Wednesday, June 24, 2020

What is Hospitality?

Globalization affects almost all aspects of people's lives. Some people can accept globalization, such as the younger generation, residents with high social status, and urban communities. However, some communities are difficult to accept or even reject globalization such as people in remote areas, older generations whose lives are stagnant, and people who are not ready physically or mentally.
The era of globalization has caused the service industry, which consists of various sectors such as the telecommunications, transportation, banking and hospitality industries to develop very quickly. The hotel industry, in particular, is one industry that combines products and services. The design of buildings, interior and exterior of hotel rooms and restaurants, the atmosphere created in hotels, rooms, restaurants and food and beverages sold along with all the available facilities are examples of products sold. While the services sold are hospitality and hotel staff/employee skills in serving their customers. The hotel, as a service provider tries to provide services that are most in line with the expectations of hotel service users. This is done to maintain the service business in the hospitality sector so that it can continue to compete and increase the market share that will be entered.



With this very rapid development, consumer demands are also increasing, one of which is friendly service and excellent service. The importance of service to customers is also a strategy to win the competition. However, it is not enough to give satisfaction and attention to customers, more than that hospitality is how to respond to customer desires so that it can cause a positive impression from customers. Services must be supported by quality human resources that are reliable, have a vision that is far ahead and can develop strategies and tips for excellent service that has advantages.
Indonesia is also known as a country full of hospitality, therefore the application of hospitality is now a significant factor in carrying out daily activities such as conversations between traders, clients, waiters in hotels, and waiters in restaurants. 
The purpose of writing this article is as an effort to develop science in the field of hospitality and tourism.

What is Hospitality?
Hospitality is often misinterpreted as a hospital. The hospital is one of the departments that practice the science of hospitality industry. But basically, hospitality is an attitude of hospitality that is carried out between fellow human beings. Hospitality is often encountered in markets, banks, hospitals, gas stations and others. Some understanding of hospitality with several points of view:

1. Hospitality is a translation of the Latin noun hospitium (or the adjective hospitalis), which comes from the host, which means "guest" or "host". This concept is also influenced by the Greek word xenos, which refers to strangers who receive remarks or who welcome others. (Michele Hershberger)
2. Hospitality from the word host which means guest; hospitality means attitude as a good host) is often interpreted as the hospitality of people who like to entertain, be friendly and can create a relaxed atmosphere (Henri J.M. Nouwen).
3. Hospitality is the interaction between the hosts (guests) and guests (guests) at the same time-consuming food or drinks and accommodation.
4. hospitality is defined as the word friendly, which means 'friendly' that is generous or generous and provides entertainment to guests or new people. Sometimes it is often used to give preferential treatment to guests who stay and use hospitality facilities. The hospitality industry can be interpreted as a company involved in providing services for guests (Concierge Oxford Dictionary).
5. Hospitality is the joy or willingness to receive guests (English-Indonesian Dictionary, John M. Echols and Hassan Shadily).
6. Hospitality means hospitality, courtesy, intimacy, mutual respect. If it is associated with the tourism industry, it can be likened that hospitality is the spirit, soul, and spirit of tourism. Without hospitality in tourism, all products offered in tourism

Monday, September 16, 2019

Hospitality

Hospitality 

Hospitality termasuk bentuk usaha jasa yang hampir sama karakteristiknya dengan bentuk usaha lain. Untuk itu dalam merumuskan karakteristik usaha hospitality, harus digali konsepnya dari usaha jasa secara umum baru kemudian dipahami karakteristiknya secara lebih spesifik. 

Baca juga artikel tantang pengembangan desa wisata disini

Dalam dunia pemasaran beberapa ahli mendefinisikan jasa dalam berbagai pengertian. Akan tetapi, pengertian-pengertian tersebut tidak jauh berbeda satu sama lain secara makna. Yoeti (2004 : 1) mendefinisikan jasa (service) sebagai suatu produk yang tidak nyata (intangible) dari hasil kegiatan timbal balik antara pemberi jasa (producer) dan penerima jasa (consumer) melalui suatu atau beberapa aktifitas untuk memenuhi kebutuhan pelanggan.


Sedangkan konsep lain dirumuskan oleh Valerie A. Zeithaml dan Mary Jo Bitner dalam bukunya service marketing, memberi batasan tentang pelayanan/ service sebagai : “service is include all economic activities whose output is not a physical product or contraction is generally consumed at that time it is produced and provides added value in forms (such as convenience, amusement, confort or health”.  Jika diartikan secara bebas, pelayanan memiliki makna sebagai bentuk aktifitas ekonomi yang hasilnya bukan merupakan produk dalam bentuk fisik atau kontruksi, yang biasa dikonsumsi pada saat yang bersamaan dengan waktu produksi sambil memberikan nilai tambah misalnya kenyamanan, hiburan, kesenangan atau kesehatan.

Selain kedua pengertian diatas, Philip Kotler memberi batasan tentang pelayanan/ service sebagai suatu aktivitas yang memberikan manfaat yang ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak lain dalam bentuk tidak nyata (intangible) dan tidak menimbulkan perpindahan kepemilikan.

Buku Pengantar Hospitality
Hotel dan Restoran sebagai salah satu Bisnis Hospitality, sumber: wikkipedia.com
Usaha hospitality sebagai usaha jasa atau pelayanan yang memiliki karakter lebih spesifik dalam operasionalnya jika dibandingkan bentuk usaha jasa lain. Sehingga setidaknya memiliki 7 karakteristik khusus yang wajib untuk diketahui, antara lain :

Tangible

Produk hospitality memiliki unsur tangible yang harus diperhatikan dalam operasionalnya.
Tangible atau “komponen produk nyata” adalah segala sesuatu yang dapat dilihat , disentuh/ diraba, diukur dan dihitung (Agus Sulastiyono, 2008 : 27). Secara umum komponen produk nyata ini termasuk tempat, desain furniture, seragam karyawan, fasilitas-fasilitas serta berbagai aspek nyata lain yang memperngaruhi kepuasan pelanggan.
Aspek tangible yang sangat sering diperhitungkan adalah mengenai fasilitas yang tersedia. Dalam industry perhotelan, pengadaan fasilitas seperti banquets mewah, kolam renang, discotheque, sauna, lapangan golf akan sangat menentukan pilihan orang mengapa mereka memilih hotel tersebut. Di kafe, selain makanan dan minuman, tamu juga akan memperhitungkan fasilitas tambahan seperti wiffi dan sebagainya sebagai penunjang kepuasan.
Lokasi yang strategis dalam usaha hospitality juga dipandang memiliki nilai ekonomi yang tinggi dan menentukan kepuasan wisatawan. Suatu hotel resort akan laku jika dekat dengan panorama pantai ataupun pegunungan yang indah. Lokasi juga berhubungan dengan daya jangkau konsumen, sebagus apapun produk wisata tidak akan berarti jika tidak dapat dijangkau calon wisatawan.

Intangibility

Karakteristik yang sangat dominan dalam menentukan kepuasan pelanggan terhadap produk hospitality adalah adanya unsure-unsur intangible dalam operasionalnya. Usur inilah yang sering disebut sebagai inti atau jiwa dari produk hospitality itu sendiri.
Itangibility memiliki arti sebagai “produk tidak nyata”, atau sesuatu hal yang tidak dapat ditangkap atau dirasakan sepintas dengan menggunakan indera pengecap, indera melihat, dan indera peraba, akan tetapi produk hospitality masih dapat dirasakan dan dialami oleh jiwa manusia melalui akal dan perasaan manusia.
suatu produk intangible yang dihasilkan hendaknya memenuhi keinginan-keinginan tamu tersebut, dan ide-ide apa serta bagaimana merealisasikan ide-ide tersebut sehingga produk dapat memberikan rangsangan kepada pelanggan/ tamu, kesemuanya itu merupakan rangkaian produk tidak nyata (intangible)
Faktor-faktor tidak nyata adalah segala hal yang dapat memberikan rasa kehangatan kepada tamu sebagai manusia, serta kesediaan untuk menyenangkan hati orang lain (Agus Sulastiyono, 2008 : 29).
Produk tidak nyata juga dapat berkaitan dengan tatakrama pelayanan atau courtesy staf kepada tamu atau pelanggan. Intangible dapat juga berupa kesan lingkungan keseluruhan usaha (atmosfer) yang ditangkap oleh tamu sehingga wajib bagi pengusaha untuk menciptakan suasana yang nyaman dan menyenangkan dalam lingkungan usaha hospitality secara keseluruhan.
Pada saat kita berkunjung ke restoran, selain untuk membeli makanan yang lezat kita juga lebih tertarik pada tata krama dan keramahan stafnya dalam melayani atau kadang kita juga berkunjung ke kafe karena tertarik terhadap kenyamanan atmosfer/ lingkunganya melalui tata lampunya yang redup/ romantis dengan didukung suara-suara alam sekitar yang natural sehingga mampu menentramkan jiwa. Dengan hal itu kita bisa betah duduk berjam-jam walaupun hanya untuk mengengguk secangkir kopi.
Sebaliknya, seenak apapun makanan dan minuman yang dihidangkan di sebuah restoran seandainya suasananya kurang nyaman bagi kita, mungkin kita tidak puas bahkan segera bergegas untuk pergi setelah makan.
Akibat karakteristik produk hospitality yang “tidak nyata” diatas, berdampak pada kesulitanya produk ini untuk di hitung (inventoried), kesulitan untuk di patenkan dan dituliskan, ataupun untuk dikomunikasikan melalui iklan. Bahkan sangat susah juga dalam penetapan harga jual (Valerie A. Zeithaml dan Mary Jo Bitner, 2004).
Karakter produk hospitality yang itangible tersebut sering menimbulkan ketidak pastian dalam benak pelanggan. Biasanya untuk mengurangi ketidak pastian tersebut konsumen sering mencari informasi mengenai variable tempat/ atmosfer (place), staf yang melayani (people), peralatan/ fasilitas yang digunakan (machine), bahan-bahan komunikasi (communication materials), symbol/ brand dan harga sebelum ia membeli. Sedangkan di pihak pengelola, setidaknya memperhatikan 6 variable tersebut dalam pengelolaanya agar selalu dalam kondisi terbaik dan siap guna untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggan.


Immovability

Karakteristik produk hospitality selanjutnya adalah immovable atau tidak dapat dipindahkan. Dalam hal ini penulis menegaskan bahwa produk hospitality hanya dapat dinikmati atau dikonsumsi di tempat dimana produk hospitality itu dibuat.
Seorang wisatawan yang ingin menikmati Candi Borobudur maka mustahil bagi pengelola memindahkan candi Borobudur ke rumah wisatwan. Wisatawan yang harus pergi ke Candi Borobudur di Magelang Jawa tengah. Yang lebih ekstrim tidak bisa juga wisatawan menyuruh semua ahli pahat terbaik untuk membuatkan candi yang serupa dengan Candi Borobudur. Sekalipun itu mungkin bisa, nilai otentik dan originalitas sejarah candi replika dari Candi Borobudur itu tidaklah sama dengan Candi Borobudur yang asli.

Simultaneity

Simultan berarti proses produksi dan konsumsi terjadi pada saat yang bersamaan (Yoeti, 2004 : 2).
Pengertian lainya adalah dari Robert G. Murdick, Barry Render, Roberta Russell (1990 : 4) yang menyatakan bahwa pelayanan dapat berbentuk barang dan jasa yang pada umumnya dikonsumsi dan diproduksi secara bersamaan.
Dalam hal ini produk hospitality sebagai sebuah produk jasa/ pelayanan hanya dapat diproduksi oleh produsen jika konsumen telah hadir untuk berpartisipasi dalam proses atau secara sederhana produk hospitality tersebut hanya dapat diproduksi pada saat bersamaan dengan waktu konsumsi pelanggan.
Jika kita ingin menginap di suatu hotel maka produk dan pelayanan hotel baru dapat kita nikmati jika kita sudah datang ke hotel, menikmati pelayanan check-in yang cepat serta sambutan ramah staf front office, pelayanan staf house keeping dan pelayanan staff food and beverage saat kita tinggal dan makan serta menikmati segala fasilitas hotel yang mewah serta suasananya yang nyaman, sampai pada saat terakhir kita ceck out meninggalkan hotel. Waktu dari kita ceck-in sampai ceck-out itulah waktu kita mengonsumsi produk hospitality, sedangkan staf hotel baru bisa memberikan pelayanan terhadap segala kebutuhan kita saat kita sudah berada di hotel tersebut. Setiap kontak staf hotel terhadap tamu bahkan hanya sekedar sapaan dan senyuman ramah sudah termasuk rangkaian proses produksi yang menentukan kepuasan secara keseluruhan terhadap produk hotel.
Dalam konteks hotel, produk hospitality berarti segala fasilitas dan pelayanan yang diberikan hotel untuk mendukung pengalaman kita yang menyenangkan, memuaskan dan berkesan dari kita ceck-in, selama kita tinggal sampai terakhir kita check out, tujuan akhirnya adalah sebuah pengalaman tinggal yang menyenangkan, memuaskan dan berkesan. Pengalaman tersebut dapat dirasakan pada saat kita berpartisipasi dalam proses produksi usaha hospitality tersebut (Simultaneity).
Yang unik dari produk hospitality adalah “walaupun pengalaman tinggal tamu telah selesai (proses produksi dan konsumsi berakhir), dengan manajemen pelayanan yang baik pengalaman tinggal tamu di hotel tersebut akan sangat berkesan bagi tamu dalam waktu yang lama”.

Heterogeneity

Secara bahasa heterogen berarti berbeda-beda ataupun bervariasi, sejalan dengan pendapat Yoeti (2004 : 2), jasa tidak memiliki standar ukuran yang objektif.
Heterogeneity berlaku juga dalam konsep hospitality. Oleh karena itu, akan sangat banyak sekali faktor yang menentukan konsumen puas ataupun tidak puas dalam suatu produk hospitality.
Variable yang menentukan puas dan tidak puas dari masing-masing konsumen juga sangat beragam dan subyektif walaupun terhadap satu produk hospitality yang sama.
Sebagai contoh mungkin dalam suatu keluarga yang berkunjung ke restoran, sang bapak akan merasa puas karena pelayanan stafnya cepat dan suasananya yang nyaman untuk keluarga, sedangkan sang ibu berbeda pendapat bahwa yang menentukan dia puas datang ke restoran tersebut adalah faktor makananya yang enak dan sehat, sedangkan sang anak menyenangi restoran tersebut karena dalam area outdoor ada fasilitas taman bermain anak-anak yang menyenangkan. Karena ketidak pastian faktor apa yang menentukan kepuasan konsumen maka pengelola harus mampu berfikir secara detai terhadap produk mereka.
Lain pendapat dengan Valerie A. Zeithaml dan Mary Jo Bitner (2004), yang mengatakan bahwa dampak dari karakter produk hospitality yang heterogen menjadikan produk hospitality ini sangat tergantung pada kinerja masing masing staf.
Contohnya adalah jika satu orang staf saja di hotel X yang membuat kecewa tamu hotel, maka tamu yang kecewa tersebut akan berpendapat bahwa pelayanan hotel X secara keseluruhan adalah buruk (generalisasi). Atau sebaliknya pelayanan dari satu saja staf hotel Y yang sangat berkesan bagi tamu (moment of truth) akan menimbulkan citra positive terhadap pelayanan hotel Y secara keseluruhan dan selamanya akan diingat tamu.
Selain kinerja staf, masih banyak unsur lain yang menentukan kepuasan konsumen terhadap kualitas produk hospitality secara keseluruhan namun sangat tergantung pada penilaian subyektif masing-masing tamu.
Dari banyak unsur tersebut, sebagian mungkin berasal dari faktor eksternal yang di luar kontrol manajemen, misalnya kondisi lingkungan yang bising, suasana yang tidak mengenakan seperti listrik mati, kesan angker dan lain-lain.
Merangkum faktor-faktor penentu kepuasan yang sangat heterogen, Agus Sulastiyono (2008 : 41) merumuskanya menjadi 3 golongan yaitu P,B,E. Dijelaskan sebagi berikut
P = Produk yang dihasilkan, seperti, kebersihan, kerapihan, Kenyamanan, keamanan dan lain-lain.
B = Behavior atau perilaku staf dalam memberi pelayanan, yang mempunyai tanggung jawab pendistribusian produk hospitality kepada tamu.
E = Environment atau lingkungan tempat usaha yang mendukung.

Perishability

Perisable mengandung arti bahwa produk hospitality tidak dapat disimpan atau juga berarti bahwa produk hospitality tidak bertahan lama. Sehingga dengan karakter produk hospitality yang demikian itu akan sangat susah bagi perusahaan untuk menyesuaikan permintaan dan penawaran.
jika suatu hotel memiliki kapasitas 600 kamar dan pada hari ini hanya terjual 500 kamar, maka sebanyak 100 kamar yang tidak laku hari ini dianggap hangus hotel merugi sejumlah biaya maintenance, dan tidak dapat dijual kembali pada esok hari karena kapastitas kamar tetap yaitu hanya 600 kamar.
Dapat pula dimaknai lain, misalnya saat kita melihat hiburan berupa konser music ataupun atraksi kesenian tari budaya secara live maka setiap detik dari moment tersebut akan terlewatkan jika kita tidak konsentrasi. Dan tidak dapat di replay selayaknya kita menonton sebuah video.
Dalam kunjungan wisata misalnya, maka setiap kontak dan kesan yang terjadi antara wisatawan dan tuan rumah yang terjadi adalah hospitality. Tidak mungkin kontak yang terjadi secara spontan tersebut akan mampu diulang secara persis.

Inseparability

Philip Kotler (dalam Yoeti, 2004 :1) memberi batasan tentang service sebagai suatu aktivitas yang memberikan manfaat yang ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak lain dalam bentuk tidak nyata (intangible) dan tidak menimbulkan perpindahan kepemilikan (Inseparability)
Wisatawan yang membeli paket berkunjung ke suatu destinasi wisata candi bukan berarti dapat memiliki atau mengambil artefak yang ditemui dalam perjalanan wisatawanya. Bahkan kegiatan mengambil benda cagar budaya adalah sangat terlarang atau illegal.
Contoh kedua saat kita membeli kamar hotel, bukan berarti setelah kita membeyar lunas, segala fasilitas di kamar tersebut dapat kita ambil meskipun barang itu sepele seperti towel.
Membahas karakter inseparability biasanya kita akan berhadapan dengan beberapa pertanyaan seperti berikut :
Jika tidak menimbulkan kepemilikan apakah membeli produk hospitality berarti menyewa?
Walupun kita membeli dan tidak menimbulkan kepemilikan bukan berarti menyewa, mungkin benar untuk benda-benda nyata (tangible) seperti bus pariwisatanya tetapi tidak benar secara makna keseluruhan.
Tentu kemudian timbul di benak kita bahwa apa yang sebenarnya di beli dari kedua produk hospitality dalam contoh diatas jika produk tersebut tidak dapat dimiliki dan juga bukan menyewa ?
Jawabanya, yang dibeli adalah pengalaman, kebanggaan dan naiknya nilai diri akibat manfaat produk hospitality yang dibeli.
Di hotel misalnya, segala fasilitas terbaik dan pelayanan staf yang diberikan pihak hotel hanya untuk menciptakan pengalaman berkunjung tamu yang menyenangkan, memuaskan dan berkesan. Dari tamu ceck-in, selama kita tinggal sampai terakhir tamu check out.
Penyedia jasa pemandu ekowisata membawa wisatawan menyusuri pegunungan yang memiliki pemandangan yang indah dengan medan sedikit menantang. Yang dijual oleh pemandu wisata kepada wisatawan adalah jasa panduan dan pengalaman wisatawan untuk sebuah kebanggan dan kepuasan. jiwa.

Buku Pengantar Manajemen Hospitality

Buku Pengantar Manajemen Hospitality ini berisi materi yang menjelaskan secara lengkap konsep-konsep hospitality, hospitality sebagai usaha jasa, jenis-jenis usaha bidang hospitality, disertai panduan dalam perencanaan bisnis hospitality khususnya seperti hotel dan restoran.

Pengantar Manajemen Hospitality
Buku Pengantar Manajemen Hospitality

Buku ini diperjualbelikan dengan sistem Print on Demand (POD), sehingga untuk mendapatkan buku ini dapat memesan langsung kepada Penerbit NEM dengan kontak person Bapak Mohen Andreas Hp/Wa: 0853 2521 7257


Latihan
Untuk menguji pemahaman Anda terkait dengan materi diatas, Anda dapat mengikuti latihan soal dengan cara klik tautan berikut https://forms.gle/BvwsKFwgU22yPdo4A
atau pindai QR Code berikut:










Tuesday, June 11, 2019

Mengenalkan Hospitality melalui Buku Pengantar Manajemen Hospitality

Hospitality termasuk bentuk usaha jasa yang hampir sama karakteristiknya dengan bentuk usaha lain. Untuk itu dalam merumuskan karakteristik usaha hospitality, harus digali konsepnya dari usaha jasa secara umum baru kemudian dipahami karakteristiknya secara lebih spesifik. 
Baca juga artikel tantang pengembangan desa wisata disini

Dalam dunia pemasaran beberapa ahli mendefinisikan jasa dalam berbagai pengertian. Akan tetapi, pengertian-pengertian tersebut tidak jauh berbeda satu sama lain secara makna. Yoeti (2004 : 1) mendefinisikan jasa (service) sebagai suatu produk yang tidak nyata (intangible) dari hasil kegiatan timbal balik antara pemberi jasa (producer) dan penerima jasa (consumer) melalui suatu atau beberapa aktifitas untuk memenuhi kebutuhan pelanggan.

HOSPITALITY


Sedangkan konsep lain dirumuskan oleh Valerie A. Zeithaml dan Mary Jo Bitner dalam bukunya service marketing, memberi batasan tentang pelayanan/ service sebagai berikut : “service is include all economic activities whose output is not a physical product or contraction is generally consumed at that time it is produced and provides added value in forms (such as convenience, amusement, confort or health”. Yang jika diartikan secara bebas, pelayanan memiliki makna sebagai bentuk aktifitas ekonomi yang hasilnya bukan merupakan produk dalam bentuk fisik atau kontruksi, yang biasa dikonsumsi pada saat yang bersamaan dengan waktu produksi sambil memberikan nilai tambah misalnya kenyamanan, hiburan, kesenangan atau kesehatan.

Selain kedua pengertian diatas, Philip Kotler memberi batasan tentang pelayanan/ service sebagai suatu aktivitas yang memberikan manfaat yang ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak lain dalam bentuk tidak nyata (intangible) dan tidak menimbulkan perpindahan kepemilikan.

Usaha hospitality sebagai usaha jasa atau pelayanan yang memiliki karakter lebih spesifik dalam operasionalnya jika dibandingkan bentuk usaha jasa lain. Sehingga setidaknya memiliki 7 karakteristik khusus yang wajib untuk diketahui, antara lain :

1. Tangible

Produk hospitality memiliki unsur tangible yang harus diperhatikan dalam operasionalnya.
Tangible atau “komponen produk nyata” adalah segala sesuatu yang dapat dilihat , disentuh/ diraba, diukur dan dihitung (Agus Sulastiyono, 2008 : 27). Secara umum komponen produk nyata ini termasuk tempat, desain furniture, seragam karyawan, fasilitas-fasilitas serta berbagai aspek nyata lain yang memperngaruhi kepuasan pelanggan.
Aspek tangible yang sangat sering diperhitungkan adalah mengenai fasilitas yang tersedia. Dalam industry perhotelan, pengadaan fasilitas seperti banquets mewah, kolam renang, discotheque, sauna, lapangan golf akan sangat menentukan pilihan orang mengapa mereka memilih hotel tersebut. Di kafe, selain makanan dan minuman, tamu juga akan memperhitungkan fasilitas tambahan seperti wiffi dan sebagainya sebagai penunjang kepuasan.


Lokasi yang strategis dalam usaha hospitality juga dipandang memiliki nilai ekonomi yang tinggi dan menentukan kepuasan wisatawan. Suatu hotel resort akan laku jika dekat dengan panorama pantai ataupun pegunungan yang indah. Lokasi juga berhubungan dengan daya jangkau konsumen, sebagus apapun produk wisata tidak akan berarti jika tidak dapat dijangkau calon wisatawan.

2. Intangibility
Karakteristik yang sangat dominan dalam menentukan kepuasan pelanggan terhadap produk hospitality adalah adanya unsure-unsur intangible dalam operasionalnya. Usur inilah yang sering disebut sebagai inti atau jiwa dari produk hospitality itu sendiri.
Itangibility memiliki arti sebagai “produk tidak nyata”, atau sesuatu hal yang tidak dapat ditangkap atau dirasakan sepintas dengan menggunakan indera pengecap, indera melihat, dan indera peraba, akan tetapi produk hospitality masih dapat dirasakan dan dialami oleh jiwa manusia melalui akal dan perasaan manusia.
suatu produk intangible yang dihasilkan hendaknya memenuhi keinginan-keinginan tamu tersebut, dan ide-ide apa serta bagaimana merealisasikan ide-ide tersebut sehingga produk dapat memberikan rangsangan kepada pelanggan/ tamu, kesemuanya itu merupakan rangkaian produk tidak nyata (intangible)
Faktor-faktor tidak nyata adalah segala hal yang dapat memberikan rasa kehangatan kepada tamu sebagai manusia, serta kesediaan untuk menyenangkan hati orang lain (Agus Sulastiyono, 2008 : 29).
Produk tidak nyata juga dapat berkaitan dengan tatakrama pelayanan atau courtesy staf kepada tamu atau pelanggan. Intangible dapat juga berupa kesan lingkungan keseluruhan usaha (atmosfer) yang ditangkap oleh tamu sehingga wajib bagi pengusaha untuk menciptakan suasana yang nyaman dan menyenangkan dalam lingkungan usaha hospitality secara keseluruhan.
Pada saat kita berkunjung ke restoran, selain untuk membeli makanan yang lezat kita juga lebih tertarik pada tata krama dan keramahan stafnya dalam melayani atau kadang kita juga berkunjung ke kafe karena tertarik terhadap kenyamanan atmosfer/ lingkunganya melalui tata lampunya yang redup/ romantis dengan didukung suara-suara alam sekitar yang natural sehingga mampu menentramkan jiwa. Dengan hal itu kita bisa betah duduk berjam-jam walaupun hanya untuk mengengguk secangkir kopi.
Sebaliknya, seenak apapun makanan dan minuman yang dihidangkan di sebuah restoran seandainya suasananya kurang nyaman bagi kita, mungkin kita tidak puas bahkan segera bergegas untuk pergi setelah makan.

Hospitality

Akibat karakteristik produk hospitality yang “tidak nyata” diatas, berdampak pada kesulitanya produk ini untuk di hitung (inventoried), kesulitan untuk di patenkan dan dituliskan, ataupun untuk dikomunikasikan melalui iklan. Bahkan sangat susah juga dalam penetapan harga jual (Valerie A. Zeithaml dan Mary Jo Bitner, 2004).
Karakter produk hospitality yang itangible tersebut sering menimbulkan ketidak pastian dalam benak pelanggan. Biasanya untuk mengurangi ketidak pastian tersebut konsumen sering mencari informasi mengenai variable tempat/ atmosfer (place), staf yang melayani (people), peralatan/ fasilitas yang digunakan (machine), bahan-bahan komunikasi (communication materials), symbol/ brand dan harga sebelum ia membeli. Sedangkan di pihak pengelola, setidaknya memperhatikan 6 variable tersebut dalam pengelolaanya agar selalu dalam kondisi terbaik dan siap guna untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggan.

3. Immovability
Karakteristik produk hospitality selanjutnya adalah immovable atau tidak dapat dipindahkan. Dalam hal ini penulis menegaskan bahwa produk hospitality hanya dapat dinikmati atau dikonsumsi di tempat dimana produk hospitality itu dibuat.
Seorang wisatawan yang ingin menikmati Candi Borobudur maka mustahil bagi pengelola memindahkan candi Borobudur ke rumah wisatwan. Wisatawan yang harus pergi ke Candi Borobudur di Magelang Jawa tengah. Yang lebih ekstrim tidak bisa juga wisatawan menyuruh semua ahli pahat terbaik untuk membuatkan candi yang serupa dengan Candi Borobudur. Sekalipun itu mungkin bisa, nilai otentik dan originalitas sejarah candi replika dari Candi Borobudur itu tidaklah sama dengan Candi Borobudur yang asli.

4. Simultaneity
Simultan berarti proses produksi dan konsumsi terjadi pada saat yang bersamaan (Yoeti, 2004 : 2).
Pengertian lainya adalah dari Robert G. Murdick, Barry Render, Roberta Russell (1990 : 4) yang menyatakan bahwa pelayanan dapat berbentuk barang dan jasa yang pada umumnya dikonsumsi dan diproduksi secara bersamaan.
Dalam hal ini produk hospitality sebagai sebuah produk jasa/ pelayanan hanya dapat diproduksi oleh produsen jika konsumen telah hadir untuk berpartisipasi dalam proses atau secara sederhana produk hospitality tersebut hanya dapat diproduksi pada saat bersamaan dengan waktu konsumsi pelanggan.
Jika kita ingin menginap di suatu hotel maka produk dan pelayanan hotel baru dapat kita nikmati jika kita sudah datang ke hotel, menikmati pelayanan check-in yang cepat serta sambutan ramah staf front office, pelayanan staf house keeping dan pelayanan staff food and beverage saat kita tinggal dan makan serta menikmati segala fasilitas hotel yang mewah serta suasananya yang nyaman, sampai pada saat terakhir kita ceck out meninggalkan hotel. Waktu dari kita ceck-in sampai ceck-out itulah waktu kita mengonsumsi produk hospitality, sedangkan staf hotel baru bisa memberikan pelayanan terhadap segala kebutuhan kita saat kita sudah berada di hotel tersebut. Setiap kontak staf hotel terhadap tamu bahkan hanya sekedar sapaan dan senyuman ramah sudah termasuk rangkaian proses produksi yang menentukan kepuasan secara keseluruhan terhadap produk hotel.
Dalam konteks hotel, produk hospitality berarti segala fasilitas dan pelayanan yang diberikan hotel untuk mendukung pengalaman kita yang menyenangkan, memuaskan dan berkesan dari kita ceck-in, selama kita tinggal sampai terakhir kita check out, tujuan akhirnya adalah sebuah pengalaman tinggal yang menyenangkan, memuaskan dan berkesan. Pengalaman tersebut dapat dirasakan pada saat kita berpartisipasi dalam proses produksi usaha hospitality tersebut (Simultaneity).
Yang unik dari produk hospitality adalah “walaupun pengalaman tinggal tamu telah selesai (proses produksi dan konsumsi berakhir), dengan manajemen pelayanan yang baik pengalaman tinggal tamu di hotel tersebut akan sangat berkesan bagi tamu dalam waktu yang lama”.

5. Heterogeneity
Secara bahasa heterogen berarti berbeda-beda ataupun bervariasi, sejalan dengan pendapat Yoeti (2004 : 2), jasa tidak memiliki standar ukuran yang objektif.
Heterogeneity berlaku juga dalam konsep hospitality. Oleh karena itu, akan sangat banyak sekali faktor yang menentukan konsumen puas ataupun tidak puas dalam suatu produk hospitality.
Variable yang menentukan puas dan tidak puas dari masing-masing konsumen juga sangat beragam dan subyektif walaupun terhadap satu produk hospitality yang sama.
Sebagai contoh mungkin dalam suatu keluarga yang berkunjung ke restoran, sang bapak akan merasa puas karena pelayanan stafnya cepat dan suasananya yang nyaman untuk keluarga, sedangkan sang ibu berbeda pendapat bahwa yang menentukan dia puas datang ke restoran tersebut adalah faktor makananya yang enak dan sehat, sedangkan sang anak menyenangi restoran tersebut karena dalam area outdoor ada fasilitas taman bermain anak-anak yang menyenangkan. Karena ketidak pastian faktor apa yang menentukan kepuasan konsumen maka pengelola harus mampu berfikir secara detai terhadap produk mereka.
Lain pendapat dengan Valerie A. Zeithaml dan Mary Jo Bitner (2004), yang mengatakan bahwa dampak dari karakter produk hospitality yang heterogen menjadikan produk hospitality ini sangat tergantung pada kinerja masing masing staf.
Contohnya adalah jika satu orang staf saja di hotel X yang membuat kecewa tamu hotel, maka tamu yang kecewa tersebut akan berpendapat bahwa pelayanan hotel X secara keseluruhan adalah buruk (generalisasi). Atau sebaliknya pelayanan dari satu saja staf hotel Y yang sangat berkesan bagi tamu (moment of truth) akan menimbulkan citra positive terhadap pelayanan hotel Y secara keseluruhan dan selamanya akan diingat tamu.
Selain kinerja staf, masih banyak unsur lain yang menentukan kepuasan konsumen terhadap kualitas produk hospitality secara keseluruhan namun sangat tergantung pada penilaian subyektif masing-masing tamu.
Dari banyak unsur tersebut, sebagian mungkin berasal dari faktor eksternal yang di luar kontrol manajemen, misalnya kondisi lingkungan yang bising, suasana yang tidak mengenakan seperti listrik mati, kesan angker dan lain-lain.
Merangkum faktor-faktor penentu kepuasan yang sangat heterogen, Agus Sulastiyono (2008 : 41) merumuskanya menjadi 3 golongan yaitu P,B,E. Dijelaskan sebagi berikut
P = Produk yang dihasilkan, seperti, kebersihan, kerapihan, Kenyamanan, keamanan dan lain-lain.
B = Behavior atau perilaku staf dalam memberi pelayanan, yang mempunyai tanggung jawab pendistribusian produk hospitality kepada tamu.
E = Environment atau lingkungan tempat usaha yang mendukung.

6. Perisability
Hospitality

Perisable mengandung arti bahwa produk hospitality tidak dapat disimpan atau juga berarti bahwa produk hospitality tidak bertahan lama. Sehingga dengan karakter produk hospitality yang demikian itu akan sangat susah bagi perusahaan untuk menyesuaikan permintaan dan penawaran.
jika suatu hotel memiliki kapasitas 600 kamar dan pada hari ini hanya terjual 500 kamar, maka sebanyak 100 kamar yang tidak laku hari ini dianggap hangus hotel merugi sejumlah biaya maintenance, dan tidak dapat dijual kembali pada esok hari karena kapastitas kamar tetap yaitu hanya 600 kamar.
Dapat pula dimaknai lain, misalnya saat kita melihat hiburan berupa konser music ataupun atraksi kesenian tari budaya secara live maka setiap detik dari moment tersebut akan terlewatkan jika kita tidak konsentrasi. Dan tidak dapat di replay selayaknya kita menonton sebuah video.
Dalam kunjungan wisata misalnya, maka setiap kontak dan kesan yang terjadi antara wisatawan dan tuan rumah yang terjadi adalah hospitality. Tidak mungkin kontak yang terjadi secara spontan tersebut akan mampu diulang secara persis.

7. Inseparability
Philip Kotler (dalam Yoeti, 2004 :1) memberi batasan tentang service sebagai suatu aktivitas yang memberikan manfaat yang ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak lain dalam bentuk tidak nyata (intangible) dan tidak menimbulkan perpindahan kepemilikan (Inseparability)
Wisatawan yang membeli paket berkunjung ke suatu destinasi wisata candi bukan berarti dapat memiliki atau mengambil artefak yang ditemui dalam perjalanan wisatawanya. Bahkan kegiatan mengambil benda cagar budaya adalah sangat terlarang atau illegal.
Contoh kedua saat kita membeli kamar hotel, bukan berarti setelah kita membeyar lunas, segala fasilitas di kamar tersebut dapat kita ambil meskipun barang itu sepele seperti towel.
Membahas karakter inseparability biasanya kita akan berhadapan dengan beberapa pertanyaan seperti berikut :
Jika tidak menimbulkan kepemilikan apakah membeli produk hospitality berarti menyewa?
Walupun kita membeli dan tidak menimbulkan kepemilikan bukan berarti menyewa, mungkin benar untuk benda-benda nyata (tangible) seperti bus pariwisatanya tetapi tidak benar secara makna keseluruhan.
Tentu kemudian timbul di benak kita bahwa apa yang sebenarnya di beli dari kedua produk hospitality dalam contoh diatas jika produk tersebut tidak dapat dimiliki dan juga bukan menyewa ?
Jawabanya, yang dibeli adalah pengalaman, kebanggaan dan naiknya nilai diri akibat manfaat produk hospitality yang dibeli.
Di hotel misalnya, segala fasilitas terbaik dan pelayanan staf yang diberikan pihak hotel hanya untuk menciptakan pengalaman berkunjung tamu yang menyenangkan, memuaskan dan berkesan. Dari tamu ceck-in, selama kita tinggal sampai terakhir tamu check out.
Penyedia jasa pemandu ekowisata membawa wisatawan menyusuri pegunungan yang memiliki pemandangan yang indah dengan medan sedikit menantang. Yang dijual oleh pemandu wisata kepada wisatawan adalah jasa panduan dan pengalaman wisatawan untuk sebuah kebanggan dan kepuasan. jiwa.


PENGANTAR MANAJEMEN Hospitality











Membuat Perencanaan Restoran


PERENCANAAN RESTORAN

Terdaftar : DOI 10.17605/OSF.IO/X3GZV

Bisnis usaha makanan dan minuman merupakan usaha yang sangat prospektif". Tentu kita semua tidak asing mendengar kalimat tersebut dari beberapa orang. Kalimat tersebut memang bukanlah kata-kata bohong mengingat fakta bahwa usaha makanan dan minuman adalah usaha yang menyentuh pada kebutuhan primer manusia, dengan kata lain semua manusia memerlukan makan untuk menyambung hidup.

Modul Perencanaan Restoran download disini
Perubahan perilaku manusia yang semakin hari juga cenderung semakin sibuk menjadikan urusan “masak sendiri” menjadi tidak sempat lagi. Sebagai gambaran anda dapat menjawab beberapa pertanyaan saya berikut ini. Untuk saat ini di sekitar tempat tinggal anda ada berapa kantor atau kegiatan usaha? dikalikan perkiraan dari pekerja tersebut yang keluar untuk makan pada jam istirahat? tentu jumlahnya sangat besar, terutama bagi anda yang tinggal di lingkungan perkotaan.

Melihat peluang diatas tentu sangat menggiurkan bagi para pemilik modal untuk segera memulai mebuka usaha makanan dan minuman. Namun alangkah bijak sebelum anda memulai usaha ini untuk membaca tulisan saya ini sampai akhir, karena pada kenyataanya membuka usaha makanan dan minuman tidaklah selamanya indah seperti yang diimpikan mayoritas orang selama ini bahkan tidak sedikit pelaku usaha yang membuka usaha makanan dan minuman yang justru menemui kegagalan/bangkrut. Baik itu usaha restoran yang dibuka secara hebat lalu layu, maupun maupun usaha yang dibuka secara tanggung-tanggung namun tetap tidak berkembang kemudian bangkrut juga. Kegagalan-kegagalan tersebut disebabkan karena terlalu over optimisnya para pelaku usaha baru yang hanya melihat sisi keindahan bisnis ini saja tanpa tahu seluk beluk sesungguhnya dalam bisnis ini.
Kesan tipuan bahwa seolah-olah membuka restoran adalah urusan yang gampang tersebut turut andil dalam menjebak pola berfikir pengusaha baru yang bersepekulasi terjun pada jenis usaha ini. Semua orang tentu pernah makan di restoran dan disana mereka hanya melihat hal-hal luarnya belaka. Semua restoran tentu hanya menunjukan hal-hal luar yang menyenangkan saja kepada pelangganya. Tidak ada restoran yang menunjukan keruwetan operasi di dalamnya.

Betapa banyak orang-orang yang berkomentar : “Tatkala saya pensiun saya akan hidup santai. Mungkin saya akan buka warung soto dan sate. Makanan yang pernah saya masak dan mendapat pujian dari teman-teman.” Ini tentu persepsi yang sangat menyesatkan. Usaha makanan bukanlah betul betul usaha kaum pensiun. Ia adalah usaha dengan kerja keras. Usaha 12 jam sehari, 7 hari seminggu (M. Torisna, 1990 : 8).
PERENCANAAN RESTORAN

Busines makanan dan minuman bukan sekedar bisnis memasak. Banyak faktor faktor krusial yang dan sangat kompleks dalam menunjang keberhasilan bisnis ini. Bisnis makanan dan minuman setidaknya meliputi usaha pengadaan peralatan dan bahan mentah, quality control untuk produksi, satandarisasi resep dan proses, berurusan dengan segi-segi hukum, promosi dan publikasi, menangani pegawai, mengelola keluhan pelanggan, menjaga identitas (konsep dan dekorasi), citra perusahaan, usaha bagaimana efektifitas dan efisiensi produksi, menghindari kebocoran biaya dan tingkat waste (kerusakan makanan), strategi harga, penanganan sampah, air dan listrik, strategi bisnis (planning/forcasting, persaingan) serta urusan –urusan lain yang tidak kalah merepotkan. Usaha restoran juga dikenal sebagai usaha yang serba salah. Banyak dari mantan rekan saya yang mengeluh saat usaha sepi juga tidak jarang mereka mengeluh karena kerepotan dan mengalami tekanan berat oleh pelanggan saat restoran ramai.


Apabila anda menyadari semua ini anda akan lebih tepat merasakan bahwa usaha restoran yang berhasil setidak-tidaknya sama sakit hari dan sakit kepalanya dangan usaha jenis lain dimanapun. Untuk itu saya akan menyampaikan beberapa tips yang saya ambil dari pengalaman saya selama menjadi koordinator food and beverage di salah satu venue besar di Yogyakarta serta sumber lain dari beberapa literature yang pernah saya pelajari, yang mungkin dapat membantu anda dalam memulai usaha baru di bidang retoran maupun usaha makanan dan minuman bentuk lain. Diantara beberapa faktor krusial yang saya harapkan untuk anda serius memahami adalah :

1. Daya dukung anda (keluarga, teman/partner, calon pelanggan, kemampuan finansial)
Keluarga dapat memberi dukungan moril maupun materiil jika anda mengalami kesusahan, dukungan keluarga yang bagus juga dapat memotivasi anda untuk terus bersemangat menjalankan usaha. Selain keluarga adalah partner atau teman yang jujur dalam memulai usaha. Karena partner yang jujur sangat menantukan kelangsungan usaha anda jika usaha restoran yang anda bangun adalah usaha dengan modal bersama. Sedangkan calon pelanggan yang saya maksud adalah “adakah calon pelanggan bagi jenis usaha restoran yang akan anda bangun? Contoh mudahnya jika anda ingin mendirikan restoran cina? Adakah komunitas yang menyukai jenis masakan cina di lingkungan anda.

Pertimbangkan sejauh mana kekuatan financial anda, terhadap jenis usaha restoran yang akan dipilih, beda jenis restoran beda pula peralatan yang harus dibeli, dengan kata lain besar modal berbeda juga

2. Sesuaikian segmen mana yang akan anda geluti (pada dining market atau eating market)
Dining market, adalah pasar dimana konsumen tujuan utama datang ke dining restoran adalah untuk tujuan kegiatan bersosialisasi sambil makan, menjalin relasi, kumpul-kumpul bersama teman dll. Yang harus ditekankan jika anda memilih konsen pada dining market adalah dalam hal pelayanan. Pelayanan dalam dining market harus prima, ramah, dan berkelas. Mempelajari tipe-tipe dasar pelayanan direstoran seperti American service, English service, French service, Russian service akan sangat membantu usaha anda.
Eating market adalah segment pasar dimana pelanggan dating ke restoran hanya untuk sekedar makan. Hanya memenuhi kebutuhan dasar biologisnya menghilangkan lapar. Yang harus ditekankan dalam pelayanan adalah kecepatan melayani, praktis dan tidak bertele tele.
restoran unik

3. Pilih lokasi yang strategis
Secara logika restoran yang ramai di pusat kota akan mengalami kemunduran jika lokasinya saya pindahkan ke pelosok, restoran yang ramai di pelosok akan lebih ramai lagi jika saya pindahkan ke tengah kota yang ramai aktifitas manusia.
Memang tidak menutup kemungkinan restoran di pelosok pedesaan juga ramai jika restoran tersebut memiliki keunikan tersendiri yang susah ditemui di restoran lain baik dari segi konsep/tema, lokasi alam sekitar yang indah, rasa makanan dan admosfer keramahan sosial-budaya yang medukung.
Akan tetapi sangat tidak saya sarankan untuk mengabaikan faktor lokasi jika restoran anda hanyalah restoran yang umum atau biasa biasa saja missal restoran franchise KFC, Jogja Chiken, bakso dan lainnya.
Hal yang dapat dipertimbangkan dalam memilih lokasi adalah kemudahan dijangkau, keamanan, kemudahan mendapat ijin usaha, prospek lokasi ke depan dan potensi banyaknya pelanggan dan faktor teknis lain seperti lahan parkir, dukungan air, listrik, kejenuhan/ persaingan usaha sejenis 

4. Penting identitas dan citra usaha restoran
Identitas usaha dalah ciri-ciri yang dibut oleh pemiliknya seperti logo, dominasi warna, bentuk pelayanan, menu makanan, konsep tempat, admosfer yang dibentuk dll. Sedangkan citra adalah mengenai bagai mana persepsi konsumen dalam alam perasaanya terhadap usaha kita. Kekhususan identitas harus terus kita pertahankan keseragamanya dari waktu ke waktu bahkan dari tempat ke tempat jika kita ingin membentuk cabang usaha. Janganlah kita yang menjalankan restoran prancis tetapi kita menjual menu-menu masakan China.
Jangan lupa juga untuk terus memperkuat citra dengan selalu melakukan usaha pemasaran/promosi atau bahasa kerenya menjaga “Brand Image”. Beberapa contoh branding yang dapat dipakai misalnya “restoran anti MSG,” “retoran dengan rendah lemak,” “warung makan organic” dll.

5. Pengelolaan tata ruang yang tepat
Tata letak yang ideal adalah tata letak yang memudahkan dalam operasional kita terutama dalam pelayanan, rapi, indah dipandang, menunjang kenyamanan pelanggan dan staf dalam melayani. Pemilihan jenis kursi, meja, wara serta letaknya harus dipikirkan benar benar, karena selain menunjang karakter restoran anda, penataan yang tepat akan mengurangi tingkat kecelakaan kerja
Saya menyarankan penataan layout disesuaikan dengan urutan asemblingnya mulai dari tempat barang mentah datang, tempat proses pengolahan, hingga tempat keluarnya produk akhirnya disajikan. Usahakan garis usutan ini tidak menemui batu sandungan, saling bertabrakan, tikungan maut, putaran ular, apalagi putaran terbalik karena nantinya akan sangat berbahaya jika pergerakan staf saling bertabrakan saat bekerja.
perencanaan restoran

6. Penanganan arus barang yang tepat
Perhatikan mutu (kualitas, kuantitas dan kesesuaian barang yang kita pesan dengan barang spesifikasi barang yang diterima)
- Dalam pembelian, orang orang yang terlibat dalam pembelian harus orang terpercaya dan menguasai benar tentang food grade agar tidak mudah tertipu. Misalnya tentang perbedaan antara jenis daging yang biasa dipakai dalam pembuatan steak antara mana yang tenderloin, sirloin, rip dan sebagainya.
- Dalam penerimaan, setiap barang yang diterima wajib di cek kesesuaian dengan fraktur, tanggal kedaluarsa dan lain-lain.
- Penyimpanan, gunakan system FIFO (first in first out), pelajari metode penyimpanan yang tepat terhadap setiap jenis bahan makanan yang berbeda karakter. Misalnya tentang bagai mana menyimpan bahan serbuk yang benar, menyimpan daging, sayuran dst.
- Pengeluaran/ masuk, setiap pengeluaran barang dari gudang dan barang masuk kegudang wajib dicatat.

7. System kontrol yang tepat
Jenis harta restoran yang umumnya dikendalikan adalah persediaan, kas dan aktiva tetap. Dapat dilakukan dengan pembuatan jurnal akutansi yang tertib, sitem nota yang aman sulit dimanipulasi dst. Sedangkan yang berupa aktifa tetap misalnya peralatan makan dapat diinventori secara berkala, bisa bulanan atau setiap 3 bulan. Sebagai catatan apakah kehilangan masih dalam batas yang relevan?

8. Manajemen manusia
Manusia yang kita pekerjakan harus memiliki standar kompetensi yang baik (pengetahuan, keterampilan, serta attitude yang baik. Sebuah restoran di Cipanas yang mulanya sangat ramai menjadi bangkrut hanya karena stafnya kepergok mencampur bebrapa sisa minuman teh dari gelas yang diminum tamu dalam gelas baru untuk kemudian disajikan ke tamu berikutnya. Hal ini hanya masalah attitude staf, namun dampaknya sangat liuar biasa, dalam sekejap bisa meruntukan citra restoran besar.
Sedikit saja komentar /kekecewaan pelanggan pada era sekarang dengan kemajuan teknologi internet dapat dengan sekejab dapat merusak image usaha kita melalui isu di dalam media sosial

9. Hospitality
Usaha makanan dan minuman merupakan usaha hospitality dimana keramah-tamahan menjadi fundamental usaha. Sebagai usaha hospitality,usaha restoran dituntut adanya interaksi/ kontak yang baik antara tuan rumah (pemilik restoran, staf pelayan dll) dan tamu (pelanggan).

Ramah dalam istilah bahasa jawa (sumeh/ sumringah), bahkan bahasa tubuh yang baik itu juga menentukan kesan ramah.

Dalam usaha hospitality memang terdapat produk yang nyata yaitu makanan yang enak dan lezat, namun produk yang tidak nyata berperan secara lebih dominan yaitu keramahan staf yang bertugas, service yang baik, serta atmosfer lingkungan yang hangat/menyenangkan dan berkesan.
Baca juga artikel mengenai mobile legends


Sumber :

Torisna, M. 1990. Usaha restoran yang sukses. Jakarta : Cakrawala

WA Marsum. 1993. Restoran dan segala permasalahanya. Yogyakarta : Andi