Wednesday, June 12, 2019

Belajar Penerapan Manajemen Keselamatan Wisata dari Nglanggeran


Penelitian mengenai pengelolaan pariwisata dan destinasi telah banyak membuktikan bahwa jaminan keselamatan  merupakan faktor yang menjadi pertimbangan wisatawan dalam memilih destinasi wisata yang akan dikunjungi (Pizam dan Mansfeld, 1996) dan (Chiang, 2000). Oleh karena itu, upaya peningkatan keselamatan dianggap sebagai upaya yang sangat tepat dalam menjamin kepuasan wisatawan terhadap destinasi wisata, disamping memberikan perlindungan terhadap risiko  dan kecelakaan berwisata merupakan kewajiban pengelola (Suharto, 2016).
Meskipun keselamatan tidak berpengaruh langsung terhadap loyalitas kunjungan wisatawan di destinasi, tetapi jaminan keselamatan merupakan tanggung jawab yang harus terus diwujudkan pengelola destinasi wisata. Seperti diamanahkan dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan. Kemudian dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.
Kedua undang-undang diatas jika diterjemahkan lebih jauh bermakna bahwa "Operator geowisata selaku penyedia jasa wisata memiliki kewajiban dalam mengupayakan keselamatan dan keamanan wisatawan selama berwisata di destinasi.
Pengelolaan  keselamatan wisata akan selalu terkait dengan  upaya-upaya meminalkan risiko dan kecelakaan.
Risiko didefinisikan sebagai sumber-sumber yang mengandung unsur perusak yang potensial bagi wisatawan, operator atau destinasi, dan komunitas. Elemen-elemen risiko dilihat dari siapa atau apa yang terkena dampak, atau apa yang mengalami kerugian dari setiap keadaan yang mengandung bahaya. Elemen-elemen tersebut termasuk : manusia, lingkungan, fasilitas, infrastruktur, sarana umum,  dan ekonomi (AICST, 2006)Risiko secara umum adalah segala sesuatu yang dapat terjadi pada diri manusia yang tidak diharapkan muncul. Semua kegiatan manusia pada dasarnya akan memiliki risiko meskipun kegiatan tersebut bertujuan untuk mencapai kesenangan saja (Yudistira & Susanto, 2012).
Sedangkan kecelakaan didefinisikan sebagai kejadian yang tidak diinginkan, yang dapat menimbulkan cidera, kematian, kerugian,  dan kerusakan pada property. Kecelakaan dapat terjadi karena kondisi simultan dari faktor manusia, faktor lingkungan,  dan faktor alam sendiri (AICST, 2006).
Mengaaptasi anjuran Guidelines for safe recreational water (2003)pencegahan resiko kecelakaan dapat dilakukan dengan  peningkatan keselamatan. Peningkatan keselamatan tersebut dapat diintervensi dengan  5 pendekatan yaitu : 1. Pekerjaan/ perekayasaan (engineering); 2.Memperkuat (enforment); 3. Pendidikan (education); 4. Tindakan untuk memberanikan (encouragement);  dan 5. Kesiapan bahaya (emergency preparadness).
Pengelola destinasi wisata yang mengandung risiko  tinggi wajib memperhatikan keselamatan pengunjung dengan  perencanaan dan pengendalian risiko, seperti diamanahkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia No 10 Tahun, 2009 Pasal 26.
Pada praktiknya, aplikasi pengembangan desain keselamatan dan safety management tidak harus standar sesuai yang termuat dalam Guidelines for safe recreational water (2003). Unsur lokalitas, dimana manajemen keselamatan itu dibangun juga harus dipertimbangkan. Terkadang pengelola terjebak untuk menerapkan simbol-simbol yang rumit, kaku, dan baku. Padahal alternatif engembangan keselamatan dengan  desain lokal yang dibuat unik dengan  corak budaya terbukti dalam penelitian lebih efektif daripada desain keselamatan yang hanya dibuat standar (Wibowo, 2015).  Oleh karena itu, tepat jika upaya keselamatan yang dikembangkan mengacu pada nilai budaya beserta kearifan lokal yang ada. Dengan  keselamatan hendaknya dibuat unik, menarik, agar menimbulkan atensi untuk berbagai tujuan.


Keselamatan Wisata
Sumber https://twitter.com/kompastv/status/513022721543118848
Adaptasi teori manajemen keselamatan ala Guidelines for safe recreational water telah dilakukan oleh pengelola Geopark Gunung Api Purba, Desa Wisata Nglanggeran. Upayakan keselamatan wisata berbasis lokalitas di Gunung Api Purba Nglanggeran sebagai berikut :

1.      Pembangunan (enginering)
Pembangunan keselamatan dengan  penambahan penambahan pagar untuk pegangan pengunjung; perbaikan jalur tracking dan tangga pendakian yang berkarakter alam lokal; penambahan rambu penunjuk; rambu keamanan seperti batas aman pijakan di tebing; penanda arah jalur; penanda jalur evakuasi dan seterusnya yang semuanya dibuat dengan  bahan dan desain bercorak lokal.

2.      Memperkuat (Enforment)
Upaya enforment dilakukan dengan  penambahan talut di beberapa area yang bentang alamnya miring untuk mencegah bahaya longsor. Upaya penguatan  juga bertujuan  untuk memperkuat kondisi lingkungan alam dan menambah daya dukung kawasan Gunung Api Purba Nglanggeran.
3.      Pendidikan (Education)
Wisatawan cenderung merasa nyaman jika mengenal karakter lingkungan di destinasi wisata yang dikunjungi (Ross, 1998), oleh karena itu penngenalan lingkungan di kawasan wisata sangat perlu.
Simbol-simbol dan papan peringatan yang telah dibuat pengelola ditujukan untuk memberi edukasi diantaranya : penyediaan rambu petunjuk, papan informasi, peringatan, papan larangan, dan sebagainya yang dibuat berbasis lokalitas. Prinsip CBT yang menekankan lokalitas sebagai  acuan dalam membangun segala unsur produk wisatanya. 
4.      Tindakan untuk Memberanikan (Encouragement).
Tindakan untuk memberanikan (encouragement) di Gunung Api Purba Nglanggeran diimplementasikan dalam bentuk fasilitas keselamatan yang mampu membuat wisatawan merasa aman dan nyaman melakukan pendakian, contohnya pembuatan peta sebagai orientasi atau pengenalan karakter alam sekitar.

Informasi mengenai kondisi alam yang menjadi daya tarik wisata wajib diinformasikan kepada wisatawan. Oleh karena itu media informasi wajib disediakan tuan rumah wisata (ASEAN Community Based Tourism Standart, 2016).

5.      Kesiapan Bahaya (emergency preparadness)
Pengelola selalu siap siaga jika terjadi kondisi darurat dengan  standar prosedur penanganan  kecelakaan meliputi : 1) Naik melawati jalur evakuasi membawa korban cidera dengan  drakbar untuk di bawa ke posko; 2) Memberikan pertolongan pertama oksigen dan obat-obatan yang diperlukan; 3) Penanganan lebih lanjut ke puskesmas jika diperlukan (Mursidi, wawancara 28 Desember 2016).
Kesiapan menghadapi risiko dan penanggulangan bahaya kecelakaan dilakukan dengan  bekerjasama dengan  Badan Sars Nasional (BASARNAS) secara periodik (Mursidi, wawancara 28 Desember 2016).
Tindakan kesiapan bahaya seperti diatas tidak setiap saat dapat diamati wisatawan. Sedangkan kesiapan bahaya (emergency preparadness) yang langsung dapat diamati (observable). Tindakan kesiapan bahaya diamati dan diukur wisatawan misalnya “Ada tidaknya pengelola yang terlihat siap-siaga di destinasi wisata untuk menjamin keselamatan wisatawan.”
Kesiapan bahaya yang bersifat terlihat atau  observable, mampu membuat wisatawan merasa aman dan tenteram dalam berwisata. Sedangkan kesiapan non observable, secara teknis memungkinkan untuk kecepatan dan ketepatan dalam penanganan darurat.
Artikel ini ditulis berdasarkan intisari hasil riset saya Pengaruh Daya Tarik Wisata, Keselamatan dan Sarana Wisata Terhadap Kepuasan serta Dampaknya terhadap Loyalitas Wisatawan : Studi Community Based Tourism di Gunung Api Purba Nglanggeran” 


Hati-hati pariwisata dapat menimbulkan dampak sosial budaya berikut

Geowisata : Tata Kelola Geopark


Sebelumnya penulis menekankan bahwa wilayah yang menjadi daerah tujan geowisata tidak harus menjadi sebuah geopark. Cukuplah bahwa suatu wiyah memiliki keindahan, keaslian, keunikan berupa bentang alam geologi yang bernilai untuk dikunjungi sebagai daerah tujuan wisata. Akan tetapi lebih bagus pula jika suatu kawasan geowisata tersebut merupakan sebuah kawasan geopark. Karena, sebuah geopark yang resmi tentu sudah melewati tahap-tahap asesment, atau penilaian dengan standarisasi ketat dari berbagai organisasi yang berwenang.

Geowisata Hary Hermawan
Hangzhou Daming Geopark, Sumber : pixabay.com
Menurut konsep Eroupean Geopark Network(EGN), geopark didifinisikan sebagai kawasan dengan batas yang didefinisikan secara baik yang terdiri dari wilayah luas yang memungkinkan pembangunan lokal berkelanjutan, pada aspek ekonomi, sosial, budaya dan lingkungan.
Sedangkan UNESCO (2006) medefinisikan geopark sebagai wilayah kawasan lindung berskala nasional yang mengandung sejumlah situs warisan geologi penting, yang memiliki daya tarik keindahan dan kelangkaan tertentu, yang dapat dikembangkan sebagai bagian dari konsep integrasi konservasi, pendidikan dan pengembangan ekonomi lokal.
Dari beberapa konsep diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa konsep geopark merupakan konsep penataan kawasan ruang lindung, serta sebuah merupakan kesempatan untuk mencapai pembangunan berkelanjutan.
Baca Juga artikel mengenai geowisata sebagai daya tarik wisata minat khusus
Kunci penting dalam pembagunangeoparka adalah pengembangan ekonomi lokal dan perlindungan lingkungan alam.
Geopark dalam kegiatan geowisata juga dapat dijadikan sebagai wahana dalam penyampaian pengetahuan geologi kepada masyarakat dan wisatawan. kunci penting dalam manajemen geopark adalah kesadaran masyarakat dalam menjaga lingkungan yang menjadi warisan geologi, hingga tercapai geokonservasi berbasis pada kearifan lokal.
Oleh karena itu, selain upaya konservasi secara langsung. Pendidikan juga merupakan elemen penting yang harus terdapat dalam pengelolaan geopark. Tujuan geopark adalah  untuk mengeksplorasi, mengembangkan, dan merayakan hubungan antara warisan geologi, dan  semua aspek kawasan lindung, budaya, dan warisan tak berwujud.
Oleh karena itu, dalam geopark tidak hanya terdapat warisan geologi, melainkan juga warisan budaya arkeologi , dan biodiversiti (Setyadi, 2012).
Untuk dapat bergabung dalam wadah Global Geopark Nerwork (GGN), UNESCO menetapkan beberpa kriteria yang sebelumnya harus dipenuhi.
Namun jika geopark tidak memenuhi semua kriteria yang ditatapkan untuk menjadi GGN, akan direkomendasikan lagi oleh GGN, beberapa langkah perlu diklakukan untuk memastikan bahwa kriteria standar GGN tetap ditaati (UNESCO).
Kriteria Geopark yang ditetapkan GGN meliputi : (1) Luas kawasan cukup untuk menampung kegiatan geopark; (2) Pembentukan manajemen dan pelibatan masyarakat lokal dalam tata kelola; (3) Pengembangan ekonomi lokal; (4) Pendidikan untuk masyarakat umum, konservasi dan perlindungan (5) Geopark tersebut harus dalam jaringan global geopark atau jaringan regional. Guidelines and Criteria for National  Geoparks Seeking UNESCO’s Assistance to Join the Global Geopar-ks Network, menyebutkan beberapa kriteria geopark sebagai berikut :

1.      Ukuran dan Parameter  Daerah
Ukuran dan parameter  daerah  yang  akan  menja-di  kawasan  geopark  harus  memiliki  batas  yang jelas  dan  luas  permukaan yang cukup besar untuk dapat mencakup aktivitas pengembangan budaya dan  ekonomi lokal.
Selain itu juga harus terdapat sejumlah situs warisan geologi yang penting  dan Berskala internasional, yang langka dan memiliki nilai ilmiah, serta keindahan. 
Selain  bersifat  geoheritage,  unsur  non‐geologi  atau  warisan  lainnya  juga  terintegrasi   sebagai  bagian dari geoparkcontohnya kearifan tata budaya masyarakat lokal sekitar.
Contohnyakawasan wisata taman alam batuan tua Ciletuh di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat mendapatkan sertifikat sebagai Geopark Nasional dari Komite Nasional Indonesia untuk UNESCO dan Kementerian ESDM pada tahun 2015 lalu karena telah memenuhi sejumlah persyaratan untuk sebuah taman bumi atau geopark.
Kawasan seluas 120 ribu hektar ini memenuhi persyaratan sebagai geopark, karena memiliki keragaman fenomena geologi, memiliki keragaman biologi, dan memiliki keragaman budaya (www.voaindonesia.com).
Ciletuh memiliki potensi daya tarik wisata yang sangat sangat komplit. Wisatawan disuguhkan berbagai daya tarik seperti : hamparan pemandangan sangat menakjubkan, mulai dari air terjun (curug), batuan purba, sungai, sawah dan gugusan pegunungan dan luasnya lautan.
2.      Manajemen Pengelolaan 
Prasyarat untuk setiap usulan geopark adalah adanya pembentukan badan manajemen dan sebuah rencana pembangunan yang komprehensif.Pendekatan  manajemen  umumnya  dalam  bentukkomite  koordinasi  yang  bertindak  untuk  mempertemukan  para  pemangku  kepentingan  utama yang  bertanggung  jawab  untuk  pengembangan sektor masingmasing, bekerja sebagai sebuah tim dengan cara yang lebih terintegrasi.
Salah satu faktor kunci keberhasilan dalam inisiatifuntuk membuat geopark  adalah keterlibatan pemerintah lokal dan masyarakat dengan komitmen dukungan yang  kuat dari pemerintah pusat.

3.      Pengembangan Ekonomi
Salah satu tujuan strategis utama dari pembentukan geopark adalah untuk merangsang  kegiatan ekono-mi dan mempromosikan pembangunan berkelajuta
Seperti halnya tujuan pariwisata yang selalu digadang-gadang menjadi pilar pembangunan ekonomi nasional.Untuk alasan ini,  geopark  akan  menstimulasi,  antara  lain:  penciptaan  suatu  kegiatan  usaha  lokal yang inovatif, pusat bisnis skala kecil, industri rumahan dan kursus pelatihan yang berkualitas dan pembukaan lapangan pekerjaan baru untuk mendukung pembangunan sosial dan ekonomi  lokal, kususnya melalui pengelolaan geowisata.
Mencontoh pengelolaan Geopark Gunung Api Purba di GeowisataNganggeran, 100 persen pengelola adalah masyarakat lokal sendiri. Hal ini ditujukan untuk mengoptimalkan manfaat pengelolaan geopark untuk pengembangan ekonomi lokal. Terbukti pengelolaan Gunung Api Purba Nganggeran mampu memicu pertumbuhan ekonomi desa yang cukup signifikan (Hermawan, 2016).
4.      Aspek Pendidikan
Geowisata merupakan salah satu motif wisata berbasis edukasi seperti yang pernah diungkapkan Cohen (2008), bahwa pendidikan dan pariwisata merupakan dua hal yang berbeda, tetapi keduanya dapat saling bersinergi dan saling melengkapi. Proses pendidikan yang dilaksanakan dalam aktivitas wisata merupakan metode pembelajaran yang aktif dan kreatif, serta merupakan alternatif metode belajar yang efektif.
Pengelolaan geopark menjadi goewisata yang bernilai edukasi serta dapat menjadi sarana menumbuhkan rasa kebanggaan dan kecintaan terhadap kakayaan alam dan bangsa.
Dalam pengemasan wisata yang bermuatan edukasi,  memperoleh pendidikan dan pembelajaran merupakan hal utama yang harus ditawarkan pengelola kepada wisatawan sebagai nilai jual. 
Geopark harus menyediakan dan mendukung peralatan dan kegiatan untuk pengembangan  ilmu peng-etahuan, terutama pengetahuan geo-science dan ko-nsep perlindungan lingkungan kepada publik. Beberapa infrastruktur dasar, seperti  pusat informasi, museum sejarah dan  pengetahuan alam, dan pengembangan rute geotrack untuk kepentingan studi lapangan  sangat penting untuk mendukung pendidikan publik.
5.      Apek Konservasi dan Perlindungan
Selain sebagai kawasan lindung, geopark adalah sarana pembangunan sosio-ekonomi lokal.
Otoritas pengelola  kawasan geopark bertanggung jawab untuk memastikan bahwa perlindungan dari warisan  geologi dilaksanakan sesuai dengan nilai‐nilai tradisi lokal dan sesuai dengan ketentuan  peraturan yang berlaku.
Pencagaran fenomena geologi yang unik dan bernilai historis sangat diperlukan dalam pengelolaan geowisata atau geopark. Sebab bentuk alamiah seperti apapun sangat mudah rusak jika tidak dilakukan perawatan dan pencagaran dengan baik dan benar. Seperti disebutkan dalam kriteria daya tarik wisata alam pada bab sebelumnya bahwa daya tarik wisata alam memiliki karakteristik yang mudah rusak dan tidak tergantikan, maka pengelolaan untuk kegiatan pariwisata hendaknya dilakukan secara hati-hati.
Pola pengembangan pariwisata yang cocok untuk diterapkan adalah pola pengembangan yang berkelanjutan.Pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan untuk memenuhi kebutuhan hidup saat ini tanpa merusak atau menurunkan kemampuan generasi mendatang dalam memenuhi kebutuhan hidupnya (World Commission on Environmenoutal and Development, 1987).
Piagam pariwisata berkelanjutan juga telah menekankan, bahwa pariwisata harus didasarkan pada kriteria yang berkelanjutan yang intinya adalah pembangunan harus didukung secara ekologis dalam jangka panjang dan sekaligus layak secara ekonomi, adil secara etika dan sosial terhadap masyarakat lokal (Arida, 2006).
Konsep pariwisata berkelanjutan yaitu :
a.       Kegiatan kepariwisataan tersebut dapat memberikan manfaat ekonomi terhadap masyarakat setempat
b.      Kegiatan kepariwisataan tersebut tidak merusak lingkungan
c.       Kegiatan kepariwisataan tersebut bertanggung-jawab secara sosial
d.      Kegiatan kepariwisataan tersebut tidak bertentangan dengan budaya setempat.
Dahuri dkk., (1996) menyebutkan bahwa secara ekologis terdapat tiga persyaratan yang dapat menjamin tercapainya pembangunan berkelanjutan, yaitu: (i) keharmonisan spasial; (ii) kapasitas asimilasi; dan (iii) pemanfaatan berkelanjutan
Keharmonisan spasial (spatial suitability) mensyaratkan, bahwa dalam suatu wilayah pembangunan memiliki tiga zona, yaitu zona preservasi, konservasi dan pemanfaatan (utlilization), wilayah pembangunan hendaknya tidak seluruhnya diperuntukkan bagi zona pemanfaatan, tetapi juga dialokasikan untuk zona preservasi dan konservasi. Pembangunan fasilitas pendukung pariwisata sebaiknya dilakukan di luar zona inti pencagaran, dan dilakukan secara minimal agar tidak memngganggu keserasianya dengan lingkungan, mencegah kerusakan alam, polusi lingkungan dan pemandangan hingga hal-hal yang berpotensi mengganggu lainya (Hary Hermawan, 2017).
Kapasitas asimilasi, adalah tinjauan mengenai sejauh mana alam mampu menerima aktifitas pembangunan tanpa menimbulkan dampak kerusakan, atau tercemar.
Sedangkan pemanfaat berkelanjutan adalah, pemanfaat dengan model kelola yang bijaksana. Yaitu dikelola secara optimal, bukan maksimal. Optimal berarti mengambil dan memakai sumber daya alam secara hati-hati, bijak, dan proporsional. Beragamnya kondisi geologi Indonesia menyebabkan banyak ditemukannya potensi kandungan mineral-mineral berharga yang dapat memancing oknum tidak bertanggung jawab untuk mengambil dan merusak lingkungan disekitarnya dengan melakukan penambangan liar.
6.      Kerjasama Jaringan Global 
Sebagai anggota GGN, geopark memiliki keuntungan untuk menjadi bagian dari jaringan global yang menyediakan platform cooperation dan mekanisme tukar-menukar ahli dan praktisi bidang geologi. Di bawah payung UNESCO, situs geologi lokal dan nasional dapat memperoleh pengakuan di  seluruh dunia dan mendapatkan keuntungan melalui aktivitas pertukaran pengetahuan  dan keahlian antara anggota Global Geoparks Network (GGN) (UNESCO, 2006). 

Geowisata sebagai Daya Tarik Wisata Minat Khusus


Destinasi wisata alam umumnya tidak pernah berdiri sendiri mengadalkan alam semata. Daya tarik wisata alam tidak sekedar menjual lansekap pemandangan dan wisatawan diharapkan cukup puas dengan mengamatinya.  Akan tetapi daya tarik wisata mengadalkan alam sering dipadukan dengan daya tarik wisata lain berupa daya tarik wisata minat khusus untuk menambah nilai jual dari aktifitas wisata.
Pada prinsipnya, pariwisata minat khusus mempunyai kaitan dengan petualangan (adventure) dan pengkayaan wisatawan berupa pengetahuan dan pengalaman baru.
Aktifitas petualangan dalam daya tarik minat khusus dapat menguras tenagakarena terdapat unsur tantangan yang harus dilakukan, penyebab lainya karena bentuk kegiatan wisata ini banyak dilakukan di daerah terpencil, seperti kegiatan : tracking, hiking, pendakian gunung, rafting di sungai,  dan lainnya.

Daya Tarik Geowisata
Daya Tarik Geowisata
Selain itu wisata minat khusus, juga dikaitkan dengan upaya pengayaan pengalaman atau enrichingbagi wisatawan yang melaksanakan perjalanan ke daerah-daerah yang masih belum terjamah atau ke daerah yang masih alami.

Daya Tarik Geowisata
Bentang Alam sebagai Daya Tarik Geowisata
Ada beberapa kriteria menurut Fandeli dalam Sudana (2013), yang dapat dipergunakan sebagai pedoman dalam menetapkan suatu bentuk wisata minat khusus yakni :
a.       Learning, pariwisata yang mendasar pada unsur belajar. Dalam kasus geowisata, yang dipelajari dapat berupa bentang alam geologi : baik struktur geologinya, stratifigrafi, topografinya, jenis batuanya, kandunngan mineralnya dan lain sebagainya. Wisatawan juga dapat diajak untuk mempelajari porses-proses terbentuknya fenomena geologi diatas, serta mempelajari keterkaitanya dengan pola kehidupan masyarakat dan sebagainya.
b.      Enriching, pariwisata yang memasukkan peluang terjadinya pengkayaan pengetahuan antara wisatawan dengan masyarakat.
c.       Rewarding, pariwisata yang memasukkan unsur pemberian penghargaan. Idealnya dalam kegiatan geowisata, aktifitas tour yang ditawarkan adalah paket wisata yang mampu menumbuhkan kesadaran (awareness) bagi wisatawan serta tuan rumah wsiata untuk lebih mencintai alam, menjaga kelestarianya, serta kepedulian untuk mendukung  konservasi sumber daya alam langka dalam kasus fenomena geologi tertentu.
d.      Adventuring, pariwisata yang dirancang  dan dikemas sehingga terbentuk wisata petualangan. Kekeliruan yang umum dalam perencanaan destinasi secara konvensional adalah menambah berbagai kemudahan dengan membangun fasilitas disana-sini, pada saat destinasi wisata mulai laku. Hal ini belum tentu benar, karena fakta menujukan bahwa, wisatawan cenderung tidak terlalu peduli terhadap sarana wisata saat berkunjung ke destinasi wisata alam. Justru pengalaman dari sajian daya tarik yang cukup menantang menjadi alasan utama mereka untuk berwisata. Dalam hal ini, pembagunan sarana memang penting, akan tetapi disesuaikan dengan kebutuhan pokok wisatawan. Apakah diperlukan? atau dengan berbagai kemudahan (sarana wisata) justru menghilangkan aspek petualangan yang dicari wisatawan.

Geowisata : Mengenal Jenis-jenis Mineral


Mineral dibentuk oleh alam, umumnya berbentuk padat dan anorganik (bukan dari makhluk hidup) dengan intan sebagai pengecualian. Intan merupakan mineral karbon/ zat arang (C), kalau dibakar intan menjadi habis menjadi CO2 (karbon dioksida).
Batu Amethis (Kecubung)
Batu Amethis (Kecubung)
Dalam ilmu mineralogi (cabang ilmu geologi yang fokus mengkaji mineral), sepuluh jenis mineral dapat yang dijadikan tolak ukur kekerasan dalam skala mohs, dijelaskan secara urut sebagai berikut :

Tabel mineral

Mineral
Rumus Kimia
Kekerasan
Keterangan
Talk
Mg3Si4O10(OH2)
1
Dapat ditekan jari
Gipsum
CaSO42H2O
2
Dapat digores kuku
Kalsit
CaCO3
3
Menggores kuku
Flourit
CaF2
4
Sekeras perunggu
apatlt
Ca5(F, CI)(PO4)3
5
Sekeras pisau baja
Felpar
KAISiO5
6
Sekeras baja tarik
Kuarsa
SiO2
7
Sekeras baja rel kereta
Topas
(Al, F)S1O4
8
Semua baja dapat digores
Korondum
AlO3
9
Menggores kecuali intan
Intan
C
10
Paling keras
Sumber : (Ahman Sya, 2012)


Pemanfaatan mineral dalam industri dan kehidupan sehari-hari dapat berbagai macam. Pada umumnya mineral yang memiliki kekerasan diatas 4 sampai 10 skala mohs dapat digunakan sebagai perhiasan, misalnya untuk membuat batu cincin (batu akik). Khusus yang kekerasanya diatas 6 sampai 10 skala mohs sering disebut sebagai batu permata.

 Batu Saphire
Aneka Warna Batu Saphire
Selain tingkat kekerasan, keindahan mieral sebagai permata ditentukan oleh sifat kilap dan warnanya (flouresenya). Flouresen merupakan sifat mineral yang mampu menghasilkan kilap dan warna-warni ketika mendapat cahaya, baik merah, biru, hijau maupun warna lainya.
Salah satu contohnya adalah batu topaz yang memiliki kekerasan 8 skala mohs, yang memiliki keindahan tersendiri yaitu warnanya yang biru mengkilap ( sifat flouresen).
Bagaimana proses bumi tercipta, baca sejarah bumi disini