Friday, January 17, 2020

Mengenal Teori Partisipasi Masyarakat dalam Pengembangan Pariwisata



Partisipasi  masyarakat  adalah keikutsertaan,  keterlibatan,  dan kesamaan  anggota  masyarakat  dalam suatu  kegiatan  tertentu  baik  secara langsung  maupu  tidak  langsung,  sejak dari  gagasan  perumusan  kebijakan, pelaksanaan  program  dan evaluasi (Rubiantoro dan Haryanto, 2013). Partisipasi masyarakat merupakan dasar untuk menciptakan pariwisata berkelanjutan; masyarakat. Partisipasi memainkan peran penting dalam tahap perencanaan hingga implementasinya (Lind & Simmons, 2017).
Tujuan dari partisipasi masyarakat adalah agar masyarakat sadar bahwa mereka memiliki kekuatan untuk mengambil keputusan, dan mereka berhak mendapat manfaat dari pariwisata pengembangan yang telah mereka rencanakan (Tosun, 2000). Oleh karena itu, keterlibatan masyarakat dari proses perencanaan untuk pengambilan keputusan umumnya dianggap wajib (Chok, Macbeth & Warren, 2007).

Partisipasi, sumber gambar : http://www.arissubagiyo.com
Pendekatan partisipatif akan memungkinkan penerapan prinsip pariwisata berkelanjutan itu akan mengarahkan masyarakat menuju sikap positif dengan terciptanya upaya pelestarian sumber daya alam lokal dan dengan demikian pelestarian lingkungan (Tosun, 2006). Warga yang berpartisipasi dalam pengelolaan dan pengembangan pariwisata akan mendapat manfaat dalam bentuk peningkatan kualitas kehidupan pariwisata dan pelestarian lingkungan sekitarnya (Nicholas, Thapa & Ko, 2009). Dengan  adanya  partisipasi  masyarakat, pengembangan  desa  wisata  cenderung membawa  dampak  yang  positif  bagi masyarakat lokal (Hermawan, 2016a). Selain itu, manfaat yang akan mereka dapatkan adalah meningkatkan kepemilikan, meningkat pengembangan jejaring sosial, dan menanamkan apresiasi dan pemahaman yang lebih besar tentang nilai area lokal (Gursoy, Jurowski & Uysal, 2002; Tosun & Timothy, 2003).
Dalam kasus pariwisata pedesaan, kadang-kadang gagasan untuk menciptakan dan mengembangkan turis baru Daya tarik tidak selalu berpusat pada pemerintah. Menurut Lamberti et al. (2011), Gagasan untuk mengembangkan objek wisata baru terkadang berasal dari komunitas lokal itu sendiri. Beberapa warga yang merupakan pencetus ide pengembangan pariwisata disebut agen cosmopolitan, mereka memainkan peran penting dalam mempercepat pengembangan pariwisata lokal.
Agen kosmopolitan adalah penghuni berpengetahuan dan berpengetahuan luas yang mengambil inisiatif dan bertindak sebagai katalis dalam pengembangan pariwisata (Iorio & Corsale, 2014). Mereka juga membangun sosial modal untuk menciptakan ikatan dan memperkuat hubungan antara anggota masyarakat untuk mencapai tujuan bersama (Jóhannesson, Skaptadóttir & Benediktsson, 2003). Di dalam partisipatif proses perencanaan, para pemangku kepentingan berkumpul untuk berdiskusi; mereka berbagi ide untuk dirumuskan tujuan bersama, menetapkan rencana bersama untuk melaksanakan rencana tersebut bersama-sama (Nicolaides, 2015; Araujo & Bramwell, 1999).
Proses selanjutnya adalah agar masyarakat membentuk komite koordinasi meningkatkan komunikasi, transfer pengetahuan dan keterampilan antara anggota masyarakat  (Beritelli, 2011). Hal ini dimaksudkan agar untuk mengatasi kesenjangan pengetahuan dan upaya teknis di antara anggota masyarakat (Frisk & Larson, 2011) sehingga desa semakin menjadi rumah untuk "penduduk desa" (Ballesteros & Feria, 2016).
Arnstein  (1969)  menggambarkan partisipasi  masyarakat  sebagai  suatu pola  bertingkat  (ladder  patern)  yang tediri  dari  8  tingkat,  dimana  tingkatan paling  bawah  merupakan  tingkat partisipasi  masyarakat  sangat  rendah, menengah,  kemudian  tingkat  yang paling  atas  merupakan  tingkat  dimana partisipasi  masyarakat  sudah  sangat besar dan kuat.



Tangga Arnstein (1969), sumber https://www.ajhtl.com



Bagian  pertama Nonparticipan (tidak
ada partisipasi),  dari  Manipulation dan Therapy.  Pada bagian ini,  inisiator atau otoritas  yang  berkuasa  sengaja menghapus  segala  bentuk  partisipasi publik.  Pada  tingkat  Manipulation, mereka memilih dan mendidik sejumlah orang  sebagai  wakil  dari  publik. Fungsinya,  ketika  mereka  mengajukan berbagai  program,  maka  para  wakil publik tadi  harus  selau menyetujuinya. Sedangkan  publik  tidak  diberitahu tentang  hal  tersebut.  Pada  tingkat Therapy,  inisiator  sedikit  memberitahu kepada  publik  tentang  beberapa programnya  yang  sudah  disetujui  oleh wakil  publik.  Publik  hanya  bisa mendengarkan saja.
Bagian  kedua,  Tokenism (delusif) dengan  rentang  dari  Informing, Consultation dan  Placation.  Dalam Tokenism, otoritas  yang  berkuasa menciptakan  citra,  tidak  lagi menghalangi  partisipasi  publik.  Akan tetapi  kenyataan  yang  terjadi  berbeda, benar  partisipasi  publik  dibiarkan, namun  mereka  mengabaikannya  dan mereka tetap mengeksekusi  rencananya semula.  Ketika  berada  di  tingkat Informing,  inisiator  program menginformasikan  macam-macam program  yang  akan  dan  sudah dilaksanakan  namun  hanya dikomunikasikan  searah,  dan  public belum  dapat  melakukan  komunikasi umpan-balik  secara  langsung.  Untuk tingkat Consultation, inisiator berdiskusi dengan  banyak  elemen  publik  tentang berbagai agenda. Semua saran dan kritik didengarkan  tetapi  mereka  yang mempunyai  kuasa memutuskan, apakah saran dan kritik dari publik dipakai atau tidak.  Pada  tingkat  Placation,  inisiator berjanji  melakukan berbagai  saran  dan kritik dari publik,  namun mereka diamdiam menjalankan rencananya semula. Partnership, Delegated  Power dan Citizen  Control merupakan  jajaran tingkatan di bagian ketiga, yaitu Citizen Power (publik berdaya).
Saat partisipasi publik  telah  mencapai  Citizen Power, maka  otoritas  yang  berkuasa  sedang benar-benar mendahulukan peran public dalam berbagai  hal.  Saat  berada  pada tingkat  Partnership,  mereka memperlakukan publik selayaknya rekan kerja.  Mereka  bermitra  dalam merancang  dan  mengimplementasi  aneka kebijakan publik. Naik ke tingkat Delegated  Power,  mereka mendelegasikan  beberapa  kewenangan kepada  publik.  Contoh,  publik  punya hak  veto  dalam  proses  pengambilan keputusan.  Tingkat  tertinggi  yaitu Citizen  Control.  Pada  tingkatan  ini publik  lebih  mendominasi  ketimbang mereka  (otoritas),  bahkan  sampai dengan  mengevaluasi  kinerja  mereka. Partisipasi  publik yang ideal  tercipta di tingkat ini.
Baca artikel lengkap saya di : https://www.ajhtl.com

Friday, January 3, 2020

Partisipasi Masyarakat dalam Pengembangan Pariwisata Jabal Kelor di Bantul

Partisipasi masyarakat merupakan hal yang sangat penting dalam pengembangan pariwisata. Master Pland atau perencanaan pariwisata sebagus apapun, tidak akan pernah tercapai tanpa adanya dukungan dan partisipasi masyarakat. Andai saja sebuah proyek tetap dapat selesai dieksekusi, namun tanpa ada partisipasi masyrakat maka  pariwisata tersebut tetap diragukan keberlangsungannya.

Sebaliknya, meskipun sebuah destinasi dibangun dengan modal sedikit, namun dukungan serta partisipasi masyarakat sangat baik, proyek tersebut akan dapat jalan dan tetap survive, bahkan bisa berkembang menjadi destinasi wisata unggulan. Salah satu destinasi yang cukup berkembang adalah Wisata Puncak Sosok di Dusun Dadap Kulon, Desa Bawuran, Kecamatan Pleret, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia. 


Destinasi Puncak Sosok Jabal Kelor
Daya Tarik Jabal Kelor di Malam Hari, Sumber Tedi Kusyairi

Jabal Kelor merupakan destinasi wisata yang memiliki berbagai macam daya tarik, misalnya: Puncak Gebang, Puncak Sosok, dan sebuah jalur trek sepeda gunung di area perbukitan dengan kondisi jalan yang sempit dan terjal. Aktifitas yang ditawarkan di kedua puncak ini adalah melihat panorama alam dan menonton acara besar bersama. Selain itu, bagi para pecinta wisata olah raga dapat melakukan latihan balap sepeda gunung di Gebang Bike Park. 

Saya, mencoba untuk mempelajari terkait berbagai bentuk pertisipasi wisata yang terjadi di Jabal Kelor.  Bersama tim kecil yang terdiri dari rekan sejawat, Kami mencoba membuat identifikasi partisipasi masyarakat dalam upaya pengembangan destinasi wisata di Jabal Kelor.

Wawancara telah kami lakukan untuk mengetahui dan menganalisis keadaan pariwisata yang ada, mencari gambaran partisipasi masyarakat, bentuk-bentuk partisipasi masyarakat, serta capaian hasil dari partisipasi masyarakat. Informan kunci kami adalah ketua dan beberapa anggota Kelompok Sadar Wisata (POKDARWIS), kepala desa Bawuran, dan beberapa perwakilan masyarakat lokal.

Berikut hasil analisis partisipasi masyarakat dalam pengembangan dusun Dadap Kulon menjadi daya tarik wisata berbasis masyarakat saat ini dikenal dengan Jabal Kelor.

Masyarakat dalam Bentuk Buah Pikir (ide-ide)
Anggota masyarakat sering diajak pengelola berdiskusi mengenai pengembangan Jabal Kelor dari sudut pandang mereka, sehingga muncul berbagai ide kreatif dan secara tidak langsung, hal tersebut menambah rasa percaya diri para anggota. Sejak awal, warga mengikuti perubahan dusun Dadap kulon hingga menjadi sebuah destinasi wisata. Perkembangan Jabal Kelor telah memicu warga untuk membentuk organisasi sederhana dan sistem kepengurusan. Beberapa pemuda mengajak tetua desa untuk bermusyawarah membahas pengembangan Jabal Kelor dan menghasilkan organisasi yang disebutmasyarakat yang sadar wisata (POKDARWIS). Masyarakat juga bermusyawarah dan menyepakati pembangunan jalur trek sepeda gunung yang dibangun dari puncak Sosok sampai puncak Gebang. Menyepakati pembangunan jalur trek sepeda tersebut bukanlah hal yang mudah, karena harus menyatukan persepsi setiap warga yang lahan kebunnya dilewati sebagai jalur trek sepeda gunung. Selain hal tersebut, warga juga bermusyawarah untuk mengelola acara balap sepeda Kapolda Cup Bike Fest 2017 yang telah dilaksanakan pada 23 dan 24 Desember 2017.

Masyarakat dalam Bentuk Tenaga Fisik
Masyarakat paham betul bahwa jika tidak ada jalan yang layak, wisatawan tidak mau berkunjung ke sana dan masyarakat tidak dapat mengembangkan puncak Sosok. oleh karena itu, pengelola tidak mengalami kesulitan dalam mengerahkan warga untuk membuat fasilitas wisata seperti: meja dan kursi, lampu-lampu hias, membangun mushola, aula dan toilet.

Suatu kasus yang pernah terjadi di Jabal Kelor justru menjadi pelajaran bagi warga tentang kewajiban menciptakan suasana aman dan nyaman di sebuah daya Tarik wisata. Jabal Kelorpernah membuka jam kunjungan wisatawan selama 24 jam. Pada suatu malam, ada wisatawan yang meminum minuman alcohol, membuat kerusuhan di puncak Sosok hingga berseteru dengan para pengelola yang bertugas sebagai penjaga, sehingga wisatawan tersebut pun di usir dari Puncak Sosok. Setelah kejadian tersebut, para pengurus berdiskusi mengenai beberapa aturan seperti menetapkan jam kunjung wisatawan dan beberapa aturan yang tidak boleh dilanggar oleh wisatawan. Mengelola sebuah daya tarik wisata memang bukanlah hal mudah, terutama bagi warga dusun Dadap Kulon yang tidak tahu sama sekali tentang kepariwisataan. Kasus tersebut,telah memberikan pengalaman bagi warga, supaya mengelola Jabal Kelor lebih baik lagi dengan membuat beberapa aturan dalam pengelolaan dan bagi wisatawan. Partisipasi dalam edukasi terlihat dari upaya menciptakan keamanan, ketertiban, kebersihan, dan kenyamanan lingkungan Jabal Kelor yang dilakukan masyarakat sendiri berdasarkan pada pengalaman.


Partisipasi Masyarakat dalam Bentuk Harta Benda
Meski warga tergolong dalam ekonomi lemah, partisipasi harta benda yang dilakukan oleh warga ternyata tidak hanya sebatas sumbangan dalam bentuk uang sukarela. Pengelola dan warga bersama-sama menyepakatimenggunakan seluruh bantuan dana dari desa dan bantuan dana dari lembaga lainnya untuk membangun daya tarik wisata Jabal Kelor. Pengelola dan warga juga sepakat menggunakan seluruh pemasukan dari Jabal Kelor untuk membangun fasilitas dan atraksi tambahan. Masyarakat berharap bahwa dengan menggunakan seluruh dana yang ada, bisa membangun fasilitas yang lebih baik lagi, sehingga semakin banyak wisawatan maka akan semakin banyak pendapatan. Saat ini, hal tersebut merupakan usaha terbaik yang bisa dilakukan oleh warga.

Itulah berbagai bentuk partisipasi masyarakat yang terjadi di destinasi Jabal Kelor, untuk lebih jelas dapat membaca artikel lengkapnya disini

Friday, December 27, 2019

Berwisata di Samping Rumah

Berwisata bagi saya bisa dimana saja, main di sawah mengambil foto-foto alam sekitar sudah cukup membuat hati menjadi senang. Kalau menurut teori sosiologi pariwisata, wisata itu terjadi karena kecenderungan orang untuk inversi . Inversi berarti kecenderungan untuk keluar dari lingkungan (rutinitas) sehari-hari ke suatu lingkungan baru yang benar-benar berbeda dari kebiasaan (lingkungan biasanya).
Bagi saya yang setiap hari menghabiskan waktu berkutat dengan komputer dan buku, tentu pergi ke sawah di hari libur merupakan kesenangan tersendiri, karena di tempat ini kita bisa melihat sesuatu yang hijau, menyejukan mata, serta tingkah polah satwa liar yang ada. Terkadang saya mengabadikannya menjadi sebuah potret melalui kamera handphone seperti berikut:

Capung sebagai Indikator Kelayakam Linghkungan
Capung sebagai indikator kelayakam linghkungan
Gambar diatas merupakan gambar capung yang masih bermalas-malasan dipagi hari, hinggap tenang diatas tanaman bunga yang berembun.

Kupu-kupu berdiam di pagi hari

Kupu-kupu coklat

Diatas merupakan kupu-kupu yang saya potret langsung dari alam, sungguh sangat indah bukan.
Hal-hal sederhana diatas sudah sangat menghibur bagi saya, apalagi masih mampu melihat kehadiran capung dan kupu-kupu sebagai hewan indikator kelayakan lingkungan. tentu saya masih percaya jika lingkungan di sekitar tempat tinggal saya masih sangat sehat.

Friday, December 13, 2019

Hobi Koleksi Sertifikat, Gak Jelas !

Bagi sebagian besar orang, memperoleh sertifikat merupakan hal yang biasa-biasa saja, sertifikat tidak lebih dari sebuah kertas biasa. Namun hal ini berbeda bagi saya, bagi saya sertifikat bukan sekedar kertas biasa, tetapi sebuah bukti atas suatu pencapaian dalam hidup. Sertifikat juga mirip dengan suatu album foto kenangan, dimana setiap lembarnya memiliki momen perjuangan sendiri, mulai dari yang sangat gampang mendapatkanya,  sampai yang harus berjuang keras beberapa hari demi memperolehnya. Setiap sertifikat punya cerita,  berikut cerita dari masing-masing sertifikat yang saya dapatkan dan menjadi koleksi di kumpulan berkas bersejarah.

Sertifikat HKI ini diperoleh tahun 2018 lalu dari Ditjen Hak Kekayaan Intelektual atas karya
saya berupa buku yang berjudul Geowisata. Syarat untuk mendapatkanya berupa karya tulis atau sastra orisinil dan tidak ada yang serupa, atau sudah didaftarkan sebelumnya.
Sama dengan atas, namun kali ini diperoleh dari buku saya yang kedua dengan judul Pengantar Manajemen Hospitality



Sertifikat ini sebelumnya saya peroleh dengan cara mengikuti kuliah online di aplikasi Ruang Guru dengan memperlajari 7 materi terkait dengan Hak Kekayaan Intelektual. Setelah menyelesaikan semua materi, saya  masih harus menyelesaikan  ujian  dan lolos passing grade dengan nilai 70, kalau tidak salah.

Sertifikat ini diperoleh dari program Kementerian Riset Teknlogi dan Pendidikan Tinggi bekerjasama dengan Ruang Guru (Ruang Kerja). Cara memperolehnya juga harus menyelesaikan sebanyak 7-8 materi berupa tutorial video online. Materi terdiri dari tata cara menulis artikel ilmiah, kode etik penulisan ilmiah, dan tata cara publikasi. Pasing grade 70, yang spesial saya mendapatkan peringkat kedua dari 300 peserta waktu itu, dengan nilai 95.

Ini merupakan sertifikat paling sulit untuk diperoleh karena harus belajar bahasa koding HTML sebelumnya.  Menyelesaikan berbagai tutorial dan beberapa kali ujian yang cukup sulit, karena IT sebenarnya bukan bidang saya. Beruntung, saya dapat lolos karena sering otak-atik blog. Dari tingkat kesulitanya, terbukti bahwa memperoleh sertifikat ini bukan usaha kaleng-kaleng hehe.
Sertifikat dari PUM Netherland, bagi saya  agak sulit  juga dalam memperolehnya, karena dalam mendapatkannya harus menyelesaikan program pelatihan TOT  sekitar dua minggu yang diberikan oleh mentor dari PUM Netherland Expert. Kesulitan bagi saya karena harus presentasi dan diskusi berbahasa Inggris, mengingat saya agak lemah dalam bidang ini hehe.



Sertifikat yang satu ini juga cukup berkesan bagi saya. Walaupun sifatnya hanya penghargaan, uji sertifikasi ini dapat dibilang cukup kredibel, karena sistem penilaiannya tidak ada celah untuk diakali (dicurangi). Salah satu syarat terberatnya adalah memiliki  blog yang berusia lebih dari  1 tahun untuk diujikan dengan sistem uji portofolio. Syarat lainnya adalah google rank dan alexa rank blog memenuhi  tingkat tertentu.  Termasuk beberapa konten  atau artikel original dari  penulis harus disediakan dengan penuh kejujuran.

Out of the book, saya pernah ikut lomba puisi pada skala Nasional yang diselenggarakan penerbit Ujwart Media. Meskipun tidak juara, namun lumayan, dapat tembus 10 besar.

Sertifikat  ini merupakan penghargaan dari Penerbit NEM atas kedua karya buku saya yang telah diterima terbit pada penerbit tersebut

Sertifikat   diatas ini diberikan oleh salah satu publisher ternama di dunia yaitu Elsevier.  Mendapatkanya harus extra perjuangan, bersabar menyelesaikan beberapa modul online berbahasa inggris. Sertifikat diatas bukan satu-satunya yang saya peroleh dari Elsevier, masih ada lainya yang belum terupload karena belum sempat merubah dari pdf ke jpeg. 


Selanjutnya ada sertifikat kepesertaan event-event tertentu, seperti berikut :




Memperoleh Sertifikasi Blogger Profesional Indonesia


Sertifikasi profesi secara umum merupakan suatu bentuk pengakuan yang diberikan oleh suatu lembaga kepada seseorang yang memiliki profesi tertentu. Memperoleh sertifikasi berarti orang yang menyandangnya telah terbukti memiliki standar kompetensi pada suatu bidang. Komponen kompetensi diri yang harus dibuktikan mencakup tiga hal. Komponen kompetensi pertama adalah tingkat pemahaman seseorang terkait suatu bidang (knowledge). Kedua, keterampilan seseorang pada suatu bidang dalam menyelesaikan pekerjaanya (skill). Aspek ketiga termasuk aspek-aspek etika profesi, integritas, dan sikap (attitude).

Ada banyak profesi yang membutuhkan lulus uji kompetensi (uji sertifikasi) sebagai bukti kompetensi sebelum seseorang tersebut memperoleh ijin bekerja atau menjalankan profesi, misalnya bidang medis termasuk perawat, dokter, bidan dan sebagainya. Tetapi ada juga sertifikasi yang dapat dilakukan dengan penilaian portofolio atau karya, misalnya sertifikasi bidang kepenulisan buku.

Lembaga sertifikasi resmi yang ada di Indonesia adalah Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) yang mengawasi konsistensi dan kredibiltas Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) yang memberikan sertifikat atas suatu profesi atau kompetensi tertentu. BNSP akan memberikan lisensi kepada LSP yang dianggap kredibel untuk memberikan sertifikasi. Akan tetapi, sampai saat ini ada bidang profesi khusus yang diujikan lembaga non BNSP, salah satunya lembaga IQF. Lembaga IQF merupkan sebuah organisasi internasional yang terlibat dalam pengembangan Six Sigma secara global. Six Sigma, salah satu metode yang berfokus pada pengendalian kualitas dengan mempelajari sistem produksi atau layanan perusahaan secara keseluruhan, tujuannya membantu profesional dan organisasi yang ingin memperbaiki proses kerja.

Seeiring dengan perkembangan zaman serta kemajuan teknologi, banyak profesi-profesi baru yang bermunculan, seperti satunya adalah profesi penulis blog (blogger). Akhir-akhir ini semakin banyak anak muda yang menggemari bidang ini, akan tetapi masih jarang yang menjalankanya dengan professional. Blogger professional dan populer tidak lahir dari hasil copy paste. Mereka hadir karena menyajikan sesuatu yang otentik, berharga dan beda dengan blogger lainnya, sehingga karya-karyanya selalu dinantikan penggemarnya, salah satu contoh seorang yang popular dari blogger di Indonesia adalah Raditya Dika.

Untuk menjamin kredibilitas dan profesionalitas blogger, ada salah satu lembaga yang sudah berusaha mewadahi sertifikasi profesi ini yaitu Adamseins MediaTM (Adamsains). Lembaga ini telah cukup kredibel dalam melakukan uji sertifikasi, mengingat unsur-unsur penilaian porto folio dilakukan secara transparan dan susah untuk diakali (baca: dicurangi). Kewajiban moral bagi saya untuk mengajak rekan-rekan satu profesi blogger untuk mengikuti sertifikasi blogger profesional. Oleh karena itu, artikel kali ini akan membahas lebih lanjut tentang tata cara dan penilaian serifikasi bloger profesional yang dilakukan oleh Adamseins MediaTM

Langkah-langkah persiapan sertifikasi blogger sebagai berikut:
  1. Pastikan usia blog Anda telah berumur lebih dari satu tahun, syarat ini merupakan syarat paling berat karena tidak dapat direkayasa.
  2. Mengirimkan formulir permohonan ke Adamseins MediaTM dengan menyertakan identitas : Nama penulis blog, tempat dan tanggal lahir, nama blog, topik atau tema blog, dan url blog seperti www.mediawisata.net .
  3. Menguji Google Page Rank, tata cara menguji google page rank disini
  4. Menguji Alexa Rank, tata cara menguji google page rank disini
  5. Menyampaikan 3 judul artikel yang pernah ditulis dan diterbitkan di dalam blog.
  6. Formulir dikirim melalui email ke dewapuitis@ymail.com
Berikut ulasan saya mengenai tata cara sertifikasi blogger professional, semuga artikel ini bermanfaat bagi Anda. Minimal dengan diperolehnya sertifikasi tersebut menjadi pemicu bagi Anda untuk lebih aktif berkarya dan menghadirkan konten-konten berkualitas.

Artikel terkait lain:
  1. Bikin Sertifikat Blogger Indonesia Yuk!
  2. Cara Sederhana Mendapatkan Sertifikat Blogger Indonesia (Gratis)
  3. Bahagianya Saya Mendapatkan Sertifikat Blogger Indonesia Resmi
  4. Akhirnya Bisa Dapat Sertifikat Blogger Indonesia
Berikut Sertifikat yang saya peroleh dari portofolio blog saya www.mediawisata.net, jika ada pertanyaan lebih lanjut dapat disampaikan di haryhermawan8@gmail.com 


Friday, September 27, 2019

Loyality on ecotourism analysed through an approach using the factors of tourist attraction, safety, and amenities, with satisfaction as an intervening variable

Alhamdulillah...


My papers have been published "Loyalty on ecotourism Analysed through an approach using the factors of tourist attraction, safety, and amenities, with satisfaction as an intervening variable" in the African Journal of Hospitality, Tourism and Leisure, Volume 8, Number 5, 2019.

This paper tells the importance of tourist loyalty as an important factor that must be considered by the tourist destination manager to deal with destination management problems. The analytical method used is path analysis with Partial Least Square (PLS).

Loyality on ecotourism Analysed through an approach using the factors of tourist attraction, safety, and amenities, with satisfaction as an intervening variable
Gunung Api Purba Nglanggeran ecotourism
Source: https://www.alvarotrans.com
Our work is very useful for the community because it will help you solve problems on tourist loyalty, especially on ecotourism (Gunung Api Purba Nglanggeran).

This study proved that satisfaction is a significant variable which intervenes factors influencing tourist’s loyalty in Gunung Api Purba Nglanggeran ecotourism. Thus, the key is to develop the tourist’s loyalty by improving its independent variables or particular factors.
The most proven dominant influential factor toward satisfaction and loyalty in this study is a tourist attraction, presenting a positive correlation. This positive correlation implies that improving tourist attraction will raise tourist’s satisfaction up as well, which in turn will forge tourist’s loyalty. There are other determinant factors under examination as well, i.e. safety and amenities. However, those other determinant factors only have an impact on satisfaction and are not significantly proven to be able to foster tourist’s loyalty, either directly or through the medium of satisfaction. This phenomenon exists because supposedly the segment of tourists visiting Gunung Api Purba is people having adventurer characteristics and their number is high. Adventurer tourists are tourists who seek satisfaction from challenging experiences and tend to take the risk. The lack of impact of amenities toward loyalty is made possible because the tourists visiting Gunung Api Purba Nglanggeran see amenities as only supporting facilities for common tourism. Thus those tourists do not consider amenities as a factor to be loyal to a destination.

Managerial implications that can be derived from this research are described in the following:

Gunung Api Purba Nglanggeran development should focus on the development of ecotourism attraction of Gunung Api Purba Nglanggeran. Ecotourism management based on local resources and values have been proven to be effective in increasing the number of tourists. However, it should be noted that Gunung Api Purba Nglanggeran complex is an exclusive ecotourism attraction due to its location in a conservation zone. Ecotourism attraction is characterized by fragility, irreplaceability, and unrenewability. Accordingly, it is important for management to conserve nature. Managements also need to apply strict rules as a preventive measure against pillaging or vandalism by ill-mannered tourists.

From the marketing aspect, this research illustrates the importance of properly managing tourist’s satisfaction and loyalty via good ecotourism management.

Good ecotourism management can be developed through these steps: 
  1. Introducing ecotourism via its uniqueness as a selling point, which in marketing is known as product diversification
  2. Refining beauties by conserving and rearranging the complex as a point of interest, exposing the exotic nature of Nglanggeran
  3. Conserving the nature’s originality and natural characters by not making changes which exude a stark contrast with the surrounding environments, thus avoiding visual pollution or natural ecosystem damage
  4. Maintaining management which accommodates local cultures or locality and reflects them comprehensively in each of the introduction of the tourist attraction, increasing the value of selling of the destination.
Although there is no correlation between safety and tourist’s loyalty, safety assurance is an obligation that has to be put into realization by tourist destination managements, as issued by Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan (Indonesian Law no. 10 the year 2009 on Tourism) and Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (Indonesian Law no. 8 the year 1999 on Consumer Protections).

Amenities are proven to be not quite significant in affecting tourist’s satisfaction. They even have no correlation at all with tourist’s loyalty in Gunung Api Purba Nglanggeran. Thus, limiting the buildings of amenities is a prudent act to support natural conservation of Nglanggeran which harbours protected ecosystems and biodiversities. It is important to evaluate zones, determining in which zones amenities are allowed to build and which zones belong to the conservation core areas. Tourists should be notified of the divisions of zones and understand them.

Finally
Thank you to all parties for your full support to the research us.
Happy reading. Please enter.

Hary Hermawan at all.

Sunday, September 22, 2019

Mengapa Orang Berwisata?

Bagi saya pariwisata adalah suatu bahan perbincangan yang sangat menarik dan tidak akan pernah ada habisnya untuk didiskusikan. salah satu pertanyaan yang cukup sederhana namun cukup panjang untuk dijelaskan adalah pertanyaan berikut:

Mengapa orang berwisata?

Pertanyaan ini akan saya coba ulas dari sisi akademik pada artikel saya kali ini. untuk menjawab pertanyaan diatas terlebih dahulu harus dipahami apa itu pariwisata dan apa itu wisatawan.

Pariwisata

Mengapa Orang Berwisata?
Ilustrasi, sumber: pixabay.
Banyak sekali teori yang mencoba untuk mendefinisikan pariwisata, berikut saya sampaikan beberapa teori yang cukup populer.

Pariwisata adalah setiap kegiatan, peristiwa atau hasil yang timbul dari kunjungan sementara (tinggal jauh dari rumah) di luar tempat tinggal normal, dengan alasan apa pun (tujuan) (Leonard J. Lickorish dan Carson L. Jenkins, 1997). 
Pariwisata adalah aktivitas perjalanan yang dilakukan oleh semntara waktu dari tempat tinggal semula ke daerah tujuan dengan alasan bukan untuk menetap atau mencari nafkah melainkan hanya untuk memenuhi rasa ingin tahu, menghabiskan waktu senggang atau libur serta tujuan-tujuan lainnya (Koen Meyers, 2009).
Kegiatan manusia yang melakukan perjalanan ke serta tinggal di daerah tujuan di luar lingkungan kesehariannya (World Tourism Organization).

Berikut saya mencoba membuat definisi saya sendiri :
Kunjungan sementara ke suatu tempat yang berbeda dari tempat biasanya tinggal untuk berbagai alasan tertentu, tanpa bertunjuan untuk mencari nafkah (Hary Hermawan, 2019).

Wisatawan

Wisatawan secara sederhana dapat diartikan sebagai seseorang atau sekelompok orang yang berwisata.

Mengapa orang berwisata?

Ada banyak teori yang mencoba menjelaskan alasan seseorang melakukan kegiaatan wisata, diantananya adalah: 

Teori Inversi (Graburn)

Teori inversi menyatakan bahwa pada dasarnya manusia memiliki kecenderungan untuk sesekali keluar dari linkungan tempat biasanya tinggal ke lingkungan yang benar-benar baru dan berbeda maka dari itu pariwisata dapat terjadi. 
Atau sesekali manusia juga memiliki kecenderungan untuk keluar sebentar dari kebiasaan atau rutinitas ke rutinitas baru yang berbeda dalam waktu sementara. Untuk lebih jelasnya dapat memperlajari tabel berikut:

Teori Inversi
Teori Inversi, Sumber : Tourism Geography


Teori Motivasi (Iso-Ahola’s) - (Pull motivation vs Push motivation)

Teori berikutnya berasal dari Iso Ahola yang intinya menegaskan bahwa pada dasarnya seseorang melakukan kegiatan wisata didasari oleh dua faktor motivasi.  Faktor pertama  adalah faktor penarik (pull motivation) yang membuat seseorang melakukan perjalanan wisata. Faktor penarik berasal dari luar diri individu. Faktor ini melekat pada citra destinasi, contohnya: lansekap pemandangan alam yang indah, makanan di destinasi yang enak, fasilitas yang mewah dan lain sebagainya.
Faktor kedua adalah faktor pendorong (push motivation), faktor pendorong sesungguhnya berasal dari dalam diri individu sendiri seperti rasa jenuh atas rutinitas kerja atau suasana rumah, sehingga mendorong seseorang untuk berwisata.

Teori Karakter personal Individu (Plogs) – (Psychocentrics vs Allocentrics)

Dalam karyanya, Plog (1972) dan Fridgen(1990) telah mengembangkan tipologi wisatawanyang dibedakan menurut minat dan pola kunjunganwisatanya menjadi 2 jenis wisatawan, yaitu  Allocentric dan psychocentric.


  1. Allocentricmerupakan tipe wissatawan yanglebih menyukai tempat-tempat yang belum banyakdiketahui atau dijangkau orang lain, kegiatan yang bersifat menantang/ petualangan serta lebih suka  memanfaatkan fasilitas yang disediakan olehmasyarakat lokal.Sedangkan yang dimaksud wisatawan berkarakter
  2. PsychocentricAdalah wisatawan yanghanya mau mengunjungi destinasi wisata yang sudahmemiliki fasilitas penunjang yang langkap, ataustandar sesuai yang ada di daerah asalnya, wisatawan jenis ini lebih suka berwisata menggunakan jasausaha perjalanan dengan program yang sudah pasti.
  3. Ada kemungkinan juga wisatawan berkarakter antara  allocentric dan psychocentric, atau dapat disebut mid-centrics.
Untuk lebih jelas dapat memahami diagram berikut ini 

Teori Karakter personal Individu (Plogs)

Mengetahui berbagai alasan orang berwisata diatas sangat diperlukan bagi seorang perencana destinasi wisata, karena agar destinasi wisata laku makan destinasi yang dibangun harus menyesuaikan dengan karakter wisatawan yang ada. "Wisatawan yang datang siapa? karakternya seperti apa? butuh service bagaimana?"