Monday, March 14, 2022

Sejarah Desa Garongan

 Menurut cerita dari Bapak Agus 19 Februari (2022), desa ini mendapat julukan “Garongan” karena memiliki cerita tersendiri. Menurut informasi masyarakat terdahulu, desa ini disebut sebagai tempat singgah para Garong yang berarti pencuri atau perompak dalam Bahasa Jawa. Konon disebutkan bahwa para Garong ini berasal dari Pantai Utara.

Sebelumnya, para kelompok pencuri atau Garong tersebut tidak bisa datang dan tinggal di Desa Garongan karena lokasi Desa Garongan terletak di antara lereng Gunung Merapi dan Gunung Merbabu. Jalur menuju Desa Garongan tidak bisa ditempuh dengan jalan kaki maupun berkuda, serta kondisi jalan pada waktu itu yang sangat sulit untuk dilalui.


Sejarah Desa Garongan
Foto Kawasan Desa Garongan

Setelah beberapa waktu berlalu (tidak ada sumber informasi yang valid), terjadi erupsi besar sehingga lereng-lereng diantara Gunung Merapi dan Gunung Merbabu itu runtuh. Setelah itu, beberapa puluh tahun kemudian akses untuk jalan sudah dapat dilalui. Para Garong akhirnya bisa datang dan berhenti di daerah ini karena jika mereka ke arah Utara maka tanahnya terlalu tandus dan belum bisa ditanami. Selain itu, apabila mereka ke arah Selatan sudah terdapat kepemerintahan Kasultanan Yogyakarta yang sudah berkuasa. Sehingga mereka tidak berani untuk singgah ke Selatan.

Akhirnya, Kawasan Desa Garongan menjadi satu-satunya lokasi yang sangat strategis bagi para garong untuk singgah. Setelah mereka singgah, mereka melanjutkan aktifitas mereka sebagai garong yaitu mencuri dan sebagainya. Selanjutnya garong tersebut menetap dan tinggal di Desa Garongan dari generasi ke generasi berikutnya. Namun perlu diketahui bahwa saat ini dalam kehidupan masyarakat Desa Garongan sudah tidak ada lagi budaya garong atau mencuri.

Satu-satunya yang tersisa hanya nama kawasannya yaitu Desa Garongan, yang secara administratif saat ini dibagi menjadi (dua) nama dusun, yaitu Dusun Kembang dan Dusun Pojok, yang termasuk dalam wilayah Kalurahan Wonokerto, Kapanewon Turi, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Secara Geografis Desa Wisata Garongan terletak di lereng Gunung Merapi. Berjarak 14,3 Kilometer dari puncak Gunung Merapi. Akses menuju Desa Wisata Garongan berjarak 21 Kilometer ke arah Utara dari Ibukota Daerah Istimewa Yogyakarta, atau sekitar 15 Kilometer ke arah Utara dari Ibukota Kabupaten Sleman.

Sejarah Desa Garongan
Penulis


Sunday, July 14, 2019

Gudangan : Makanan Khas Jawa yang Penuh Filosofi

Gudangan
Gudangan Makanan Tradisional, Foto by : Anderas Seluas Samodra
Gudangan adalah makanan yang terdiri dari aneka sayuran yang direbus dan disajikan dengan sambal kelapa parut. Menu berbahan dasar sayuran ini begitu lengkap dan memiliki cita rasa Indonesia. Gudangan tak seperti sayur pada umumnya yang hanya terdiri satu macam sayur saja, namun gudangan bisa beraneka ragam bahan sayuran.
Bagi orang-orang Jawa khususnya Yogyakarta dan Jawa Tengah yang lahir sebelum zaman penjajahan (hehe gak tau mulainya kapan), sampai pada pertengahan tahun 90 an tentu tidak asing dengn nama kuliner khas yang satu ini. Gudangan biasanya disajikan dalam bentuk tumpeng yang dibagikan secara gratis oleh seseorang kepada masyarakat terutama anak-anak kecil pada zaman dahulu untuk memperingati neton anaknya (hari lahir dalam penanggalan jawa), dikenal dengan tradisi Bancaan, beberapa daerah menyebutnya tradisi Momongan atau Momong. Tradisi bancaan adalah ungkapan rasa syukur kepada Tuhan YME atas bertambahnya umur anak dan nikmat yang diberikan. Selain itu, gudangan juga muncul pada tradisi hajatan tertentu oleh masyarakat seperti syukuran khusus, selapanan dan selamatan dalam berbagai bentuk. Saya pernah menemui bancaan sebagai rasa syukur atas lahirnya Sapi, hehe. Ya sapi, cow. Biasanya untuk momongan sapi, yang dibagi-bagi ditambah minuman es dawet yang dibungkus plastik kecil-kecil. Selain itu, dahulu bancaan dan gudangan juga pernah saya temui untuk tradisi slametan dan syukuran atas rejeki berupa kepemilikan kecaraan bermotor, waow serba guna.... its about Gudangan !!!.
Gudangan
Makanan Tradisional Gudangan, Foto by : Anderas Seluas Samodra
Tradisi Bancaan merupakan sepesial moment yang ditunggu-tunggu oleh anak-anak generasi old pada sore hariKarena bakal dapat Nasi Gudang, 1 porsi gudangan dengan potongan telur seiprit dibungkus daun, “Bukan tentang banyaknya, tapi kebersamaan, kemeriahan, dan keistimewaanya haha. Pada masa kecil dahulu, tradisi ini akan kita ketahui saat ada anak yang undang-undang (dipercaya untuk mengundang), kemudian meneriakanya kepada kumpulan anak yang sedang bermain “woyy ada momong di rumah si Anu...”. Lalu semunya berbondong-bondong menuju ke tuan rumah acara, kemudian tuan rumah atau sesepuh membacakan doa dan dibagi dah itu tumpeng gudangan (base on true story, dilarang protes hehe).
Akan tetapi Tradisi ini sudah mulai hilang di zaman sekarang, “Mungkin beberapa daerah tetap menjaga tradisi ini....” Sedih...,,, karena sudah tidak bisa dapat gudangan gratis. Eh iya, udah bangkotan gak boleh ikutan bancakan hehe. Bercanda, yang bikin sedih adalah mulai lunturnya tradisi ini. Tradisi yang penuh makna, ajaran, dan juga filosofi.
Berbicara soal filosofi makanan khas “Gudangan,” sebenarnya dilosofinya baru saya ketahui akhir-akhir ini lho, baru kemarin sore, alaupun makan-makanya sudah sejak jaman old...
masakan tradisional
Makanan Tradisional Gudangan, Foto by : Anderas Seluas Samodra
Selain kelezatan begitu menggoda, atau “Mak Nyus” (meminjam istilah Alm. Bapak Bodan), Gudangan ternyata syarat dengan nilai nilai filosofi. Meskipun saya bukan ahli filsafat seperti Plato, tetapi tetap saya akan menjelaskanya karena saya telah membacanya di  Sumer http://www.apakabardunia.com/2011/03/mengenal-dan-mengetahui-filosofi-yang.html :

Nasi putih
Biasa saat tradisi bancaan dibuat menyerupai kerucut atau disebut tumpeng (kecil), gunungan (jika bentuknya gede, itu lho seperti dalam tradisi grebek sekatenan). Gunungan yang melambangkan tangan merapat menyembah kepada Tuhan. Sedangkan, nasi putih melambangkan segala sesuatu yang kita makan, menjadi darah dan daging haruslah dipilih dari sumber yang bersih atau halal. Bentuk gunungan ini juga bisa diartikan sebagai harapan agar kesejahteraan hidup kita pun semakin “naik” dan “tinggi”.



Ingkung: ayam jago (jantan, tentunya sudah dimasak)



Dimasak utuh dengan bumbu kuning/kunir dan diberi areh (kaldu santan yang kental), merupakan simbol menyembah Tuhan dengan khusuk (manekung) dengan hati yang tenang (wening). Ketenangan hati dicapai dengan mengendalikan diri dan sabar (nge”reh” rasa). Menyembelih ayam jago juga mempunyai makna menghindari sifat-sifat buruk yang dilambangkan oleh ayam jago, antara lain: sombong, congkak, kalau berbicara selalu menyela dan merasa tahu/menang/benar sendiri (berkokok), tidak setia dan tidak perhatian kepada anak istri.

Telur Rebus bersama Kulitnya

Telur direbus utuh, bukan didadar atau mata sapi, dan disajikan utuh dengan kulitnya, jadi tidak dipotong, sehingga untuk memakannya harus dikupas terlebih dahulu (Untuk dibagi dalam bancaan dipotong kecil kecil bersama kulitnya). Hal tersebut melambangkan bahwa semua tindakan kita harus direncanakan (dikupas), dikerjakan sesuai rencana dan dievaluasi hasilnya demi kesempurnaan. Piwulang jawa mengajarkan “Tata, Titi, Titis dan Tatas”, yang berarti etos kerja yang baik adalah kerja yang terencana, teliti, tepat perhitungan, dan diselesaikan dengan tuntas. Telur juga melambangkan manusia diciptakan Tuhan dengan derajat (fitrah) yang sama, yang membedakan hanyalah ketakwaan dan tingkah lakunya.

Sayuran dan Urab-uraban

Sayuran yang digunakan antara lain kangkung, bayam, kacang panjang, taoge, kluwih dengan bumbu sambal parutan kelapa atau urap. Sayuran-sayuran tersebut juga mengandung simbol-simbol antara lain: 
  1. Kangkung berarti jinangkung yang berarti melindung, tercapai. 
  2. Bayam (bayem) berarti ayem tentrem, 
  3. Taoge/cambah yang berarti tumbuh, 
  4. Kacang panjang berarti pemikiran yang jauh ke depan/inovatif, 
  5. Brambang (bawang merah) yang melambangkan mempertimbangkan segala sesuatu dengan matang baik buruknya, 
  6. Cabe merah diujung tumpeng merupakan symbol dilah/api yang meberikan penerangan/tauladan yang bermanfaat bagi orang lain. 
  7. Kluwih berarti linuwih atau mempunyai kelebihan dibanding lainnya.
Untuk membuat gudangan sendiri sebenarnya juga cukup mudah karena hanya beberapa macam sayur direbus, kemudian ditaburi oleh bumbu yang sangat unik karena terbuat dari kelapa parut atau ada juga yang menyebutnya sebagai sambal gudangan. Karena pembuatan yang mudah tersebut sehingga gudangan tidak hanya untuk acara khusus saja namun juga menjadi salah satu macam sajian untuk makan keluarga sehari-hari, selain itu terkadang dipasar-pasar tradisional juga ada yang menjajakannya. Selain itu anda wisatawan juga dapat memesan di warung marung sekitar destinasi wisata, saat ini sudah mulai banyak warung tradisional yang menjajakan makanan ini.

Artikel ini saya dedikasikan kepada rekan-rekan senasib dan sepenanggungan generasi tahun 90an. Untuk membuka kembali memori masa lalu. Memori masa kecil dimana kebahagiaan dan tawa selalu mendominasi, walaupun tanpa Android (walaupun sekarang tidak online satu hari saja sudah gundah gulana). Salam ...

Ingin berkarir sebagai PNS di Bidang Pariwisata? ikuti ulasanya disini

Sego Tiwul khas Gunungkidul, dari Kuliner Inferior menjadi Superior

Tiwul khas Gunungkidul
Nasi Tiwul, Foto by : Andreas Seluas Samodra
Menelusuri memori masa lalu, masih terngiang lagu campursari dengan judul Tiwul Gunung Kidul, mahakarya lagu yang begitu indah. Satiap baris syair dan melodinya yang dilantunkan seakan-akan mampu membawa kita untuk menyibak eksotisme Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Lagu ini sukses mengenalkan sebuah maskot kuliner yaitu Sego Tiwul (Nasi Tiwul) yang merupakan makanan asli Kabupaten Gunungkidul.
Sebenarya masih banyak lagi makanan khas dari daerah ini, akan tetapi nama makanan yang berbahan dasar olahan singkong ini adalah yang sangat iconik, menjadi identitas Gunungkidul dan sangat melegenda di berbagai daerah. Selain kelezatanya yang menggoda, ternyata sego tiwul menyimpan sejarah panjang lho...
 Sego tiwul pada zaman penjajahan dahulu merupakan makanan inferior (pengganti nasi), makanan masyarakat pribumi yang dimakan bersama lauk pauk. For your information : zaman dahulu beras (nasi) adalah makanan mewah, karena kelangkaanya menjadikanya hanya mampu dimakan oleh masyarakat golongan kelas atas. Menanam padi pada zaman jauh lebih sulit dari pada sekarang. Varietas bibit yang masih primitif menjadikan masa panen yang sangat lama ditambah juga berbagai jenis hama yang belum mampu diatasi.
Tiwul khas Gunungkidul
Sego  Tiwul Disajikan dengan Secangkir Teh, Foto by : Andreas Seluas Samodra
Tiwul yang berbahan dasar singkong adalah makanan yang paling umum dimakan masyarakat pada masa itu, selain nasi jagung. Karena singkung lebih mudah ditanam daripada padi, terutama di daerah gersang seperti Gunungkidul pada masa itu. Nasi  Tiwul dibuat melalui berbagai proses. Mulai dari mengupas kemudian menjemur singkong sampai kering hingga menjadi gaplek (singkung kering minim kadar air). Kemudian gaplek ditumbuh menjadi halus kemudian dikukus hingga matang.
Tiwul khas Gunungkidul
Nasi Tiwul Kuliner Khas Gunungkidul, foto by : Andreas Seluas Samodra
Penyajian tiwul secara umum biasanya disajikan dengan taburan parutan kelapa, saat ini variasi penyajianya sudah lebih bervariasi, dengan berbagai lauk pauk pendukung, seperti ayam bakar, tempe penyet dan sebagainya. Makanan yang memiliki rasa sedikit manis dan beraroma alami singkong, serta bertekstur  pulen menggumpal ini menjadi sensasi tersendiri. Selain resanya yang lezat, Nasi Tiwul dipercaya memiliki kandungan kalori yang lebih rendah dari nasi dan sangat cocok untuk membantu diet.
Dahulu makanan inferior, saat ini Sego Tiwul telah berubah menjadi makanan superior, dan menjadi identitas kebanggaan bagi masyarakat serta icon wisata Kuliner Gunungkidul. Sego tiwul sangat mudah dijumpai dipasaran mulai dari pasar tradisonal sampai dengan restoran-restoran mewah di destinasi wisata, khususnya Kabupaten Gunungkidul. Tambahan informasi lagi, saat ini juga telah tersedia tiwul instan lho, bagi Anda yang merindukan makan sego tiwul namun tidak sempat membuatnya sendiri.
Ketahui Kuliner Unik di Jogja Lainya dengan klik disini
Demikian artikel dari kami, semuga bermanfaat. 

Pantai Nguyahan, Perpaduan Air Asin dan Tawar

Pantai Nguyahan.
Bencana Banjir yang terjadi bulan ini (Desember 2017), tidak menyurutkan niat saya untuk terus mempromosikan destinasi wisata di Gunungkidul Yogyakarta. Eksotisme alamnya yang menggoda selalu memacu optimisme bahwa “Di balik tanahnya yang gersang, daerah ini akan terus berkembang dan meningkatkan ekonominya melalui parwisata.” Oleh karena itu, niatan untuk mempromosikan destinasi-destinasi baru menjadi motivasi bagi saya untuk trus menulis dan menggarap blog wisata ini.

Pantai Nguyahan

Pada artikel kali ini saya ingin membagi cerita mengenai satu lagi pantai eksotis di Gunung Kidul yaitu Pantai Nguyahan. Pantai Ngyahan diambil dari bahasa Jawa, “uyah” dalam bahasa Jawa adalah garam. Mungkin karena air lautnya yang asin menjadikan diberi nama nguyahan, ya iya keles  namanya juga air laut hehe. Pantai ini terletak persis disamping Pantai Ngobaran yang lebih dahulu populer. Anda dapat memarkirkan kendaraan di tempat parikir pantai Ngobaran kemudian dapat berjalan kaki melewati jalan setapak menuju pantai Nguyahan.  

Bagi anda wisatawan konvensional, mungkin nama pantai ini terdengar masih sangat asing. Iya benar sekali, Pantai Nguyahan masih kurang populer dibandingkan pantai lain di Gunung Kidul seperti Baron, Krakal  dan lain-lainya. Tetapi bagi anda wisatawan yang mempunyai jiwa petualang, mengunjungi pantai yang masih sangat alami seperti Pantai Nguyahan adalah keistimewaan dan kemewahan tersendiri. Pantai Nyuyahan merupakan pantai yang belum banyak tersentuh, bahkan oleh warga masyarakat Gunung Kidul sendiri.

Pantai Nguyahan

Sejenak melangkahkan kaki di Pantai ini, terlihat warna pasir berwarna kuning kecoklatan, dengan kilau warna laut yang begitu biru mempesona. Tidak berlebihan jika saya katakan bahwa ini adalah surga yang tersembunyi The Hidden Paradise. Garis pantai sepenjang 100 meter dan karakteristik pantainya yang landai sangat cocok untuk sekedar bersantai dan bercengkrama dengan ombak. Ombak nan garang sepertinya mampu dijinakan oleh tebing karang dari pantai sebelah Nguyahan.

Keistimewaan lain dari pantai tak terjamah ini adalah adanya sumber air tawar, penduduk lokal menggunakanya sebagai sumber air untuk memberi makan ternak-ternak mereka. Bermesraan dengan buih ombak yang jinak , menatap ujung cakrawala langit biru yang tidak tahu berakhir dimana. Saya hanya bisa berharap semuga keindahan surgawi ini akan tetap lestari, dapat mensejahterakan masyarakat lokal melalui pariwisata namun tidak mengekploitasi berlebihan hingga berpotensi kerusakan seperti nasib pantai-pantai di daerah lain yang rusak lalu ditinggalkan. 
Foto dari https://www.jejakpiknik.com/pantai-nguyahan/

Pantai Nguyahan

Ingin mencari cinderamata khas Gunungkidul klik disini

Pantai Ngrenehan dan Kearifan Masyarakat Nelayan

Pantai Ngrenehan di Kabupaten Gunungkidul lebih terkenal sebagai desa nelayan. Pantai Ngrenehan menjadi salah satu dari delapan pantai di Gunungkidul yang menjadi tempat bersandar kapal-kapal nelayan tradisional, seperti halnya di Pantai Baron dan Pantai Sadeng.


pantai ngrenehan

Pantai Ngrenehan dapat dijangkau dengan berjalan sekitar satu kilometer dari Pantai Ngobaran dan Pantai Nguyahan. Jadi kalu keluar dari Pantai Ngobaran, cukup dengan berbelok ke arah kanan, lalu ikuti jalan dan plang petunjuk yang ada. Atau jika mengalami kesulitan, tip dari saya adalah “Malu bertanya, atau sesat di jalan, banyak bertanya memalukan.” Hehe Quote diatas hanya gurauan, tentu bertanya pada masyarakat lokal sangat dianjurkan. Penduduk Jogja terutama masyarakat Gunungkidul itu ramah-ramah kok, mereka akan dengan senang hati meluangkan waktu untuk membantu anda di sela-sela pekerjaanya mencari pakan ternak di sepanjang jalur menuju pantai.

Dipantai ini akan sering terdengar kemeriahan ibu-ibu yang menjajakan dagangan berupa makanan yang berbahan dasar hasil laut. Saya sangat menyarankan Anda untuk jangan sungkan  membeli walau hanya sedikit,  sebagai bentuk suport untuk pengembangan pariwisata dan ekonomi lokal.
Pantai lebar pantai Ngrenehan sebenarya sangat kecil, dan nampak lebih tepat adalah sebuah teluk. Pabtainya menjorok ke arah daratan dan tertutup oleh bukit karang di kiri dan kanan. Akan tetapi, sensasi sergawi dan karisma keindahan pantai ini tetap tidak kalah memikat. Kapal-kapal yang berjajar di memenuhi sepanjang garis pantai menjadi pelengkap kesan sebagai pantainya para nelayan. Ya iyalah namanya juga desa nelayan hehe,,,


pantai ngrenehan

Sebagai, pantainya nelayan tentu sudah dilengkapi TPI (Tempat Pelelangan Ikan). Banyak Ikan segar yang akan dilelang disana dengan harga terjangkau, tetapi kalau ingin melihat fenomena nelayan yang melaut dan berharap membeli ikan hasil tangkapanya langsung jangan berkunjung pada bulan Januari. Karena Bulan Januari merupakan musim penghujan, nelayan menyebutnya dengan musim ombak mati, pada bulan ini nelayan tradisional siana tidak melaut.

Ketahui Pantai Unik Lainya, Klik Disini

Pesona Pantai Sundak Gunungkidul Yogyakarta

Pantai Sundak Kabupaten di Gunungkidul D.I.Yogyakarta
Foto by : http://titik0jogja.blogspot.co.id/2014/11/jalur-kepantai-sundak-wonosari-yogyakarta.html
Pantai Sundak merupakan pantai yang sangat-sangat berkesan untuk saya pribadi. Menulis artikel untuk menceritakan pantai ini disini merupakan suatu moment yang sangat emosional bagi saya, hehe. Artikel ini saya tulis secara flash back, dengan menghadirkan kembali kepingan-kepingan memori di masa lalu untuk dirangkai kembali menjadi bait-bait kata, karena terakhir kali saya berkunjung ke pantai ini pada tahun 2015 lalu J.

Pantai Sundak sangat spesial bagi saya pribadi, karena Pantai sundak merupakan pantai yang pertama kali saya kunjungi dalam cerita perpantaian dalam hidup saya. Tepatnya tidak ingat, tetapi saya masih inget awal mula berkunjung ke Pantai ini pada saat masih SD, mungkin sekitar pertengahan tahun 90an.

Piknik di era zaman plaistosen, eh lebay...
Batapa penasaran dan sangat dag, dig, dug, apakah, bagaimana sih itu rupa dan bentuk pantai itu? For your information, disingkat FYI : Jamanku kecil belum ada yang namanya android guys,,, tak ado yang namanyo olnline-onlinen macam tu, jadi semua yang belum pernah dilihat hanya hadir dalam alam imajinasi...., Sekarang aja anak baru jeger udah bisa browsing internet via mbah google, ngiridotcom... LL

Berangkat berdua dengan semangat 45 bersama ayahandaku tercinta (semuga dikaruniai kesehatan dan rejeki yang berkah, amin!!), saat itu saya masih duduk di depan, diapit dibelakang stang dengan motor bebek Astrea 70. Bisa dibayangkan kan ya,,, betapa kecil saya waktu itu hehe. Dalam fikiran “kok gak sampai-sampai bagaimana sih rupa tu pantai.”

Perjanalan selama 2 jam diliputi penasaran akhirnya sampailah di daerah Tepus Gunungkidul, medekati area pantai, walau belum terlihat itu pantai, tetapi sudah tercium aroma garam dengan desir-desir lirih terdengar ombak disertai sejuknya udara dari laut selatan. Seakan alam pantai memanggil dan mengucapkan selamat datang “Welcome to your imagination, and welcome to your dreamland.” Dan benar saja, batapa sangat kagum ketika pertama kali melihat garis batas cakrawala laut selatan yang membiru diapit pegunungan kars. Betapa sungguh sebuah mahakarya lukisan Tuhan YME yang tak tertandingi. Dan itu bukan mimpi, bukan lagi sebuah imajinasi. That is true paradisse!!!

Pantai sudak waktu itu masih berbentuk pantai perawan dan belum terjamah, rona laut yang jernih dan membiru dengan pasir putihnya begitu masih terekam kuat dalam memori. Di sekitar  pasir pantai adalah kangkung laut yang hidup di dalamnya sebagai habitat kepompong, atau komang, hewan laut yang sering dipakai sebagai mainan anak. Bercanda dengan hewan ini sangat mengasikan, hewan yang sangat pemalu, segera ngumpet jika kita memperhatikanya.

Pantai Sundak dahulu bukanlah yang sekarang, dalam artian kealamiahanya. Akan tetapi, saya masih meyakini karisma dan keelokanya belumlah pudar. Pantai yang bersebelahan dengan pantai Ngandong ini sekarang masih menjadi salah satu primadona wisata pantai di Gunungkidul.

Baru tahu beberapa waktu lalu, bahwa nama pantai sudak konon berasal dari cerita perkelahian dua hewan berkaki empat Asu (anjing) dan Landak. Sehingga dikenal akronim Sundak, yang menjadi nama tenar dari Pantai yang memiliki laut sedalam 20 sampai 30 meter ini. Pantai Sundak juga menghadirkan keunikan berupa goa karang setinggi 12 meter yang didalamnya memiliki sumber mata air tawar alami yang mengalir sejak tahun 1930 akibat proses geologi.

Seiring ketenaran pantai ini, bangunan satu persatu mulai hadir dikawasan pantai untuk medukung pariwissata. Jasa Pelayanan wisata juga mulai bayak disediakan masyarakat lokal, mulai dari restoran, sewa payung hingga sarana toilet. Pada hari libur suasana menjadi lebih meriah dengan hadirnya panggung hiduran rakyat musik dangdut....
Berkunjunglah kesini dan dapatkan pengalaman yang tak terlupakan. Pantai ini akan selalu menanti Anda.

Penting : Jangan Buang Sampah sembarangan, jaga kelestarianya dengan tidak menjarah satwa maupun aset alami disana, terakhir belilah cinderamata dan produk lokal sebagai bentuk suport untuk pengembangan pariwisata dan ekonomi lokal di daerah.


Baca juga artikel tentang pantai-pantai unik di Gunungkidul dengan Klik Disini