Tuesday, June 11, 2019

Mengenalkan Konsep Geowisata


A.     Mengenal Geowisata
Sampai saat ini, istilah geotourism atau geowisata masih kurang populer dibanding ekowisata (ecotourism), atau agrowisata misalnya. Istilah geotourism muncul pada pertengahan tahun 1990-an. Menurut beberapa sumber, seorang ahli Geologi dari Buckinghamshire Chilterns University di Inggris bernama Tom Hose adalah orang yang pertama aktif memperkenalkan istilah itu. Bahkan ia pernah menulis di Geological Society pada 1996 suatu makalah berjudul “Geotourism, or can tourists become casual rock hounds: Geology on your doorstep” (Dirgantara, n.d.).

GEOWISATA
Gunung Api Purba Nglanggeran sebagai Daya Tarik Wisata Geologi

Geowisata (geotourism) sebenarnya merupakan istilah yang berasal dari gabungan dua kata yaitu geologi dan pariwisata, atau geologi dan tourism. Geologi berasal dari Yunani: γη- (ge-, "bumi") dan  λογος  (logos, "kata", "alasan) adalah  sains yang mempelajari bumi, komposisinya, struktur, sifat-sifat fisik, sejarah, dan proses pembentukannya (https://id.wikipedia.org/wiki/Geologi). Menurut Purbohadiwijoyo (1967), geologi dapat diartikan sebagai ilmu yang berhubungan dengan bumi, meneliti sejarahnya dengan kehidupan yang ada, susunan keraknya, bangun dalamnya, berbagai gaya yang bekerja padanya, dan evolusi yang dialaminya. 
Sedangkan pariwisata secara umum dapat dimaknai sebagai kegiatan perjalanan seseorang atau sekelompok orang dari satu tempat ke tempat lain dan bersifat tidak menetap, yang bertujuan untuk memperoleh kesenangan dan wawasan baru dari destinasi wisata yang dikunjunginya.
Geowisata adalah suatu kegiatan wisata alam yang berkelanjutan dengan fokus utama pada kenampakan geologis permukaan bumi dalam rangka mendorong pemahaman akan lingkungan hidup dan budaya, apresiasi dan konservasi serta kearifan lokal. Geowisata menawarkan konsep wisata alam yang menonjolkan keinahan, keunikan, kelangkaan dan keajaiban suatu fenomena alam yang berkaitan erat dengan gejala-gejala geologi yang dijabarkan dalam bahasa populer atau sederhana (Kusumahbrata, 1999 dalam Hidayat, 2002).


geologi pariwisata

Pariwisata terjadi karena adanya fenomena ritual inversi. Ritual inversi adalah kecenderungan seseorang untuk mengunjungi tempat baru yang berbeda dari lingkungan atau tempat biasa mereka tinggal dalam waktu sementara, bertujuan untuk memperoleh pengalaman dan pengetahuan baru, atau sekedar melepaskan kepenatan (I. G. Pitana & Putu, 2009). Oleh karena itu, wisatawan atau calon wisatawan akan cenerung mencari tempat-tempat yang indah, unik, serta berbeda dari tempat biasanya mereka hidup untuk sementara. Sebagai contoh ritual inversi yaitu, “Orang kota memiliki kecenderungan untuk senang berwisata ke desa yang memiliki lingkungan tenang, asri dan juga bentang alam yang unik dan indah, misalnya wisata ke kaliurang dan pendakian Gunung Merapi, Kawasan Kars Pegunungan seribu dan tempat-tempat menarik lainya”. Contoh lain, “Orang eropa yang biasa tinggal di iklim dingin, untuk sementara berwisata ke Negara beriklim tropis.”
Keinginan seseorang untuk mengunjungi kawasan wisata yang memiliki bentang alam yang berbeda dari tempat biasa mereka tinggal serta kawasan alamiah yang memiliki keunikan telah mendorong muncul dan berkembangnya geowisata.
Perkembangan geowisata juga didukung oleh meningkatnya permintaan wisata oleh wisatawan yang memiliki minat khusus, yaitu wisatawan-wisatawan yang menyukai destinasi wisata yang tidak biasa serta menyukai aktifitas wisata yang juga tidak biasa (Hermawan, 2017)dalam bahasa keilmuanya sering disebut wisatawan drifter (I. G. Pitana & Putu, 2009)Wisatawan jenis ini tidak akan puas berkunjung ke destinasi wisata alam hanya untuk melihat-lihat panorama alam saja, atau sekedar berfoto selfi, sebagaimana pola mayoritas kunjungan wisatawan saat berwisata saat ini.
Baca juga artikel mengenai bagaimana merancang dan mengelola restaurant disini

B.     Kriteria Daya Tarik Wisata Geologi (Geowisata)
Geologi pariwisata
Lava Bantal sebagai Warisan Geologi yang Menjadi Daya Tarik Wisata
Menurut Darsoprajitno (2002), perbedaan unsur alam, budaya masyarakat,  dan unsur binaan di setiap belahan bumi yang merangsang seseorang atau sekelompok orang untuk mewisatainya, kemudian dikembangkan untuk kepentingan kepariwisataan, disebut daya tarik wisata. Lebih lanjut disebutkan bahwa daya tarik wisata terdiri dari tata alam, masyarakat,  dan hasil binaan. Dari ketiganya, ada beberapa unsur yang dapat dikembangkan secara khusus, sehingga disebut daya tarik wisata minat khusus.
Daya tarik wisata merupakan segala sesuatu yang mempunyai daya tarik, keunikan,  dan inlai yang tinggi, yang menjadi tujuan wisatawan datang ke suatu daerah tertentu (Suryadana, 2015).
Sedangkan data tarik wisata alam, menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009, dijelasakan sebagai segala sesuatu yang memiliki keunikan, keindahan, keaslian, dan nilai yang berupa keanekaragaman kekayaan alam yang menjadi sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan.
Crouch  dan Ritchie dalam Stevianus (2014) mengatakan bahwa daya tarik wisata menjadi salah satu faktor kunci yang menentukan motivasi wisatawan untuk berwisata serta merupakan alasan fundamental yang menjadi pertimbangan mengapa seseorang memilih satu destinasi  dan meninggalkan destinasi yang lain.
Suryadana (2015) menambahkan bahwa daya tarik wisata memiliki kekuatan tersendiri sebagai komponen produk pariwisata karena dapat memunculkan motivasi bagi wisatawan  dan menarik wisatawan untuk melakukan perjalan wisata, hal demikian terlebih terjadi di destinasi pariwisata yang memiliki beragam  dan bervariasi daya tarik wisatanya.
Geowisata adalah suatu kegiatan wisata alam yang berkelanjutan dengan fokus utama pada kenampakan geologis permukaan bumi dalam rangka mendorong pemahaman akan lingkungan hidup dan budaya, apresiasi, dan konservasi serta kearifan lokal. Data dan informasi geologi yang sudah terekam dalam peta geologi dapat digunakan dalam perencanaan kegiatan wisata. Dalam peta geologi data mengenai topografi (bentukan alam geologi) beserta berbagai macam rekayasa budaya manusia disertai dengan latar belakang sejarah yang fantastik dapat dibina menjadi daya tarik wisata di sepanjang jalur perjalan atau masing masing dapat menjadi point of interest destinasi. Begitu juga hubungan timbal balik antara mnusia dan alam lingkunganya yang secara ekologi menghasilkan perilaku budaya penduduk yang khas.
Dalam mengembangkan daya tarik wisata geologi dapat juga mengadaptasi kriteria kualitas daya tarik wisata yang diajukan Damanik dan Weber (2006) sebagai berikut : 1. “Harus ada keunikan, keunikan diartikan sebagai kombinasi kelangkaan dan daya tarik yang khas melekat pada suatu objek wisata; 2. Originalitas atau keaslian mencerminkan keaslian atau kemurnian, yakni seberapa jauh suatu produk tidak terkontaminasi oleh atau tidak mengadopsi model atau nilai yang berbeda dengan nilai aslinya; 3. Otentisitas, mengacu pada keaslian. Bedanya, otenstisitas lebih sering dikaitkan dengan derajat keantikan atau eksotisme budaya sebagai daya tarik wisata; 4. Keragaman atau diversitas produk artinya, keanekaragaman produk dan jasa yang ditawarkan. Wisatawan harus diberikan banyak pilihan produk dan jasa yang secara kualitas berbeda – beda.
Berdasarkan waktu pemanfaatanya, daya tarik wisata alam dalam kegiatan geowisata dibagi menjadi 2, antara lain berupa atraksi alam yang tidak bergerak, dimana wisatawan dapat secara langsung memanfaatkanya tanpa harus menunggu, contohnya : pantai, gunung, bukit, goa alami  dan seterusnya. Sedangkan, yang dimaksud atraksi alam yang bergerak, dimana wisatawan harus menunggu atau tidak langsung memanfaatkan, contonya adalah fenomena lava pijar (Sammeng, 2001).
Daya tarik wisata alam atau atraksi alam hendaknya memiliki kriteria sebagai berikut (Sammeng, 2001) :
a.       Aspek informasi
Kualitas informasi merupakan faktor utama yang dibutuhkan bagi wisatawan, karena pada dasarnya motif utamanya adalah mencari sesuatu hal yang baru sebagai upaya pengkayaan diri. Bagi wisatawan dengan motif petualangan aspek infrmasi juga menjadi syarat mutlak bagi penyelenggaraan wisata alam, karena mereka selalu membutuhkan informasi tentang gejala alam untuk mengntisipasi timbulnya bahaya. Hal ini juga berhubungan dengan faktor  dan sarana keselamatan.
b.      Aspek keanekaragaman
Destinasi wisata yang baik setidaknya banyak memiliki alternatif daya tarik baik flora maupun fauna yang dapat dinikmati wisatawan. Hal ini akan menjadi nilai unggul destinasi.
c.       Keindahan  dan keunikan
Atraksi alam terbentuk karena proses fenomena alam serta hanya terjadi pada saat tertentu maka tidak ada kemiripann antara suatu kawasan dengan kawasan wisata lain, sehingga atraksi alam memiliki keunikan tersendiri dibandingkan dengan atraksi budaya  dan atraksi buatan, terlebih karena atraksi alam hanya dapat dinikmati secara utuh di ekosistemnya.
d.      Petualangan lintas alam
Motif wisatawan selain menikmati wisata alam dapat juga untuk melakukan penelitian, pendidikan,  dan konservasi alam terdapat minat khusus yang bersifat petualangan, sehingga perlu adanya  kawasan yang benar-benar masih alami, tanpa adanya  atraksi yang bersifat artificial atau buatan yang justru mengganggu aktifitas mereka.
e.       Tersedianya ekosistem yang alami
Suatu atraksi alam hendaknya tetap menyediakan kawasan dengan ekosistem yang masih alami. Ekosistem yang alami berarti sebuah ekosistem alam yang berjalan alami, bukan hasil sebuah rekayasa buatan manusia atau artificial.

C.     Geowisata Sebagai Daya Tarik Wisata Minat Khusus
Destinasi wisata alam umumnya tidak pernah berdiri sendiri mengadalkan alam semata. Daya tarik wisata alam tidak sekedar menjual lansekap pemandangan dan wisatawan diharapkan cukup puas dengan mengamatinya.  Akan tetapi daya tarik wisata mengadalkan alam sering dipadukan dengan daya tarik wisata lain berupa “daya tarik wisata minat khusus” untuk menambah nilai jual dari aktifitas wisata.
Pada prinsipnya, pariwisata minat khusus mempunyai kaitan dengan petualangan (adventure). Wisatawan secara fisik dapat menguras tenaga  dan ada unsur tantangan yang harus dilakukan, karena bentuk pariwisata ini banyak terdapat di daerah terpencil, seperti kegiatan : tracking, hiking, pendakian gunung, rafting di sungai,  dan lainnya.
Pariwisata minat khusus ini juga dikaitkan dengan upaya pengayaan pengalaman atau enriching bagi wisatawan yang melaksanakan perjalanan ke daerah-daerah yang masih belum terjamah atau ke daerah yang masih alami.
Ada beberapa kriteria menurut Fandeli dalam Sudana (2013), yang dapat dipergunakan sebagai pedoman dalam menetapkan suatu bentuk wisata minat khusus yakni :
a.       Learning, pariwisata yang mendasar pada unsur belajar.
b.      Rewarding, pariwisata yang memasukkan unsur pemberian penghargaan.
c.       Enriching, pariwisata yang memasukkan peluang terjadinya pengkayaan pengetahuan antara wisatawan dengan masyarakat.
d.      Adventuring, pariwisata yang dirancang  dan dikemas sehingga terbentuk wisata petualangan.

D.     Prinsip-Prinsip Geowisata
Wisata geologi (geowisata) dapat dijadikan media bagi sosialisasi ilmu pengetahuan alam, pendidikan lingkungan dan pelestarian alam dan pada akhirnya diharapkan akan terwujud pembangunan pariwisata yang berkelanjutan berbasis kearifan lokal.
Prinsip yang harus diperhatikan dalam mengembangkan geowisata diantaranya diantaranya :
1.       Geologically Based (Berbasis Geologi)
Artinya destinasi dan daya tarik wisata yang dijadikan sebagai geowisata merupakan bentukkan hasil proses geologi. Dalam hal ini berati alami dan bukan artifisial (buatan manusia) seperti halnya dalam kritteria daya tarik wisata yang telah penulis sampaikan sebelumnya bahwa kriteria daya tarik wisata alam haruslah memiliki keaslian dan otentisitas. Aspek fisik yang dijadikan daya tarik wisata tersebut dapat berupa kondisi tanah, kandungan mineral, jenis batuan dan lainnya yang masih berhubungan dengan geologi.

  1. Suistanable (Berkelanjutan)
Artinya pengembangan dan pengelolaan geowisata haruslah berkelanjutan agar kelestariannya dapat terjaga.
Pembangunan atau pengembangan berkelanjutan adalah pembangunan untuk memenuhi kebutuhan hidup saat ini tanpa merusak atau menurunkan kemampuan generasi mendatang dalam memenuhi kebutuhan hidupnya (World Commission on Environmenoutal and Development, 1987).
Pengembangan pariwisata berkelanjutan telah didefinisikan sebagai pariwisata yang "memaksimalkan potensi pariwisata untuk memberantas kemiskinan dengan mengembangkan strategi yang tepat dalam kerjasama dengan semua kelompok utama, masyarakat adat dan masyarakat lokal", (Komisi PBB untuk Pembangunan Berkelanjutan 1999).
Rumusan yang lebih spesifik dalam pariwisata berkelanjutan adalah memenuhi kebutuhan wisatawan dan tuan rumah saat ini daerah sekaligus melindungi dan meningkatkan peluang pemenuhan kebutuhan masa depan. Hal ini dipertimbangkan dalam manajerial untuk mengelola semua sumber daya dengan sedemikian rupa, sehingga ekonomi, sosial, dan kebutuhan estetika dapat terpenuhi dengan tetap menjaga nilai-nilai kearifan budaya, perlindungan ekologis penting, keragaman unsur biologi serta sistem pendukung kehidupan lainya (Insula dalam Berno & Bricker, 2001).
Piagam pariwisata berkelanjutan menekankan bahwa pariwisata harus didasarkan pada kriteria yang berkelanjutan yang intinya adalah pembangunan harus didukung secara ekologis dalam jangka panjang dan sekaligus layak secara ekonomi, adil secara etika dan sosial terhadap masyarakat lokal (Arida, 2006).
Konsep pariwisata berkelanjutan yaitu : a. kegiatan kepariwisataan tersebut dapat memberikan manfaat ekonomi terhadap masyarakat setempat; b. kegiatan kepariwisataan tersebut tidak merusak lingkungan; c. kegiatan kepariwisataan tersebut bertanggung-jawab secara sosial; dan d. kegiatan kepariwisataan tersebut tidak bertentangan dengan budaya setempat.
Secara ekologis terdapat tiga persyaratan yang dapat menjamin tercapainya pembangunan berkelanjutan, yaitu: a. keharmonisan spasial; b. kapasitas asimilasi; dan c. pemanfaatan berkelanjutan (Dahuri, Rais, Ginting, & Sitepu, 1996).
Keharmonisan spasial (spatial suitability) mensyaratkan, bahwa dalam suatu wilayah pembangunan memiliki tiga zona, yaitu zona preservasi, konservasi dan pemanfaatan (utlilization), wilayah pembangunan hendaknya tidak seluruhnya diperuntukkan bagi zona pemanfaatan, tetapi juga dialokasikan untuk zona lindung (preservasi dan konservasi).
Beragamnya kondisi geologi Indonesia menyebabkan banyak ditemukannya potensi kandungan mineral-mineral berharga yang dapat memancing oknum tidak bertanggung jawab untuk mengambil dan merusak lingkungan disekitarnya.

  1. Geologically informative (Bersifat Informasi Geologi)
Geowisata (geotourism) merupakan pariwisata minat khusus dengan memanfaatkan seluruh potensi sumber daya alam, sehingga diperlukan peningkatan pengayaan wawasan dan pemahaman proses fenomena fisik alam. Contoh objek geowisata adalah gunung berapi, danau, air panas, pantai,sungai, dan lain-lain.yang di dalamnya tentu saja memiliki aspek dalam bidang pendidikan sebagai pengetahuan geodeverity keragaman warisan bumi yang perlu dilestarikan (Nainggolan, 2016).
Destinasi geowisata sebaiknya dilengkapi dengan informasi tentang sejarah terbentuknya bentukkan geologi tersebut, jadi wisatawan paham akan proses proses alam yang terjadi. Dengan adanya informasi tersebut diharapkan masyarakat akan sadar dan tidak berupaya merusak keindahan lingkungan di sekitar objek geowisata.
Education Tour (wisata pendidikan), merupakan bentuk pengemasan tour yang cocok dengan geowisata. Education Tour merupakan suatu perjalanan wisata yang dimaksudkan untuk memberikan gambaran, studi perbandingan ataupun pengetahuan mengenai bidang pendidikan yang dikunjunginya.
Education tour ini dilakukan untuk mengembangkan wawasan dan ilmu pengetahuan bagi para pelakunya. Pelaku yang melakukan perjalanan wisata pendidikan biasanya tidak terlalu mementingkan kemewahan yang berlebihan dalam melakukan kegiatan perjalanan.

  1. Locally beneficial (Bermanfaat Secara Lokal)
Keberadaan geowisata diharapkan mampu memberikan manfaat bagi masyarakat/ komunitas yang berada di sekitarnya. Manfaat tersebut dapat berupa dampak positif yang dapan dinikmati seperti : ekonomi, sosial, peningkatan kualitas lingkungan atau lainnya (Hermawan, 2016b) dan (Hermawan, 2016a). Dengan geowisata diharapkan proses pembangunan di daerah tersebut semakin meningkat.
Salah satu model pengelolaan yang cocok untuk geowisata adalah pariwisata berbasis kerakyatan/ masyarakat atau dikenal dengan Community Based Tourism (CBT). Dimana dalam CBT paiwisata diinisiasi oleh masyarakat lokal sendiri, dikembangkan bersama oleh masyarakat lokal, dan benefit dari pariwisata diharapkan dapat dinikmati masyarakat seutuhnya (“Kyrgyz Community Based Tourism,” n.d., diakses tanggal 15 Agustus 2016); (ASEAN Community Based Tourism Standart 2016).

  1. Tourist satisfaction (Kepuasan Pengunjung)
            *Tertarik mempelajari tugas pemandu dan intepreter dalam geowisat klik disini 
Mewujudkan kepuasan wisatawan berarti pengelolaan geowisata dapat memberikan kepuasan lahir dan batin bagi wisatawan yang mengunjunginya. Kepuasan wisatawan dapat diperoleh dengan tata kelola wisata yang bagus, setidaknya mampu menyajikan daya tarik wisata yang indah, unik dan asli; mampu memberikan jaminan terrhadap keamanan dan keselamatan bagi wisatawan; serta didukung pelayanan yang prima (Hermawan, 2017).

No comments:
Write komentar