mampu mempermudah wisatawan dalam memahami konten pengetahuan yang disampaikan. Fasilitas wisata adalah segala sesuatu yang bersifat melayani dan mempermudah kegiatan atau aktivitas pengunjung yang dilakukan dalam rangka mendapatkan pengalaman rekreasi (Marpaung, 2002).
Kesimpulan yang dapat diambil bahwa wisata bertema edukasi merupakan suatu konsep pengelolaan kepariwisataan yang memadukan antara kegiatan wisata dengan kegiatan edukasi. Tujuan dari konsep ini agar wisatawan mendapatkan pembelajaran secara langsung melalui kegiatan wisata di destinasi wisata. Semuga artikel yang diambil dari intisari laporan kegiatan pengabdian masyarakat oleh (Hermawan, dkk., 2018) dan (Priyanto & Syarifudin, 2018) ini bermanfaat.

Sumber 
Ainurrahman. (2010). Wisata Berbasis Komunitas. Karsa18(2), 136–146.
Hermawan, H. (2016). Dampak Pengembangan Desa Wisata Nglanggeran Terhadap Ekonomi Masyarakat Lokal. Jurnal Pariwisata3(2), 105–117.
Hermawan, H. (2017). Pengaruh Daya Tarik Wisata, Keselamatan dan Sarana Wisata Terhadap Kepuasan serta Dampaknya terhadap Loyalitas Wisatawan : Studi Community Based Tourism di Gunung Api Purba Nglanggeran. Wahana Informasi Pariwisata : Media Wisata15(1), 562–577.
Hermawan, H., Brahmanto, E., Priyanto, R., Musafa, & Suryana. (2018). Upaya Mewujudkan Wisata Edukasi Di Kampung Tulip Bandung. JURNAL ABDIMAS BSI : Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat1(1), 53–62.
Kusumawardani, I. P., & Hermawan, H. (2017). Kajian Tema Wisata Edukasi di Sindu Kusuma Edupark dari Perspektif Pemasaran Pariwisata. Open Science Framework.
Lukas, S. A. (2008). Theme Park. Reaktion Books.
Marpaung, H. (2002). Pengantar Kepariwisataan. Bandung: Alfabeta.
Matthews, M. D., & Boyns, T. (2001). A Schedule of the Lyndall Fownes Urwick Archive. The Management College, Henley.
Priyanto, R., & Syarifudin, D. (2018). Perancangan Model Wisata Edukasi Di Objek Wisata Kampung Tulip. JURNAL ABDIMAS BSI: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat1(1), 40–46.
Simon, J. O. (1983). Landscape Architecture. McGraw-Hill Book Co, NewYork.
Statistik Kepariwisataan. (2015). D.I. Yogyakarta Indonesia: Dinas Pariwisata Daerah Istimewa Yogyakarta. Retrieved from http://visitingjogja.web.id/assets/uploads/files/bank_data/Buku_Statistik_Kepariwisataan_DIY_2015_05092016040516.pdf, diakses 5 Juni 2017
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan, Sekretariat Negara. Jakarta § (2009). Indonesia.
Wijayanti, A. (2017). Analisis Dampak Pengembangan Desa Wisata Kembang Arum Terhadap Perekonomian Masyarakat Lokal. Tesis. Sarjana Wiyata Tamansiswa Yogyakarta.
Wiradiputra, F. A., & Brahmanto, E. (2016). Analisis Persepsi Wisatawan Mengenai Penurunan Kualitas Daya Tarik Wisata terhadap Minat Berkunjung. Jurnal Pariwisata3(2), 129–137.
Yahya, A. (2015). Sambutan Menteri Pariwisata R.I. pada Peringatan World Tourism Day dan Hari Kepariwisataan Nasional. Retrieved from http://kemenpar.go.id/asp/detil.asp?c=125&id=2975






No comments:
Write komentar