Friday, September 27, 2019

Loyality on ecotourism analysed through an approach using the factors of tourist attraction, safety, and amenities, with satisfaction as an intervening variable

Alhamdulillah...


My papers have been published "Loyalty on ecotourism Analysed through an approach using the factors of tourist attraction, safety, and amenities, with satisfaction as an intervening variable" in the African Journal of Hospitality, Tourism and Leisure, Volume 8, Number 5, 2019.

This paper tells the importance of tourist loyalty as an important factor that must be considered by the tourist destination manager to deal with destination management problems. The analytical method used is path analysis with Partial Least Square (PLS).

Loyality on ecotourism Analysed through an approach using the factors of tourist attraction, safety, and amenities, with satisfaction as an intervening variable
Gunung Api Purba Nglanggeran ecotourism
Source: https://www.alvarotrans.com
Our work is very useful for the community because it will help you solve problems on tourist loyalty, especially on ecotourism (Gunung Api Purba Nglanggeran).

This study proved that satisfaction is a significant variable which intervenes factors influencing tourist’s loyalty in Gunung Api Purba Nglanggeran ecotourism. Thus, the key is to develop the tourist’s loyalty by improving its independent variables or particular factors.
The most proven dominant influential factor toward satisfaction and loyalty in this study is a tourist attraction, presenting a positive correlation. This positive correlation implies that improving tourist attraction will raise tourist’s satisfaction up as well, which in turn will forge tourist’s loyalty. There are other determinant factors under examination as well, i.e. safety and amenities. However, those other determinant factors only have an impact on satisfaction and are not significantly proven to be able to foster tourist’s loyalty, either directly or through the medium of satisfaction. This phenomenon exists because supposedly the segment of tourists visiting Gunung Api Purba is people having adventurer characteristics and their number is high. Adventurer tourists are tourists who seek satisfaction from challenging experiences and tend to take the risk. The lack of impact of amenities toward loyalty is made possible because the tourists visiting Gunung Api Purba Nglanggeran see amenities as only supporting facilities for common tourism. Thus those tourists do not consider amenities as a factor to be loyal to a destination.

Managerial implications that can be derived from this research are described in the following:

Gunung Api Purba Nglanggeran development should focus on the development of ecotourism attraction of Gunung Api Purba Nglanggeran. Ecotourism management based on local resources and values have been proven to be effective in increasing the number of tourists. However, it should be noted that Gunung Api Purba Nglanggeran complex is an exclusive ecotourism attraction due to its location in a conservation zone. Ecotourism attraction is characterized by fragility, irreplaceability, and unrenewability. Accordingly, it is important for management to conserve nature. Managements also need to apply strict rules as a preventive measure against pillaging or vandalism by ill-mannered tourists.

From the marketing aspect, this research illustrates the importance of properly managing tourist’s satisfaction and loyalty via good ecotourism management.

Good ecotourism management can be developed through these steps: 
  1. Introducing ecotourism via its uniqueness as a selling point, which in marketing is known as product diversification
  2. Refining beauties by conserving and rearranging the complex as a point of interest, exposing the exotic nature of Nglanggeran
  3. Conserving the nature’s originality and natural characters by not making changes which exude a stark contrast with the surrounding environments, thus avoiding visual pollution or natural ecosystem damage
  4. Maintaining management which accommodates local cultures or locality and reflects them comprehensively in each of the introduction of the tourist attraction, increasing the value of selling of the destination.
Although there is no correlation between safety and tourist’s loyalty, safety assurance is an obligation that has to be put into realization by tourist destination managements, as issued by Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan (Indonesian Law no. 10 the year 2009 on Tourism) and Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (Indonesian Law no. 8 the year 1999 on Consumer Protections).

Amenities are proven to be not quite significant in affecting tourist’s satisfaction. They even have no correlation at all with tourist’s loyalty in Gunung Api Purba Nglanggeran. Thus, limiting the buildings of amenities is a prudent act to support natural conservation of Nglanggeran which harbours protected ecosystems and biodiversities. It is important to evaluate zones, determining in which zones amenities are allowed to build and which zones belong to the conservation core areas. Tourists should be notified of the divisions of zones and understand them.

Finally
Thank you to all parties for your full support to the research us.
Happy reading. Please enter.

Hary Hermawan at all.

Sunday, July 14, 2019

Mengenal Negara Thailand

Negara Thailand
Foto by : https://pixabay.com/en/chiang-mai-thailand-temple-religion-1670926/

Sejarah di Thailand berawal dari ribuan tahun, sejarah modern di Thailand dimulai dengan berdirinya Kerajaan Sukhothai. Berasal dari peradaban Neolitikum terletak di Situs modern UNESCO World Heritage di Ban Chiang, sejarah Thailand sangat panjang. Selama berabad-abad awal Masehi, suku Mon, Khmer, dan masyarakat Thai menetapkan alam sebagai perbatasan Thailand modern, Mon berbicara peradaban Buddha Dvaravati di abad pertama memberikan jalan kepada kerajaan Khmer Angkor dengan pergantian abad kedua.

Negeri seluas 510.000 kilometer ini kira-kira seukuran dengan Perancis. Di sebelah barat dan utara, Thailand berbatasan dengan Myanmar, di timur laut dengan Laos, di timur dengan Kamboja, sedangkan di selatan dengan Malaysia.

Secara geografis, Thailand terbagi enam: perbukitan di utara di mana gajah-gajah bekerja di hutan dan udara musim dinginnya cukup baik untuk tanaman seperti strawberry dan peach; plateau luas di timur laut berbatasan dengan Sungai Mekong; dataran tengah yang sangat subur; daerah pantai di timur dengan resort-resort musim panas di atas hamparan pasir putih; pegunungan dan lembah di barat; serta daerah selatan yang sangat cantik. Zona waktu 
di Thailand sama persis dengan Indonesia (GMT +7).

Thailand memiliki iklim tropis yang ramah, dengan musim semi dari Maret sampai Mei, musim hujan – namun tetap banyak matahari – di Juni sampai September, dan musim dingin dari Oktober sampai Februari. Rata-rata suhu tahunan adalah 28 derajat C.

Kebudayaan Masa Perunggu diduga dimulai sejak 5600 tahun yang lalu di Thailand (Siam). Kemudian, datang berbagai imigran antara lain suku bangsa Mon, Khmer dan Thai. Salah satu kerajaan besar yang berpusat di Palembang, Sriwijaya, pernah berkuasa sampai ke negeri ini, dan banyak peninggalannya yang masih ada di Thailand. Bahkan, seni kerajinan di Palembang dengan Thailand banyak yang mirip.  Awal tahun 1200, bangsa Thai mendirikan kerajaan kecil di Lanna, Phayao dan Sukhotai. Pada 1238, berdirilah kerajaan Thai yang merdeka penuh di Sukhothai (‘Fajar Kebahagiaan’). Di tahun 1300, Sukhothai dikuasai oleh kerajaan Ayutthaya, sampai akhirnya direbut oleh Burma di tahun 1767. Jatuhnya Ayutthaya merupakan pukulan besar bagi bangsa Thai, namun tak lama kemudian Raja Taksin berhasil mengusir Burma dan mendirikan ibukotanya di Thon Buri. Di tahun 1782 Raja pertama dari Dinasti Chakri yang berkuasa sampai hari ini mendirikan ibukota baru di Bangkok. Raja Mongkut (Rama IV) dan putranya, Raja Chulalongkorn (Rama V), sangat dihormati karena berhasil menyelamatkan Thailand dari penjajahan barat. Saat ini, Thailand merupakan negara monarki konstitusional, dan kini dipimpin oleh YM Raja Bhumibol Adulyadej.
Buddha Theravada adalah agama yang dianut lebih dari 90% penduduk Thai yang religius. Thailand juga sangat mendukung kebebasan beragama, dan terdapat umat Muslim, Kristen, Hindu dan Sikh yang bebas menganut agamanya di Thailand.
Meskipun bahasa Thai hampir tak dapat dimengerti oleh wisatawan, namun bahasa Inggris dipahami luas di tempat-tempat utama seperti Bangkok, dan juga menjadi bahasa bisnis resmi di sana. Nama-nama jalan menggunakan bahasa Inggris di bawah bahasa Thai.
Satu keunikan yang ditemukan adalah adanya kemiripan dengan bahasa Indonesia yang berasal dari Sansekerta, seperti ‘putra’, ‘putri’, ‘suami’, ‘istri’, ‘singa’, ‘anggur’, dan sebagainya. Selain itu, biro penerjemahan juga banyak tersedia, baik untuk bahasa Thai, Inggris, dan Indonesia.
Mata uang Thailand adalah Baht, yang pada saat ini setara dengan +/- Rp 400. Bank-bank dan tempat penukaran mata uang banyak tersedia di Thailand. Hotel, toko dan restoran utama menerima kartu kredit internasional seperti Visa, Master Card, American Express dan Diners.
Bandara internasional Bangkok adalah Don Mueang, yang terhubung dengan berbagai penerbangan dari seluruh penjuru dunia. Anda juga bisa melanjutkan perjalanan ke seluruh dunia melalui Don Mueang. Saat ini Thailand mempunyai satu bandar udara international yang baru dan lebih bagus dari Don Mueang yaitu Shuvarnabhumi. Selain itu, juga terdapat bandara internasional di Phuket, Hat Yai, dan Chiang Mai di utara Thailand. Kereta api tersedia dari Singapura dan Kuala Lumpur. Di laut, banyak kapal berlayar menuju Thailand, misalnya cruise ship Star Virgo yang singgah di Phuket.
Transportasi di Bangkok Transportasi umum di Bangkok antara lain BTS Skytrain, kereta bawah tanah, bis, taksi dan tuk-tuk. Harus menawar dahulu harganya sebelum naik Tuk-tuk (Diambil dari berbagai sumber dan info dari guide).
Demikian sekilas mengenal Negeri Gajah putih, tak kenal maka tak sayang itulah ungkapan populer yang biasa kita dengar dan nampaknya memang berlaku bagi kita semua.

Kembali Lagi ke Destinasi Loka