Sunday, July 21, 2019

Malioboro for Pedestrian, Sebuah Kabar dari Yogyakarta

Dalam Bahasa Sansekerta, kata Malioboro bermakna karangan bunga. Kata Malioboro juga berasal dari nama seorang kolonial Inggris yang bernama Marlborough yang pernah tinggal disana pada tahun 1811 - 1816 M. Pendirian jalan malioboro bertepatan dengan pendirian Kraton Yogyakarta.
Jalan Malioboro yang terletak di jantung kota Yogyakarta merupakan jalan yang paling populer, baik oleh masyarakat Jogja sendiri, para pendatang atau bahkan wisatawan. Malioboro menjadi cukup dikenal karena cerita sejarah yang menyertainya. Keberadaan Malioboro sering pula dikaitkan dengan tiga tempat sakral di Yogya yakni Gunung Merapi, Kraton dan Pantai Selatan.

Suasana Baru Malioboro, sumber: IDN Times
Awalnya Jalan Malioboro ditata sebagai sumbu imaginer antara Pantai Selatan (Pantai Parangkusumo) - Kraton Yogya - Gunung Merapi. Malioboro mulai ramai pada era kolonial 1790 saat pemerintah Belanda membangun benteng Vredeburg pada tahun 1790 di ujung selatan jalan ini.
Selain membangun benteng, Belanda juga membangun Dutch Club tahun 1822, The Dutch Governor’s Residence tahun 1830, Java Bank dan Kantor Pos tak lama setelahnya. Setelah itu Malioboro berkembang kian pesat karena perdaganagan antara orang belanda dengan pedagang Tiong Hoa (okezone.com, 22 Juli 2019).

Dengan tetap mempertahankan konsep aslinya dahulu, Malioboro jadi pusat kehidupan masyarakat Yogya. Tempat-tempat strategis seperti Kantor Gubernur DIY, Gedung DPRD DIY, Pasar Induk Beringharjo hingga Istana Presiden Gedung Agung juga berada di kawasan ini. Pemerintah setempat kini terus melakukan perbaikan untuk menata Malioboro menjadi kawasan yang nyaman untuk disinggahi. 

Awal tahun 2016 ini pemerintah telah berhasil mensterilkan parkir kendaraan dari Malioboro dan kemudian dilanjutkan dengan penetapan Malioboro menjadi kawasan semi pedestrian. Peresmian Jalan Malioboro sebagai kawasan pedestrian dilakukan pada tanggal 18 Juni 2019, namun sementara baru dilaksanakan setiap hari Selasa Wage (lihat penanggalan Jawa).

Selanjutnya, Malioboro for Pedestrian akan kembali diberlakukan kembali pada Selasa Wage, 23 Juli 2019 mendatang. Artinya, pada hari tersebut, kendaraan bermotor dilarang melintasi kawasan Malioboro, kecuali kendaraan tertentu seperti Trans Jogja, kendaraan tidak bermotor (andong, sepeda, dan becak), mobil pelayanan umum (ambulans, mobil pemadam kebakaran, kendaraan kebersihan Malioboro), serta kendaraan patroli kepolisian dan kendaraan dinas tertentu.

Selama pelaksanaan uji coba tersebut, Kita dapat menyaksikan beragam pementasan dan pertunjukan seni di sepanjang kawasan Malioboro yang rata-rata dimulai sejak pukul 15.00. Bisa juga sembari duduk selo bergurau bersama teman, momong bocah, hunting foto, ataupun bersepeda santai bersama keluarga. Berikut daftar pertunjukan  yang dapat Anda saksikan: 

📍 Depan Inna Malioboro: 
YK Brass Ensemble
(15.00 WIB)

📍 Perpus Malioboro:
Diskusi dan Pemutaran Film 
(15.00 WIB)

📍 Halaman DPRD DIY:
Diskusi dan Pemutaran Film 
(18.00 WIB)

📍 Malioboro Mall:
Pentas Wayang Beber, Orchestra Youth Camp MSO, Tarian Reog, Cakil Squad, Macapatan
(15.00 WIB)

📍 Pertigaan Jalan Dagen: 
Coffee Corner, Rooftop Jazz Session  
(19.00 WIB)

📍 Depan Hotel Mutiara: 
Lelaku Gamelan Virtual, Videowall Exhibition
(19.00 WIB)

📍 Gerbang Barat Kepatihan: 
Bonang Battle, Dialog Budaya dan Gelar Seni "Yogya Semesta" 
(15.00 WIB)

📍 Plaza SO 1 Maret:
Gelar Seni dan Potensi UKM, Ekspos Sejarah
(15.00 WIB)

📍 Titik Nol Km:
Pembelajaran Pantomim 
(15.00 WIB)

📍 Sonobudoyo/Gedung Eks KONI:
Ekspos Permainan Tradisional, Sosialisasi Warisan Budaya 
(15.00 WIB)

📍 Gapura Ketandan:
Barongsai Hoo Happ Hwee 
(15.30 WIB)

📍 Depan Mirota Batik:
Traditional Workshop dan Performance 
(07.00 WIB)

📍 Depan Pasar Beringharjo:
 Campursari 
(18.00 WIB)

📍 Depan Gedung Agung: 
Njathil Bareng Polisi
(16.00 WIB)

📍 Benteng Vredeburg:
Pemutaran dan Diskusi Film 
(15.00 WIB)

Selamat menikmati guyubnya Malioboro dan jangan lupa jaga kebersihan dan ketertiban agar Jogja semakin istimewa (repost grup Wa Ampta Yogyakarta.


No comments:
Write komentar