Friday, January 3, 2020

Partisipasi Masyarakat dalam Pengembangan Pariwisata Jabal Kelor di Bantul

Partisipasi masyarakat merupakan hal yang sangat penting dalam pengembangan pariwisata. Master Pland atau perencanaan pariwisata sebagus apapun, tidak akan pernah tercapai tanpa adanya dukungan dan partisipasi masyarakat. Andai saja sebuah proyek tetap dapat selesai dieksekusi, namun tanpa ada partisipasi masyrakat maka  pariwisata tersebut tetap diragukan keberlangsungannya.

Sebaliknya, meskipun sebuah destinasi dibangun dengan modal sedikit, namun dukungan serta partisipasi masyarakat sangat baik, proyek tersebut akan dapat jalan dan tetap survive, bahkan bisa berkembang menjadi destinasi wisata unggulan. Salah satu destinasi yang cukup berkembang adalah Wisata Puncak Sosok di Dusun Dadap Kulon, Desa Bawuran, Kecamatan Pleret, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia. 


Destinasi Puncak Sosok Jabal Kelor
Daya Tarik Jabal Kelor di Malam Hari, Sumber Tedi Kusyairi

Jabal Kelor merupakan destinasi wisata yang memiliki berbagai macam daya tarik, misalnya: Puncak Gebang, Puncak Sosok, dan sebuah jalur trek sepeda gunung di area perbukitan dengan kondisi jalan yang sempit dan terjal. Aktifitas yang ditawarkan di kedua puncak ini adalah melihat panorama alam dan menonton acara besar bersama. Selain itu, bagi para pecinta wisata olah raga dapat melakukan latihan balap sepeda gunung di Gebang Bike Park. 

Saya, mencoba untuk mempelajari terkait berbagai bentuk pertisipasi wisata yang terjadi di Jabal Kelor.  Bersama tim kecil yang terdiri dari rekan sejawat, Kami mencoba membuat identifikasi partisipasi masyarakat dalam upaya pengembangan destinasi wisata di Jabal Kelor.

Wawancara telah kami lakukan untuk mengetahui dan menganalisis keadaan pariwisata yang ada, mencari gambaran partisipasi masyarakat, bentuk-bentuk partisipasi masyarakat, serta capaian hasil dari partisipasi masyarakat. Informan kunci kami adalah ketua dan beberapa anggota Kelompok Sadar Wisata (POKDARWIS), kepala desa Bawuran, dan beberapa perwakilan masyarakat lokal.

Berikut hasil analisis partisipasi masyarakat dalam pengembangan dusun Dadap Kulon menjadi daya tarik wisata berbasis masyarakat saat ini dikenal dengan Jabal Kelor.

Masyarakat dalam Bentuk Buah Pikir (ide-ide)
Anggota masyarakat sering diajak pengelola berdiskusi mengenai pengembangan Jabal Kelor dari sudut pandang mereka, sehingga muncul berbagai ide kreatif dan secara tidak langsung, hal tersebut menambah rasa percaya diri para anggota. Sejak awal, warga mengikuti perubahan dusun Dadap kulon hingga menjadi sebuah destinasi wisata. Perkembangan Jabal Kelor telah memicu warga untuk membentuk organisasi sederhana dan sistem kepengurusan. Beberapa pemuda mengajak tetua desa untuk bermusyawarah membahas pengembangan Jabal Kelor dan menghasilkan organisasi yang disebutmasyarakat yang sadar wisata (POKDARWIS). Masyarakat juga bermusyawarah dan menyepakati pembangunan jalur trek sepeda gunung yang dibangun dari puncak Sosok sampai puncak Gebang. Menyepakati pembangunan jalur trek sepeda tersebut bukanlah hal yang mudah, karena harus menyatukan persepsi setiap warga yang lahan kebunnya dilewati sebagai jalur trek sepeda gunung. Selain hal tersebut, warga juga bermusyawarah untuk mengelola acara balap sepeda Kapolda Cup Bike Fest 2017 yang telah dilaksanakan pada 23 dan 24 Desember 2017.

Masyarakat dalam Bentuk Tenaga Fisik
Masyarakat paham betul bahwa jika tidak ada jalan yang layak, wisatawan tidak mau berkunjung ke sana dan masyarakat tidak dapat mengembangkan puncak Sosok. oleh karena itu, pengelola tidak mengalami kesulitan dalam mengerahkan warga untuk membuat fasilitas wisata seperti: meja dan kursi, lampu-lampu hias, membangun mushola, aula dan toilet.

Suatu kasus yang pernah terjadi di Jabal Kelor justru menjadi pelajaran bagi warga tentang kewajiban menciptakan suasana aman dan nyaman di sebuah daya Tarik wisata. Jabal Kelorpernah membuka jam kunjungan wisatawan selama 24 jam. Pada suatu malam, ada wisatawan yang meminum minuman alcohol, membuat kerusuhan di puncak Sosok hingga berseteru dengan para pengelola yang bertugas sebagai penjaga, sehingga wisatawan tersebut pun di usir dari Puncak Sosok. Setelah kejadian tersebut, para pengurus berdiskusi mengenai beberapa aturan seperti menetapkan jam kunjung wisatawan dan beberapa aturan yang tidak boleh dilanggar oleh wisatawan. Mengelola sebuah daya tarik wisata memang bukanlah hal mudah, terutama bagi warga dusun Dadap Kulon yang tidak tahu sama sekali tentang kepariwisataan. Kasus tersebut,telah memberikan pengalaman bagi warga, supaya mengelola Jabal Kelor lebih baik lagi dengan membuat beberapa aturan dalam pengelolaan dan bagi wisatawan. Partisipasi dalam edukasi terlihat dari upaya menciptakan keamanan, ketertiban, kebersihan, dan kenyamanan lingkungan Jabal Kelor yang dilakukan masyarakat sendiri berdasarkan pada pengalaman.


Partisipasi Masyarakat dalam Bentuk Harta Benda
Meski warga tergolong dalam ekonomi lemah, partisipasi harta benda yang dilakukan oleh warga ternyata tidak hanya sebatas sumbangan dalam bentuk uang sukarela. Pengelola dan warga bersama-sama menyepakatimenggunakan seluruh bantuan dana dari desa dan bantuan dana dari lembaga lainnya untuk membangun daya tarik wisata Jabal Kelor. Pengelola dan warga juga sepakat menggunakan seluruh pemasukan dari Jabal Kelor untuk membangun fasilitas dan atraksi tambahan. Masyarakat berharap bahwa dengan menggunakan seluruh dana yang ada, bisa membangun fasilitas yang lebih baik lagi, sehingga semakin banyak wisawatan maka akan semakin banyak pendapatan. Saat ini, hal tersebut merupakan usaha terbaik yang bisa dilakukan oleh warga.

Itulah berbagai bentuk partisipasi masyarakat yang terjadi di destinasi Jabal Kelor, untuk lebih jelas dapat membaca artikel lengkapnya disini

Friday, September 27, 2019

Loyality on ecotourism analysed through an approach using the factors of tourist attraction, safety, and amenities, with satisfaction as an intervening variable

Alhamdulillah...


My papers have been published "Loyalty on ecotourism Analysed through an approach using the factors of tourist attraction, safety, and amenities, with satisfaction as an intervening variable" in the African Journal of Hospitality, Tourism and Leisure, Volume 8, Number 5, 2019.

This paper tells the importance of tourist loyalty as an important factor that must be considered by the tourist destination manager to deal with destination management problems. The analytical method used is path analysis with Partial Least Square (PLS).

Loyality on ecotourism Analysed through an approach using the factors of tourist attraction, safety, and amenities, with satisfaction as an intervening variable
Gunung Api Purba Nglanggeran ecotourism
Source: https://www.alvarotrans.com
Our work is very useful for the community because it will help you solve problems on tourist loyalty, especially on ecotourism (Gunung Api Purba Nglanggeran).

This study proved that satisfaction is a significant variable which intervenes factors influencing tourist’s loyalty in Gunung Api Purba Nglanggeran ecotourism. Thus, the key is to develop the tourist’s loyalty by improving its independent variables or particular factors.
The most proven dominant influential factor toward satisfaction and loyalty in this study is a tourist attraction, presenting a positive correlation. This positive correlation implies that improving tourist attraction will raise tourist’s satisfaction up as well, which in turn will forge tourist’s loyalty. There are other determinant factors under examination as well, i.e. safety and amenities. However, those other determinant factors only have an impact on satisfaction and are not significantly proven to be able to foster tourist’s loyalty, either directly or through the medium of satisfaction. This phenomenon exists because supposedly the segment of tourists visiting Gunung Api Purba is people having adventurer characteristics and their number is high. Adventurer tourists are tourists who seek satisfaction from challenging experiences and tend to take the risk. The lack of impact of amenities toward loyalty is made possible because the tourists visiting Gunung Api Purba Nglanggeran see amenities as only supporting facilities for common tourism. Thus those tourists do not consider amenities as a factor to be loyal to a destination.

Managerial implications that can be derived from this research are described in the following:

Gunung Api Purba Nglanggeran development should focus on the development of ecotourism attraction of Gunung Api Purba Nglanggeran. Ecotourism management based on local resources and values have been proven to be effective in increasing the number of tourists. However, it should be noted that Gunung Api Purba Nglanggeran complex is an exclusive ecotourism attraction due to its location in a conservation zone. Ecotourism attraction is characterized by fragility, irreplaceability, and unrenewability. Accordingly, it is important for management to conserve nature. Managements also need to apply strict rules as a preventive measure against pillaging or vandalism by ill-mannered tourists.

From the marketing aspect, this research illustrates the importance of properly managing tourist’s satisfaction and loyalty via good ecotourism management.

Good ecotourism management can be developed through these steps: 
  1. Introducing ecotourism via its uniqueness as a selling point, which in marketing is known as product diversification
  2. Refining beauties by conserving and rearranging the complex as a point of interest, exposing the exotic nature of Nglanggeran
  3. Conserving the nature’s originality and natural characters by not making changes which exude a stark contrast with the surrounding environments, thus avoiding visual pollution or natural ecosystem damage
  4. Maintaining management which accommodates local cultures or locality and reflects them comprehensively in each of the introduction of the tourist attraction, increasing the value of selling of the destination.
Although there is no correlation between safety and tourist’s loyalty, safety assurance is an obligation that has to be put into realization by tourist destination managements, as issued by Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan (Indonesian Law no. 10 the year 2009 on Tourism) and Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (Indonesian Law no. 8 the year 1999 on Consumer Protections).

Amenities are proven to be not quite significant in affecting tourist’s satisfaction. They even have no correlation at all with tourist’s loyalty in Gunung Api Purba Nglanggeran. Thus, limiting the buildings of amenities is a prudent act to support natural conservation of Nglanggeran which harbours protected ecosystems and biodiversities. It is important to evaluate zones, determining in which zones amenities are allowed to build and which zones belong to the conservation core areas. Tourists should be notified of the divisions of zones and understand them.

Finally
Thank you to all parties for your full support to the research us.
Happy reading. Please enter.

Hary Hermawan at all.

Friday, September 6, 2019

Teori dalam Riset Ilmiah Pariwisata

Pengertian Teori

Dalam melakukan riset peneliti membutuhkan teori untuk dapat menjelaskan secara cermat mengenai gejala-gejala atau fenomena. Teori yang dimaksud yaitu : 
  1. Merupakan sekumpulan dari ilmu yang telah diuji kebenarannya dan diterima oleh umum.
  2. Teori merupakan kumpulan dari konsep, definisi dan proposisi yang saling berhubungan
  3. Teori menjelaskan hubungan antar variabel atau antar konsep sehingga dapat menjelaskan fenomen-fenomen yang terjadi dilapangan dapat diketahui secara jelas.
  4.  Tujuan dari teori untuk menjelaskan fenomena
Jumlah teori yang harus dimiliki dalam penelitian kualitatif relatif lebih banyak dibanding penelitian kuantitatif. Dalam penelitian kualitatif teori bersifat holistic dan akan semakin berkembang disesuaikan dengan fenomena yang terjadi di lapangan, sedangkan dalam penelitian kuantitatif teori sudah dipersiapkan sesuai dengan variabel penelitian kemudian diterapkan di lapangan. 

Pemahaman akan pengetahuan yang luas, baik pengetahuan teoritis maupun pengetahuan yang terkait dengan konteks sosial di lapangan sangat penting dimiliki oleh peneliti kualitatif untuk pengembangan wawasan dan memperdalam teorisasi yang ada. Namun demikian sekalipun peneliti kualitatif sudah banyak memiliki teori dan pengetahuan fenomena di lapangan sifatnya masih sementara karena dalam penelitian kualitatif tetap harus berpegang pada grounded research, yaitu menemukan teori berdasarkan data yang diperoleh di lapangan atau sistuasi sosial yang ada. 

Teori merupakan suatu kumpulan konstruk (construct) atau konsep (concepts), definisi (definitions), dan proposisi (proposition) yang menggambarkan fenomena secara sistematis melalui hubungan antar variable dengan tujuan untuk menjelaskan (memprediksi) fenomena alam (Kerlinger, 1986, Foundations of Behavioral Research New York USA: 9). 

Teori dalam Riset Ilmiah
Albert Einstein, Penemu Teori Relatifitas, Sumber: pixabay

Kerlinger (1981) mendefinisikan teori sebagai seperangkat konstruk (konsep), definisi, dan proposisi yang berfungsi untuk melihat fenomena secara sistematik melalui spesifikasi hubungan antar variabel, sehingga dapat digunakan untuk menjelaskan dan meramal fenomena. “Theory is a set of interrelated construct (conscepts), definitions, and proposition that present a systematic view phenomena by specifying relations amog variables, with purpose of explaining and predicting the phenomena.” 

Teori adalah generalisasi, atau kumpulan generalisasi yang dapat digunakan untuk menjelaskan berbagai fenomena secara sistematik (Wiliam, 1986). Sugiyono (2011) dalam bukunya yang berjudul metode penelitian kuantitatif, kualitatif, dan R&D menjelaskan teori dalam tiga sudut pandang, yaitu : 
  1. Teori menunjuk pada sekelompok hukum yang tersusun secara logis. Hukum tersebut biasanya bersifat hubungan deduktif. Menunjukan variabel-variabel empiris yang bersifat ajeg dan dapat diramalkan.
  2.  Suatu teori dapat juga berupa suatu rangkuman tertulis mengenai suatu kelompok hukum yang diperoleh secara empiris dalam suatu bidang tertentu.
  3. Suatu teori juga dapat menunjuk pada suatu cara menerangkan yang menggeneralisasi, terdapat hubungan yang fungsional antara data dan pendapat teoritis.
Setiap penelitian yang dikerjakan selalu menggunakan teori (Neuman, 2003), kemudian setiap teori harus dapat diuji kebenaranya. Oleh karena itu, riset dan teori adalah hal yang tidak dapat dipisahkan. Rumusan teori dalam penelitian kuantitatif lebih banyak mengandalkan berbagai sumber yang sudah memaparkan berbagai teori keilmuan. Menurut Santosa (2017), ada tiga hal pokok yang diungkap dalam definisi teori, yaitu : 
  1. Elemen teori terdiri atas konstruk, konsep, definisi dan proposisi
  2. Elemen teori memberikan gambaran sistematis mengenai fenomena melalui penentuan atas variabel
  3. Tujuan teori untuk menjelaskan dan memprediksi fenomena yang terjadi.


Fungsi Teori

Hoy & Miskel (2001) mengemukakan beberapa fungsi teori sebagai berikut : 
  1. Sebagai konsep, asumsi dan generalisasi yang logis
  2. Sebagai pengungkap, penjelas, dan untuk meprediksi perilaku yang memiliki keteraturan
  3. Sebagai stimulan dan panduan untuk mengembangkan pengetahuan
Menurut Sugiyono (2011) sebuah teori mengandung makna sebagai fungsi yang mencakup 3 (tiga) hal dalam mempermudah perumusan variabel dan hipotesis penelitian kuantitatif yaitu : 
  1. Fungsi eksplanatif yaitu teori harus mampu menjelaskan hubungan peristiwa yang satu dengan peristiwa yang lain. Misalnya peristiwa Upacara adat di Bali dengan peristiwa lonjakan penumpang pesawat dari Jakarta menjuju Bali.
  2. Fungsi prediktif yaitu teori dapat meramal atau memprediksi, Misalnya jumlah wisatawan akan semakin banyak apabila pelayanan obyek ditingkatkan. Dari teori ini dapat dijelaskan bahwa peningkatan pelayanan yang dilakukan dalam sebuah obyek wisata akan dapat memprediksi jumlah wisatawan
  3. Fungsi kontrol yaitu teori dapat mengendalikan peristiwa supaya tidak mengarah pada hal-hal yang tidak diinginkan. Misalnya peristiwa Tingkat hunian kamar hotel dengan peristiwa besarnya. Diskon yang dapat memicu tingkat hunian kamar disebabkan karena krisis ekonomi. Jadi dalam hal ini krisis ekonomi dapat dikontrol/dikendalikan dengan besarnya diskon
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa fungsi dari sebuah teorisasi yaitu untuk menjelaskan dan meramal perilaku, menemukan teori lainnya, digunakan untuk aplikasi praktis, memberikan perspektif bagi usaha penjaringan data, membimbing dan menyajikan gaya penelitian. 

Mencari dan menyusun teori merupakan hal yang harus segera dilaksanakan setelah peneltiti selesai menemukan rumusan masalah dalam proyek penelitianya. Teori-teori yang digunkan adalah teori-teori yang relevan dengan tema dan rumusan masalah penelitian, jika temanya adalah “Pengaruh pelayanan terhadap kepuasan pelanggan di restoran Murah Meriah” setidaknya teori yang digunakan adalah teori tentang pelayanan prima, kepuasan dan tentang restoran, didukung dengan hasil-hasil penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian “Pengaruh pelayanan terhadap kepuasan pelanggan di restoran Murah Meriah,” baik hasil riset yang positif, maupun negatif riset untuk mendukung perumusan kerangka pemkiran dan juga digunakan sebagai dalih dalam pembahasan yang akan mendukung hasil penelitian. Landasan teori ini perlu ditegakan agar penelitian kita mempunyai dasar yang kokoh, bukan sekedar perbuatan coba-coba (trial and eror). Landasan teoritis juga berfungsi sebagai ciri bahwa suatu penelitian itu merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data (Sugiyono, 2011). 

Teori dalam Riset Ilmiah
Teori Evolusi  yang Sangat Fenomenal dari Charles Darwin
Sumber: https://pixabay.com


Konsep, Konstruk, dan Definisi Operasional

Konsep pada dasarnya merupakan objek penelitian, kejadian atau atribut yang sifatnya masih sangat umum (abkstrak). Sebuah konsep atau kepustakaan yang dipilih hendaknya mengacu pada problematika dan tujuan penelitian. Hal ini dimaksudkan agar dalam perumusan hipotesis nantinya tidak keliru. Konsep yang dipilih juga harus memiliki relevansi dengan definisi-definisi operasional yang terdapat dalam judul penelitian. Konsep dalam penelitian memiliki peran penting diantaranya : 1) Konsep membantu mempermudah dan memperjelas perumusan hipotesis; dan 2) konsep mempermudah pembentukan variabel penelitian. Jika penelitian ditujukan untuk menguji “Pengaruh pelayanan terhadap kepuasan pelanggan di restoran Murah Meriah,”maka agar rumusan masalah mudah dimengerti dan tidak ambigu, maka sebelum mengajukan sebuah hipotesis perlu dikaji kejelasan terhadap istilah-istilah yang ingin diuji, apakah yang dimaksud dengan pelayanan, apa yang dimaksud kepuasan? Pertanyaan pertanyaan tersebut berkaitan dengan konsep dan konstruk dalam penelitian. 

Konstruk merupakan abstraksi yang lebih jelas daripada sebuah konsep. Kontruk adalah konsep yang telah memiliki makna tambahan. Sebagai contoh“kepuasan konsumen,” kepuasan konsumen dijelaskan (diabstraksikan) sebagai perasaan psikologis seseorang atau sekelompok orang sebagai pembeli atau sekelompok pembeli yang menikmati produk atau jasa tertentu. dimensi seseorang atau sekelompok orang terhadap pelayanan, rasa, harga dan lain sebagainya. Kesimpulanya, konstruk yang baik adalah konstruk yang mampu menemukan atau mencerminkan variabel penelitian. Variabel penelitian sendiri juga dapat dimaknai sebagai sebuah konstruk yang diukur dengan berbagai macam nilai, sehingga mampu memberikan gambaran yang lebih nyata terhadap sebuah atau beberapa fenomena dalam penelitian. 

Definisi operasional merupakan sebuah konstruk yang diubah menjadi sebuah variabel yang lebih jelas, memiliki kejelasan ukuran, dan indikatornya. Contoh, kepuasan konsumen terhadap produk jasa. Puas terhadap pelayanan tercermin (indikator) dari ketepatan waktu, ketepatan ukuran, ketepatan penampilan. Contoh lain pada definisi operasional loyalitas, loyalitas tercermin dari (indikatornya) keseringan atau frekuensi beli, tingkat frekuensi merekomendasikan kepada orang lain. Dengan kata lain, definisi operassional merupakan variabel yang sudah dapat teramati (observed variable). 

Kegunaan Teori dalam Penelitian

Semua penelitian bersifat ilmiah, oleh karena itu semua peneliti harus berbekal teori. Dalam penelitian kuantitiatif, teori yang digunakan harus sudah jelas, karena teori berfungsi untuk memperjelas masalah yang akan diteliti, sebagai dasar untuk merumuskan hipotesis, dan sebagai referensi dalam menyusun instrumen penelitian (Sugiyono, 2011). 

Seperti sudah dijelaskan di atas bahwa teori mencakuptiga fungsipaling tidak dalamsebuah penelitian ketiga fungsi teori tersebut dapat difungsikan untuk memperjelas permasalahan yang dikemukakan, dapat menuntun perumusan hipotesis dan bisa mempermudah dalam perumusan variabel penelitian 

Teori yang digunakan dalam sebuah riset kuantitatif memiliki beberapa fungsi. Uraian berikut memberikan ilustrasi masing-masing fungsi keberadaanya dalam sebuah penelitian. 

Salah satu fungsi seperti dijelaskan di atas (fungsi eksplanatif) yaitu bahwa teori untuk memperjelas dan mempertajam ruang lingkup atau konstruk variabel yang akan diteliti. Berikut merupakan contoh penyusunan konstruk dari variabel penelitian yaitu “daya tarik wisata” sebagai berikut. 

“Pengelolaan keselamatan wisata akan selalu terkait dengan upaya-upaya meminimalkan risiko dan kecelakaan. Risiko didefinisikan sebagai sumber-sumber yang mengandung unsur perusak yang potensial bagi wisatawan, operator atau destinasi, dan komunitas. Elemen-elemen risiko dilihat dari siapa atau apa yang terkena dampak, atau apa yang mengalami kerugian dari setiap keadaan yang mengandung bahaya. Elemen-elemen tersebut termasuk : manusia, lingkungan, fasilitas, infrastruktur, sarana umum, dan ekonomi (AICST, 2006). Risiko secara umum adalah segala sesuatu yang dapat terjadi pada diri manusia yang tidak diharapkan muncul.Semua kegiatan manusia pada dasarnya akan memiliki risiko meskipun kegiatan tersebut bertujuan untuk mencapai kesenangan saja (Yudistira & Susanto, 2012).Sedangkan kecelakaan didefinisikan sebagai kejadian yang tidak diinginkan, yang dapat menimbulkan cidera, kematian, kerugian, dan kerusakan pada property. Kecelakaan dapat terjadi karena kondisi simultan dari faktor manusia, faktor lingkungan, dan faktor alam sendiri (AICST, 2006). Dalam Guidelines for safe recreational water (2003)disebutkan bahwa pencegahan resiko kecelakaan dapat dilakukan dengan peningkatan keselamatan. Peningkatan keselamatan tersebut dapat diintervensi dengan 5 pendekatan yaitu : 1. Pekerjaan/ perekayasaan (engineering); 2. Memperkuat (enforment); 3. Pendidikan (education); 4. Tindakan untuk memberanikan (encouragement); dan 5. Kesiapan bahaya (emergency preparadness). Pengelola destinasi wisata yang mengandung risiko tinggi wajib memperhatikan keselamatan pengunjung dengan perencanaan dan pengendalian risiko, seperti diamanahkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia No 10 Tahun, 2009 Pasal 26. Desa Wisata Nglanggeran merupakan desa wisata yang mengadalkan wisata alam Kawasan Gunung Api Purba Nglanggeran serta aktifitas petualangan pendakian sebagai daya tarik wisata utamanya. Petualangan merupakan kegiatan yang sengaja mencari risiko dan ketidakpastian hasil. Dalam wisata petualangan komersial, risiko dan ketidakpastian harus dikelola erat jika tidak dapat dihilangkan (Ewert dkk dalam Entwistle, 1923).” 

Fungsi kedua dari teori berguna untuk prediksi dan membantu peneliti menemukan fakta, merumuskan hipotesis, dan menyusun instrumen penelitian. Perhatikan contoh berupa kaitan teori dan hipotesis riset berikut 

“Hasil dari penelitian terdahulu menunjukan bahwa daya tarik wisata terbukti secara empiris sebagai faktor yang menentukan kepuasan wisatawan terhadap sebuah destinasi (Naidoo dkk., 2011; Adom, Jussem, Pudun, & Azizan, 2012; Basiya & Rozak, 2012;Soebiyantoro, 2009; dan Darsono, 2015). Berdasarkan hasil-hasil dari penelitian terdahulu, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah : (1) Ha:Daya tarik wisata berpengaruh terhadap kepuasan wisatawan.” 

Penggalan riset di atas menunjukan pola keterkaitan antara teori-teori ahli dan perumusan hipotesis penelitian. Penggalan hasil riset di atas sekaligus menunjukan fungsi teori untuk prediksi dan membantu peneliti menemukan fakta, serta merumuskan hipotesis penelitian (Ha). Sedangkan fungsi teori untuk menyusun instrumen penelitian akan dijelaskan di bab selanjutnya. 

Fungsi teori yang ketiga adalah untuk membahas hasil penelitian, mendukung hasil analisis penelitian, dan memecahkan masalah. Lihatlah contoh penggalan dari pembahasan hasil penelitian dengan rumusan masalah “Pengaruh daya tarik wisata terhadap kepuasan wisatawan”berikut : 

“Daya tarik wisata terbukti berpengaruh signifikan terhadap kepuasan wisatawan di Gunung Api Purba Nglanggeran. Hal ini dapat dibuktikanpada tabel 5 nilai P value0.000, jauh lebih kecil dari nilai alpha 0.05 pada taraf kepercayaan 95%. Hasil penelitian ini mendukung penelitan terdahulu yang telah dilakukan oleh Naidoo dkk (2011) yang menemukan bahwa daya tarik wisata berbasis alam berkontribusi dalam mempengaruhi kepuasan. Demikian juga dengan penelitian lain yang menyatakan bahwa daya tarik wisata berkontribusi positif dalam mempengaruhi kepuasan berwisata (Lesmana & Brahmanto, 2016; Rajesh, 2013;Naidoo dkk., 2011; Adom et al., 2012; Basiya & Rozak, 2012; dan Darsono, 2015).” 

“Nilai original sample variabel daya tarik wisata dalam mempengaruhi kepuasan adalah positif yaitu sebesar 0,408 yang menunjukkan bahwa arah hubungan antara X1dengan Y1 adalah positif, Pengaruh positif tersebut juga dapat dibuktikan dengan hasil analisis diskriptif yang menunjukan persepsi responden terhadap daya tarik wisata yang positif, selaras dengan tingkat kepuasan responden yang berada pada tingkat puas. Jika diinteprestasikan berarti semakin meningkat daya tarik wisata semakin meningkat pula kepuasan wisatawan di Gunung Api Purba Nglanggeran. Pengaruh positif juga dapat berarti sebaliknya, yaitu semakin menurun kualitas daya tarik wisata akan semakin menurun pula kepuasan wisatawan sehingga dikawatirkan akan berdampak pada menurunya minat kunjungan wisatawan seperti pada hasil penelitian terdahulu (Wiradiputra & Brahmanto, 2016).Hasil ini membuktikan betapa pentingnya pengelolaan daya tarik wisata dalam meningkatkan kepuasan wisatawan. Oleh karena itu dirasa tepat langkah pengembangan daya tarik wisata alam di Gunung Api Purba yang telah dilakukan pengelola dengan mengacu pada prinsip-prinsip Community Based Tourism (CBT). Prinsipmenjunjung tinggi kearifan dalam CBT diharapkan mampu menghasilkan destinasi wisata yang unik serta bernilai lokal (lokal sense) sebagai sebuah keunggulan bersaing (Ainurrahman, 2010); menjamin keberlanjutan lingkungan; meningkatkan kebanggaan masyarakat lokal (Suansri dkk., 2013), serta yang utama pengembangan daya tarik dengan CBT terbukti mampu menjamin kepuasan wisatawan.” 

Berdasarakan penggalan riset di atas, maka dapat diamati sistematika pembahasan hasil riset (ditandai dengan garus bawah) pada riset kuantitatif, dengan didukung teori-teori (hasil penelitian) para peneliti terdahulu guna memperkuat temuan peneliti. Dari contoh diatas setidaknya dapat dilihat salah satu fungsi teori yaitu untuk membahas hasil penelitian, mendukung hasil analisis penelitian, dan memecahkan masalah secara ilmiah. 

Untuk memperkuat pembahasan hasil riset kuantitatif, maka setidaknya cari teori pendukung (hasil penelitian terdahulu) lebih dari 1, minimal 3 atau bisa lebih banyak lagi. Kecuali untuk penelitian yang benar-benar masih baru atau penelitian prediktif, peneliti bisa mengesampingkan saran di atas.

Membuat Latar Belakang Riset Pariwisata Kuantitatif Dengan Mudah

Latar belakang bukan mengupas tentang motivasi atau tujuan sebuah penelitian dilakukan, tetapi lebih pada apa yang melatar belakang sebuah masalah penelitian perlu dipecahkan. Oleh sebab itu dalam sebuah ranncangan latar belakang biasanya mencakup beberapa langkah yang disebut dengan 5 W + 1 H (What,Why,Who, Where, When, dan How).

Sumber: https://www.wisata.haryhermawan.com

What (apa) berarti menunjuk kepada apa yang akan dipersoalkan dalam sebuah riset itu, atau masalah apa yang diangkat dalam sebuah penelitian.

Why (mengapa) artinya bahwa mengapa problematik atau permasalahan itu perlu diangkat dalam sebuah penelitian. Tingkat urgensi dan kompetensi sebuah rumusan masalah perlu diangkat dalam sebuah penelitian biasanya memiliki sebab-sebab tertentu yang mendorong seorang peneliti untuk memecahkannya.

Who (siapa) berarti bahwa siapa yang akan menjadi subyek penelitian dan siapa yang akan dijadikan obyek penelitian, alasan-alasan orang melakukan penelitian dibidang tertentu biasanya tidak saja alasan subyektif (kepentingan pribadi) melainkan sebuah anjuran atau permintaan dari pihak lain. 

Where (dimana) berarti menunjuk sebuah lokasi dimana penelitian itu akan dilakukan. alasan subyektif maupun obyektif perlu dikemukakan dalam penentuan lokasi penelitian, hal ini dimaksudkan untuk menunjukkan intensitas sebuah penelitian dilakukan dalam obyek tersebut.

When (kapan) menunjuk tentang waktu penelitian akan dilakukan, biasanya dikaitkan dengan waktu/saat-saat tertentu ada kejadian yan menarik untuk diteliti.

Tahap terakhir yaitu How (bagaimana), ini berarti persoalan-persoalan teknis apa yang direncanakan akan dilakukan.Terkait dengan persoalan-persoalan administrasi atau syarat untuk pelaksanaan penelitian, metode yang akan dilakukan, penentuan populasi dan sampel, alat analisis atau alat pengujian hipotesis.

Bekal yang perlu disiapkan oleh peneliti agar dapat memperkaya wawasan dalam penelitian sehingga menuntun penyusunan latar belakang menjadi sistematis dan mengarah pada rumusan masalah penelitian antara lain :
  1. Melakukan strudi eksplorasi, studi ini dilakukan pada sebuah obyek tertentu untuk memperoleh informasi-informasi secara empiris terhadap masalah yang akan dikaji. Persoalan-persoalan empiris yang akan diperoleh melalui tindakan ini adalah data-data primer, dan berbagai masalah yang mendeskripsi tentang kondisi nyata yang ada di lapangan
  2. Melakukan studi literasi, studi ini dilakukan melalui berbagai teori, informasi media, penelitian terdahulu, maupun berbagai bentuk data dokumentasi yang dapat mendorong peneliti untuk merumuskan judul dan masalah penelitian. Dapat menginspirasi peneliti dan membantu peneliti untuk menentukan jenis penelitian yang akan dilakukan 
Pada umunya meng-akhiri uraian latar belakang masalah penelitian, peneliti merumuskan sebuah judul penelitian, karena uraian dalam latar belakang telah memberikan bekal argumentasi kepada peneliti untuk merumuskan masalah yang akan dipecahkan.

Mengenal Riset Kuantitatif untuk Penelitian Pariwisata

Peneliti pemula agaknya sering menghadapi beberapa kesulitan menggolongkan jenis penelitian bentuk kuantitatif atau kualitatif, tetapi bisa dirumuskan beberapa acuan yang mengarahkan bahwa sebuah penelitian bentuk kuantitatif. Sebuah penelitian digolongkan kedalam metode penelitian kuantitatif jika memiliki beberapa karakteristik tertentu. Karakter tersebut dapat diidentifikasikan sebagai berkut : 

  1. Penelitian berangkat dari pola pikir deduktif.
  2. Penelitian yang memandang sebuah fenomena secara fisik melalui kemampuan panca indera.
  3. Penelitian umumnya bertujuan untuk menguji teori dan masalah yang telah ditentukan.
  4. Penelitian dimaksudkan untuk menguji sebuah hipotesis.
Melalui berbagai karakteristik di atas dapat dirumuskan bahwa sebuah metode penelitian kuantitatif yaitu cara penelitian yang memandang sebuah fenomena fisik dengan pola pikir deduktif, bermasud untuk melakukan pengujian hipotesis dari fenomena fisik tersebut melalui sebuah pengujian teori.

Fenomena fisik dalam penelitian kuantitatif diperoleh dari hasil pengamatan, eksplorasi berbentuk data-data yang dapat diukur. Data penelitian kuantitatif diperoleh utamanya melalui instrumen kuesioner maupun data-data yang dihasilkan dengan cara mencacah atau menghitung. 

Riset Kuantitatif untuk Penelitian Pariwisata
Riset Kuantitatif (ilustrasi), Sumber: kanalinfo.web.id

Rumusan masalah dan hipotesis yang diajukan dalam penelitian kuantitatif sudah disiapkan oleh peneliti berdasarkan fenomena yang ditemukan di lapangan kemudian dilakukan pengujian berdasarkan teori yang ada. Umumnya ketika melakukan pengujian teori data-data yang telah diperoleh penelitian diperlukan bantuan statistik mengingat data-data yang diperoleh sudah terukur sesuai dengan skala pengukuran data, ketepatan dan keabsahanya 

Setiap kegiatan penelitian selalu berangkat dari masalah. Namun ada sedikit perbedaan karakteristik masalah yang diangkat baik itu dalam penelitian kuantitatif maupun kualitatif. Masalah dalam penelitian kuantitatif sudah harus benar-benar jelas sebelum penelitian dilaksanakan, karena penelitian kuantitatif menganut paradigma deduktif (pembuktian). Sedangkan dalam penelitian kualitatif, penelitian sudah dapat dilaksanakan walaupun masalah yang diangkat masih belum begitu jelas atau masih nampak samar-samar. 

Proses perumusan masalah penelitian diawali dengan identifikasi masalah. Identifikasi masalah dapat dilakukan dengan mengkaji fenomena dilapangan atau perkembangan kasus tertentu, kajian literatur, atau dari penelitian-penelitian terdahulu. Setelah diidentifikasi, dan dibatasi, masalah tersebut dapat dirumuskan umumnya di tegaskan dengan kalimat tanya atau dapat juga sebuah pernyataan. 

Contoh rumusan masalah : Dengan Kalimat tanya “Apakah ada perbedaan kinerja yang cukup signifikan antara karyawan Front Office berjenis kelamin laki-laki dan perempuan?” Rumusan masalah juga dapat dibuat pernyataan seperti berikut “Ada perbedaan kinerja yang cukup signifikan antara pegawai Front Office laki-laki dan perempuan.” Atau Pegawai berjenis kelamin laki-laki memiliki kinerja lebih baik daripada perempuan. 

Berdasarkan rumusan masalah seperti contoh di atas, kemudian peneliti dapat menggunakan berbagai teori untuk menjawabnya. Jika rumusan masalahnya “Apakah ada perbedaan kinerja yang cukup signifikan antara pegawai front office laki-laki dan perempuan?” Maka setidaknya kajian teori yang dilakukan meliputi : teori gender, teori kinerja, deskripsi kerja dan kualifikasi kerja di Front Office, hasil penelitian-penelitian terdahulu yang relevan, dan hal-hal lain yang berhubungan dengan insdustri jasa khususnya perhotelan. 

Teori dalam penelitian kuantitatif dapat digunakan untuk menjawab rumusan masalah yang baru saja ditetapkan seperti di atas. Jawaban terhadap rumusan masalah yang digali dari sebuah teori adalah sebuah kesimpulan sementara (hipotesis). Maka hipotesis dapat dinyatakan sebagai jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian (Sugiyono, 2011). 

Tugas peneliti selanjutnya, setelah menetapkan hipotesis adalah mengujinya, atau membuktikan kebenaranya secara empiris. Untuk kepentingan pengujian hipotesis tersebut, maka peneliti harus melakukan pengumpulan data lapangan (empiris) di suatu wilayah atau populasi. Jika populasi terlalu luas, maka mempertimbangkan waktu, dana, dan upaya, peneliti dapat melakukan sampling (mengambil sebagian data dari populasi). Tentu pengambilan sampel harus representatif jika peneliti ingin mengambil suatu generalisasi dari hasil penelitian. 

Sesuai namanya, meneliti adalah kegiatan mencari data yang harus dilakukan dengan teliti atau akurat. Ketelitian dan kesahihan data dapat diusahkan dengan meningkatkan kualitas instrumen (alat pencarian datanya). Oleh karena itu, sebelum melakukan pencarian data, peneliti wajib menguji kehandalan instrumenya, dalam penelitian kuantitatif instrumen utamanya adalah kuesionair atau angket. Uji kehandalan instrumen dapat dilakukan dengan melakuan uji validitas dan reabilitasnya. Hanya intrumen yang telah teruji kehandalanya yang dapat digunakan untuk mengukur variabel. 

Data yang telah terkumpul kemudian dapat diolah dan dianalisis. Dalam penelitian kuantitatif, analisis dapat menggunakan metode-metode statistika yang dapat disesuaikan dengan jenis rumusan masalah dan hipotesisnya. Metode statistik yang dapat digunakan diantaranya statistik deskriptif dan statistik inferensial. Statistik inferensial masih dapat dibagi kedalam dua golongan, yaitu statistik inferensial parametrik dan non parametrik. Apapun metode statistiknya, langkah analisis ditujukan untuk menjawab hipotesis. (Aplikasi pengujian data melalui atau uji signifikasi hasil penelitian akan dibahas pada bab tersendiri) 

Data hasil analisis dapat disajikan dalam bentuk, bagan, grafik, atau bisa juga bentuk tabel. Dipilih yang paling mudah untuk kepentingan interprestasi data dengan penjelasan-penjelasan yang lebih mendalam. 

Setelah pembahasan dilakukan, maka langkah selanjutnya dapat dilakukan penarikan kesimpulan. Banyaknya kesimpulan menyesuaikan jumlah rumusan masalah yang diajukan. Jika rumusan masalahnya “Apakah pengaruh gaji terhadap kinerja pegawai hotel?” Maka akan melahirkan setidaknya 3 kesimpulan, yaitu 2 kesimpulan diskriptif (diskripsi tentang gaji dan pegawai) dan 1 kesimpulan asisiatif (apakah menerima atau menolak hipotesis penelitian). 

Setelah penarikan kesimpulan dilakukan, pada penelitian aplikatif dapat diteruskan dengan memberi rekomendasi-rekomendasi manajerial yang kongrit mengacu pada kesimpulan atau hasil penelitian. Rekomendasi yang dimaksud adalah langkah-langkah mengatasi masalah secara manajerial. Secara lengkap, proses penelitian kuantitatif digambarkan dalam bagan berikut : 

Riset Kuantitatif untuk Penelitian Pariwisata
Alur Umum Penelitian Kuantitatif, Sumber: Hary Hermawan
Materi selanjutnya tentang trik mudah membuat latar belakang riset 


Tuesday, September 3, 2019

Memperoleh Sertifikat Menulis (Id Menulis) Resmi dari Ristekdikti

Pada kesempatan kali ini saya akan bercerita mengenai pengalaman saya memperoleh sertifikat Indonesia Menulis (Id Menulis). Sebagai informasi, bahwa program Id Menulis ini merupakan hasil kerjasama dari Ristekdikti dan Ruang Guru melalui aplikasi ruang kerja. Program ini diluncurkan bertepatan dengan Peringatan Hari Kebangkitan Teknologi Nasional ke 24 tahun 2019.

Mengutip Direktur Jenderal (Dirjen) Penguatan Riset dan Pengembangan Kementrian Riset Muhammad Dimyati, dalam antaranews.com bahwa program id menulis ini ditujukan untuk mendorong peningkatan kualitas karya ilmiah Dosen dan Peneliti di Indonesia.  Mengingat publikasi merupakan salah satu kewajiban dosen dan peneliti.  Dengan adanya Id Menulis ini diharapkan penulisan karya ilmiah Indonesia akan semakin termonitor perkembangannya.

Pengalaman saya mengikuti program ini terasa cukup menyenangkan karena disini kita dapat belajar dari para ahli dalam bidang kepenulisan ilmiah yang dilakukan secara online melalui aplikasi ruang kerja yang dapat di download langsung di google playstore. Agar dapat lulus passing grade (nilai hasil ujian lebih dari atau sama dengan 70) peserta harus mengikuti materi kuliah online sebanyak 15 materi dengan dua kali test, pre test (sebelum mengikuti materi) dan post test (setelah menyelesaikan materi). Topik yang disampaikan berkaitan dengan:
  1. Pengantar tentang menulis ilmiah, 
  2. Etika publikasi, 
  3. Publikasi di era digital, 
  4. Gaya selingkung jurnal, 
  5. Struktur artikel jurnal, 
  6. Judul dan kepengarangan, 
  7. Tata cara menulis pendahuluan, 
  8. Tata cara menulis metode, 
  9. Tata cara menyajikan hasil, 
  10. Tata cara menulis pembahasan, 
  11. Tata cara menulis simpulan,
  12. Tata cara mengelola sumber pustaka.
Setelah menyelesaikan semua materi diatas, peserta akan diwajibkan mengikuti post test. Post test ada sebanyak 20 soal, berisi pertanyaan-pertanyaan dari materi yang pernah disampaikan. Jika lolos dan memenuhi passing grade maka akan mendapatkan sertifikat resmi seperti yang saya dapatkan berikut:

Sertifikat Menulis dari Ristek Dikti (Id Menulis)
Sertifikat Menulis dari Ristek Dikti (Id Menulis) dan Ruang Guru
Selain mendapatkan sertifikat, peserta juga dapat mengetahui peringkat berdasarkan hasil nilai passing grade. Untuk peringkat 3 besar akan mendapatkan tanda bintang emas, perak, dan perunggu. Prestasi saya sewaktu artikel ini ditulis adalah peringkat 2 dari 51 peserta, serta mendapatkan Bintang Perak.

Peringkat saya di Id Menulis
Demikian artikel saya kali ini mengenai "Memperoleh Sertifikat Menulis (Id Menulis) Resmi dari Ristekdikti" semuga menjadi inspirasi. Jika ada kesempatan lain, saya akan membagikan artikel-artikel tentang kursus online lainya yang sangat penting bagi peningkatan kemampuan Anda. Terimakasih...

Untuk mengenal Riset Kuantitatif lebih dalam disini.