Friday, June 21, 2019

Community Based Tourism



community based tourism development
Daya trik budaya berbasis sosial-budaya masyarakat, sumber : Dokumentasi penulis
Cooper  (dalam Hermantoro, 2013: 79), menyebutkan bahwa unsur-unsur terpentig yang merupakan elemen dasar destinasi pariwisata adalah atraksi wisata (attraction), sarana dan prasarana (amenity), aksebilitas (accessibility), citra destinasi (image), dan harga (price).
Dalam perjalananya, pariwisata kemudian memberikan perhatian lebih serius pada unsur komunitas lokal sebagai unsur penting dalam sebuah destinasi. Menurut Hermantoro (2013: 80), paling tidak ada tiga hal yang mendasari perkembangan pemikiran ini, antara lain sebagai berikut.
a.       Masyarakat lokal adalah bagian dari atraksi di sebuah destinasi. Minat sebuah perjalanan wisatawan tidak lagi pada kunjungan dalam sebuah ruang kosong, namun wisatawan memerlukan pula interaksi dengan masyarakat lokal. Peran masyarakat lokal adalah penting, serta mampu membuat daya tarik wisata berbasis benda atau alam menjadi lebih menarik.
b.      Pariwisata akan bertumpu pada kepemilikan publik serta kepemilikan komunitas.
Fasilitas yang ada hanya sekedar sebagai pelengkap bagi sebuah kenyamanan berwisata, tetapi wisatawan datang ke sebuah destinasi bukan karena hotel maupun restoranya. Wisatawan datang ke suatu destinasi lebih disebabkan oleh kekuatan alam terlebih budaya komunitas lokalnya. Jadi, komunitas lokal merupakan manajer pembangunan pariwisata yang sebenarnya di daerahnya, yang mampu memberi warna dan keunikan bagi destinasiya.
c.       Berbagai dampak negatif dari kunjungan wisatawan telah menyebabkan adanya pemikiran pada konsep pariwisata berkelanjutan berbasis masyarakat lokal dalam sebuah destinasi wisata. Hal ini juga mendasari munculnya konsep pembangunan pariwisata berbasis komunitas (community based tourism development).
Pariwisata berbasis masyarakat merupakan pengembangan pariwisata dengan tingkat keterlibatan masyarakat setempat yang tinggi dan dapat dipertanggungjawabkan dari aspek sosial dan lingkungan hidup (CIFOR  dalam Hayati, 2016).
World Wide Found for Nature (WWF) menyatakan Community Based Tourism (CBT) sebagai “Form of tourism where the local community has a substantial control over and involvement in its development and management; and a major proportional of the benefits remain within the community.” Jika diartikan secara bebas pariwisata berbasis masyarakat juga dapat dimaknai sebagai penyediaan produk, jasa, ilmu pengetahuan dan keterampilan yang dapat ditemukan di dalam komunitas lokal, serta ditawarkan oleh pelaku/ steakholder lokal sendiri (www.cbtkyrgyztan.kg, diakses tanggal 15 Agustus 2016).

candi plaosan
Candi Plaosan, Sumber : Foto Pribadi
Inayatullah (dalam Darmawai, 2010) medefinisikan pengembangan pariwisata berbasis masyarakat atau Community based Tourism Development (CBT), sebagai pengembangan pariwisata yang kekuatannya pada masyarakat dan berwawasan lingkungan yang alami serta menjunjung tinggi nilai budaya tradisional. .
Community Based Tourism (CBT) menurut Darmawi (2010) merupakan konsep pengembangan pariwisata yang mendukung bentuk kepariwisataan dengan menggunakan sumber daya lingkungan secara optimal baik sumber daya alam maupun masyarakatnya, menghormati keaslian sosial budaya setempat, memberikan manfaat ekonomi untuk jangka panjang, dan menyediakan pengalaman yang berkualitas tinggi kepada wisatawan serta mempertahankan kepuasan.
Hal mendasar dalam memajukan pariwisata adalah dengan melibatkan masyarakat dalam pengelolaan. Dengan membentuk Community based Tourism Development (CBT) akan melibatkan pula masyarakat dalam proses pembuatan keputusan serta perolehan bagian pendapatan terbesar secara langsung dari kehadiran wisatawan. Dengan demikian CBT akan dapat menciptakan kesempatan kerja, mengurangi kemiskinan, dan membawa dampak positif terhadap pelestarian lingkungan dan budaya asli setempat yang pada akhirnya diharapkan akan mampu menumbuhkan jati diri dan rasa bangga dari peningkatan kegiatan pariwisata.
Hayati (2016) menjelaskan bahwa secara formal pengembangan wisata berbasis masyarakat merupakan kebijakan resmi pemerintah sebagaimana tersirat dalam prinsip kepariwisataan Indonesia yang dirumuskan oleh Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, yang mencakup prinsip-prinsip sebagai berikut :
a.       Masyarakat sebagai kekuatan dasar
b.      Pariwisata: dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat
c.       Pariwisata adalah kegiatan seluruh lapisan masyarakat, sedangkan pemerintah hanya merupakan fasilitator dari kegiatan pariwisata
Prinsip Community Based Tourism (CBT) menurut Darmawi, (2010) adalah menempatkan masyarakat lokal sebagai pelaku utama, dan pemberdayaan masyarakat dalam berbagai kegiatan kepariwisataan, sehingga pemanfaatan kepariwisataan sebesar-besarnya diperuntukan bagi masyarkat lokal. Sasaran utama pengembangan kepariwisataan dengan model Community Based Tourism (CBT) adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Sedangkan Suansri 2013 (dalam Rahayu, 2015), menyebutkan adanya 10 prinsip-prinsip pengembangan Comunity-Based Tourism (CBT), antara lain :
a.       Mengakui, mendukung, dan mengembangkan kepemilikan komunitas dalam industri pariwisata.
Secara teoritis, ketika kebutuhan wisatawan untuk aktualisasi diri bertemu dengan kebutuhan masyarakat lokal untuk hal yang sama di destinasi wisata, maka jenis wisata yang dihasilkan akan mampu memberikan pengkayaan diri baik bagi wisatawan maupun masyarakat lokalnya (Hermantoro, 2011: 73). Dengan begitu, pengembangan pariwisata melalui Community Based Tourism (CBT)  dianggap berdampak pada pengkayaan daya tarik wisata yang semakin baik. Rasa memiliki terhadap destinasi juga mampu menjadikan msyarakat lokal lebih peduli terhadap upaya-upaya jaminan keselamatan kepada wisatawan.
b.      Mengikutsertakan anggota komunitas dalam memulai setiap aspek.
Dalam pengembangan kepariwisataan penting untuk melibatkan masyarakat lokal dalam setiap langkah pengembangan, karena keterlibatan masyarakat merupakan unsur utama untuk mewujudkan destinasi pariwisata yang berkelanjutan (Hermantoro, 2011: 74).
Komunitas juga memerlukan interaksi dengan wisatawan untuk meningkatkan daya kreatifitasnya. Realitas ini semakin terasa pada destinasi wisata yang memiliki keunikan budaya dan dengan jumlah wisatawan yang tinggi. Hasil penelitian menemukan bahwa interaksi aktif antara komunitas dan mampu menghasilkan karya-karya baru komunitas (Hermantoro, 2011: 74). Hal ini tentu sangat baik bagi pengembangan daya tarik wisata yang lebih baik dari masa ke masa.
c.       Mengembangkan kebanggaan komunitas
Berdasarkan teori motivasi tuan rumah, masyarakat membutuhkan pengakuan atas karya mereka, kreativitas mereka, dan mereka mengharapkan pula wisatwan dapat memberikan pengakuan pula atas produk yang mereka hasilkan (Hermantoro, 2011: 74).
Untuk itu pengembangan pariwisata melalui Community Based Tourism (CBT) merupakan wadah yang cocok untuk mewujudkannya, masyarakat lokal dapat terus berkarya dan wisatawan menikmatinya. Dengan begitu, karya-karya masyarakat mampu menambah kekayaan daya tarik wisata. Masyarakat juga seharusnya lebih bangga jika destinasi wisata yang dikelolanya aman dan disenangi wisatawan.
d.      Mengembangkan kualitas hidup komunitas
Pengembangan pariwisata dengan melibatkan masyarakat diharapkan mampu meningkatkan standar kualitas hidup yang lebih baik, misalnya jika sebelum ada pariwisata masyarakat tidak peduli lingkungan, dengan pengembangan pariwisata masyarakat lebih peka dan peduli terhadap lingkungan dengan tidak membuang limbah dan sampah ke alam secara sembarangan.
Diharapkan meningkatya standar kualitas hidup komunitas secara otomatis memiliki korelasi positif terhadap memingkatnya kualitas destinasi wisata, daya tarik wisata menjadi semakin baik dan lingkungan menjadi lebih aman, nyaman dan menjamin keselamatan wisatwan.
e.       Menjamin keberlanjutan lingkungan
Pengembangan pariwisata berbasis mayarakat yang dikelola berdasarkan nilai-nilai dan kearifan lokal masyarakat diharapkan mampu menjamin keberlanjutan lingkungan. Dengan lingkungan yang terjaga dengan baik, kualitas destinasi wisata juga akan terjamin mutunya.
f.       Mempertahankan keunikan karakter dan budaya di area lokal.
Dengan pariwisata berbasis masyarakat, maka pengembangan pariwisata yang dilakukan tentu harus mengacu pada nilai-nilai dan kearifan lokal masyarakat setempat. Oleh karena itu diharapkan pengembangan pariwisata berbasis masyarakat mampu mempertahankan keunikan karakter dan budaya di area lokal, karena keunikan karakter dan budaya merupakan asset parwisata. Keunikan karakter dan budaya merupakan daya tarik wisata yang banyak dicari wisatawan
g.      Membantu berkembangnya pembelajaran tentang pertukaran budaya pada komunitas
Pengembangan pariwisata berbasis masyarakat diharapkan mampu memberikan pengkayaan diri, baik bagi masyarakat lokal maupun wisatawanya (Hermantoro, 2011: 73).
h.      Menghargai perbedaan budaya dan martabat manusia.
Pengembangan pariwisata berbasis masyarakat diharapkan mampu menjembatani toleransi yang lebih baik. Meningkatnya rasa menghargai perbedaan budaya dan martabat orang lain. Perbedaan diharapkan bukan menjadi sekat namun suatu media untuh dapat saling memahami. Meningkatnya toleransi masyarakat akan mampu membuat wisatawan merasa lebih aman dan nyaman.
i.        Mendistribusikan keuntungan secara adil pada anggota komunitas.
Tidak dapat dipungkiri bahwa orientasi tujuan masyarakat  dalam mengembangkan pariwisata adalah adanya peluang bagi keuntungan ekonomi (Hermantoro, 2011: 72). Bahkan tidak jarang, pariwisata menjadi ladang perebutan kekayaan dan kekuasaan secara terang-terangan, sehingga sering menimbulkan kegaduhan serta citra yang tidak baik bagi suatu destinasi wisata.
Dalam prinsip pengembangan pariwisata berbasis masyarakat atau Community Based Tourism (CBT), keuntungan hasil pariwisata wajib didistribusikan kepada masyarakat secara adil. Dengan pembagian keuntungan yang adil maka kehidupan ekonomi masyarakat akan berjalan secara fair, masyarakat diuntungkan dan wisatawan nyaman berkunjung.
j.        Masayarakat yang berperan dalam menentukan prosentase pendapatan (pendistribusian pendapatan ) dalam proyek yang ada di komunitas.
Dalam konsep pariwisata berbasis masyarakat, atau Community Based Tourism (CBT) masyarakat bukan hanya diposisikan sebagai kelompok yang hanya sekedar menerima manfaat pariwisata, namun mereka juga harus dapat menjadi kelompok yang mampu memberikan arah bagi pembangunan/ pengembangan destinasi wisata di daerahnya. Masyarakat juga harus dapat menjadi bagian dalam pemecahan masalah (Hermantoro, 2011: 74).
community based tourism development
Penulis di Tebing Breksi, destinasi dengan pengelolaan berbasis CBT di Jogja
Diharapkan melalui Community Based Tourism (CBT), segala upaya yang dilakukan masyarakat mampu menjadi faktor yang mampu menguatkan daya tarik wisata serta tingkat keselamatan dan keamanan wisatawan. Oleh  karena  itu, tidak berlebihan jika peneliti berasumsi bahwa hidup mati suatu destinasi akan tergantung dari bagaimana masyarakat lokal sendiri dalam mengelolanya.
Game online Mobile Legend menjadi trend di kalangan anak muda, bagaimana pandangan dari sisi pariwisata? baca disini

No comments:
Write komentar