Wednesday, June 12, 2019

Memahami Pariwisata dari Sudut Pandang Tuan Rumah (host)

Motivasi wisatawan dalam kajian ilmu pariwisata sudah sering dibahas oleh banyak ilmuan-ilmuan pariwisata, salah satunya Butler (1981) yang mengajukan teori tipologi wisatawan. Kemudian konsep motivasi wisatawan juga dikembangkan oleh Pitana dalam bukunya sosiologi pariwisata.

MOTIVASI TUAN RUMAH PARIWISATA

Pertanyaanya, Bagaimana dengan sisi sebaliknya (tuan rumah pariwisata)? kenapa mereka sampai bisa mengembangkan destinasi wisata? Berbeda halnya dengan motivasi wisatawan, motivasi tuan rumah wisata mungkin masih sangat sedikit menjadi objek kajian dalam ilmu pariwisata. Studi pariwiata yang banyak ditemui justru lebih sering membahas mengenai dampak sosial dan budaya pariwisata. Jika konteksnya dampak, berarti pariwisata sudah terjadi. Jika pun terjadi dampak Negatif (buruk) yang sangat merugikan pihak tuan rumah, tidak sering akibat buruk itu terlambat untuk ditangani, misalnya dampak terrhadap degradasi nilai-nilai sosial dan budaya akibat paiwisata.

Seperti halnya mata uang, pariwisata selalu melibatkan dua dimensi yang saling terkait/ interdependensi yaitu turistik (wisatawan) dan lokalitas (tuan rumah). Dimensi turistik terkait dengan hal-hal yang menjadi tuntutan wisatawan misalnya destinasi harus unik, indah, bersih, memiliki sarana wisata a, b dan c, aksebilitas mudah dan lain sebagainya. Sedangkan dimensi lokalitas terkaait dengan tuntutan-tuntutan lokal, misalnya : terjaminya kelangsungan nilai sosial budaya lokal, kontribusi posistif bagi perkembangan ekonomi lokal, terjaganya kelestarian alam dan lain sebagainya.
MOTIVASI TUAN RUMAH PARIWISATA

Baik tuan tuntutan lokalitas maupun tuntutan-tuntutan turistik semuanya harus terpenuhi agar kelangsungan pariwisata dapat terus belanjut dan berkembang. Lokalitas dan turistik harus macht, harus pro-, saling suport, dan saling ketergantungan. Pengembang wisata tidak  boleh hanya berupaya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dan keinginan wisatawan namun abai terhadap tuntutan lokalitas. Jika pariwisata mau maju maka keduanya harus di macth-kan. Wisatawan terpenuhi kebutuhan dan harapanya dalam berwisata tuntutan lokalitas mendapatkan manfaat dari pariwissata dan terpuaskan. “Pariwisata harus menjadi wahana simbiosis mutualisme yang lebih adil bagi kedua pihak.” Motivasi tuan rumah dalam hal ini termasuk salah satu dari dimensi-dimensi lokalitas yang telah dijelaskan diatas.

Kembali lagi pada bahasan awal, minimnya kajian mengenai motivasi tuan rumah menjadi alasan penulis untuk menjelaskan tentang apa saja motivasi tuan rumah pariwisata itu. Artikel ini ditulis berdasarkan intisari dari buku karya Hermantoro (2014) yang berjudul “Creative-Based Tourism: Dari Wisata Rekreatif Menuju Wisata Kreatif”

Pandangan peneliti, menyebutkan bahwa motivasi tuan rumah pariwisata pada awalnya hanya “untuk menerima tamu.” Tamu yang datang dalam suatu komunitas sangat dihargai, bahkan merupakan sebuah kehormatan dan kebanggan dalam tradisi ketimuran (Indonesia). Buktinya banyak sekali tari budaya di berbagai suku budaya yang khusus ditujukan untuk para tamu adat. Kemudian seriring berjalanya waktu, ada suatu tahap dimana masyarakat lokal melihat “peluang ekonomi yang besar dari kunjungan wisatawan.” Pada tahap ini orientasi masyarakat lokal adalah untuk dapat memperoleh keuntungan dari kehadiran wisatawan. Masyarakat berada pada sisi yang inferior, masyarakat menganggap dirinya sebagai pihak yang membutuhkan wisatawan. Tahap inilah yang paling sering menjadi bencana jika pengelola wisata / masyarakat (dalam CBT) tidak mengelola pariwisata dengan bijak. Keinginan untuk memperoleh uang secara besar-besaran sering menjadikan capaian pariwisata hanya profit dan jumlah kunjungan. Sehingga sangat sering terjadi pariwisata masal dengan harapan untuk menarik wisatawan sebanyak-banyaknya tanpa mau peduli sejauh mana daya dukung destinasi yang ada. Sehingga kerusakan lingkungan alam tidak dapat terhindarkan. Pariwisata dengan tujuan uang semata, sering kali menghiraukan nilai-nilai sosial-humanisme dan nilai budaya lokal. Komoditifikasi dan komersialisasi budaya merupakan hal yang paling sering dijumpai, hal inilah yang menimbulkan degradasi moral dan nilai budaya lokal. Tradisi yang dahulunya sesuatu yang sakral menjadi tidak lebih dari sekedar tontonan dan hiburan semata. Efek meniru budaya luar yang dibawa masuk wisatawan yang biasanya tidak sesuai dengan nilai-nilai lokal seperti hedoisme. Situs-situs sakral bisa jadi hilang untuk memenuhi kebutuhan sarana wisata bagi wisatawan.

Tingkatan motivasi ketiga adalah tahap masyarakat berfikir dewasa. Masyarakat mulai menyadari bahwa hubungan antara masyarakat selaku tuan rumah wisata dan wisatawan selaku tamu adalah hubungan yang seharusnya saling respek dan menguntungkan bagi kedua belah pihak. Motivasi tuan rumah pada tahap ini adalah “motivasi untuk saling berbagi.”  Masyarakat mulai memposisikan dirinya bukan sebagai pelayan, namun hubungan mereka lebih menuju pada kesetaraan, melayani wisatawan dengan profesional dan proporsional. Pada tahap ini bisa terjadi manajemen wisata yang macht antara locality and tourist. Destinasi wisata mampu dikelola dengan bijak sesuai prinsip-prinsip pengelolaan pariwisata berkelanjutan yang berkontribusi bagi kemakmuran massyarakat, peduli pada kelestarian alam serta terhadap secara sosial dan budaya lokal.

Tahap tertinggi dalam motivasi tuan rumah adalah “tahap aktualisasi diri.” Konsep Maslow juga berlaku dalam meninjau sisi ini. Pada tahap ini masyarakat lokal bukan sekedar berkarya untuk mendapatkan uang semata, tetapi saat ini mereka berkarya untuk mendapatkan pengakuan. Pada tahap ini mulai terbentuk masyarakat pariwisata yang mampu mendorong terbentuknya penghargaan atas karya-karya mereka. Bukan lagi komunitas pariwisata yang seakan seperti  tukang jahit, yang sekedar menerima dan memenuhi pesanan keinginan pasar. Pada tahap ini juga mulai terbentuk paiwissata yang mampu memberikan pengkayaan diri bagi kedua sisi, pengkayaan bagi wisatawan maupun bagi tuan rumah wisata.

Pembangunan pariwisata berbasis masyarakat hendaknya menganut konsep “Think locally, act globally” berfikir lokal bereaksi secara global.

Begitulah kira-kira pandangan mengenai konsep motivassi tuan rumah wisata. Semuga bermanfaat...
Anda mencari jurnal yang cocok untuk publikasi hasil penelitian pariwisata?, temukan disini!

MOTIVASI TUAN RUMAH PARIWISATA


Sumber :
Hermantoro, H. (2014). Creative-Based Tourism: Dari Wisata Rekreatif Menuju Wisata Kreatif. LAP LAMBERT Academic Publishing.

No comments:
Write komentar